Perlu diketahui bahwa dosa kecil dapat menjadi besar karena beberapa sebab, di antaranya:
1. Apabila dilakukan dengan konsisten dan terus menerus.
Oleh sebab itu dinyatakan oleh para ulama As-Salaf: Tidak ada yang namanya dosa kecil apabila dilakukan dengan terus-menerus. Dan tidak ada yang dinamakan dengan dosa besar, bila diiringi dengan taubat.
Sekecil apapun dosa tapi jika selalu dilakukan, lama – lama dosa itu akan menjadi besar dan akhirnya menutupi kejernihan hati. Rasulullah saw telah bersabda: “Berhati-hatilah kalian terhadap dosa kecil, sebab jika ia berkumpul dalam diri seseorang akan dapat membinasakannya.” (HR Ahmad dan Thabrani dalam Al Awsath). Seorang sahabat Rasulullah berkata, “Tidak dianggap dosa kecil jika terus menerus dan tidak dianggap dosa besar jika disertai dengan istighfar.” (Ucapan ini dinisbatkan kepada Ibnu Abbas ra berdasarkan atsar yang saling menguatkan satu dengan yang lain
2. Karena diremehkan.
Sesungguhnya perbuatan dosa itu apabila dianggap berat oleh seorang hamba, akan menjadi kecil di sisi Allah. Namun sebaliknya apabila diremehkan, ia akan menjadi besar di sisi Allah. Karena anggapan sebuah dosa sebagai dosa yang besar, berpangkal dari hati yang benci kepadanya dan berupaya menghindarinya.
Jangan pernah mentang – mentang, hanya karena melakukan dosa kecil lalu enggan meminta ampun/mengucap istighfar bahkan sekedar menyesalpun tidak. “Kalian menganggap remeh (dosa) tersebut, padahal hal itu termasuk perkara besar menurut pandangan Allah.”(QS An Nur 15). Rasulullah bersabda: “Waspadalah terhadap sikap meremehkan dosa, karena kapan saja seseorang melakukan hal tersebut, maka dia akan binasa.” (HR Ahmad, At Thabarani dan Al Baihaqi)
3. Apabila seorang hamba merasa senang melakukannya.
Kegembiraan, kebanggaan, dan kelengahan seorang hamba terhadap dosa tersebut, menjadikannya sebagai dosa besar. Ketika rasa senang kepada dosa kecil sudah mendominasi diri seseorang, maka menjadi besarlah dosa kecil tersebut dan besar pula pengaruhnya untuk menghitamkan pada hatinya. Sampai-sampai ada pelaku dosa yang bangga dan berbesar hati dengan dosanya, karena saking gembiranya dia dengan perbuatan doa tersebut. Misalnya seperti orang yang berkata: �Tidak kamu mengetahui, bagaimana aku membuntuti si Fulanah dan berhasil melihatnya?� Atau seperti perkataan seseorang usai berdebat: �Tidakkah kamu mengetahui bagaimana aku kemukakan segala kejelekannya sehingga membuat dirinya malu? Dan bagaimana juga aku merendahkannya? Bagaimana aku membuatnya kebingungan? Atau bisa juga seperti pernyataan seorang bisnisman: �Tidakkah kamu mengetahui, bagaimana aku dapat menjual barang palsu kepadanya? Bagaimana aku menipunya? Bagaimana aku preteli hartanya? Bagaimana aku membuatnya seperti orang bodoh?� Kesemua perbuatan itu bisa merubah dosa-dosa kecil menjadi besar. Sesungguhnya dosa-dosa itu membinasakan! Apabila seorang hamba terjerumus kepada semua dosa-dosa itu, syetan berhasil menggiringnya ke arah sana, maka hendaknya ia merasa bahwa dirinya berada di dalam musibah, dan mengasihani dirinya sendiri, karena syetan berhasil mengalahkannya, dan karena dirinya semakin jauh dari Allah.
4. Apabila menyepelekan pengampunan Allah, merasa santai dan kurang perhatian.
Ia tidak sadar bahwa kesantaiannya itu karena Allah memang membiarkannya demikian agar semakin bertumpuk dosa-dosanya. Ia justru beranggapan bahwa ia dapat berbuat maksiat karena Allah memang peluang. Itulah yang dinamakan dengan 'merasa aman' terhadap siksa Allah dan kebodohannya dengan tertipu oleh anggapannya terhadap Allah. Sebagaimana difirmankan oleh Allah:
"Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: ‘Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu’ Cukuplah bagi mereka naar Jahannam yang akan mereka masuki. Dan naar itu adalah seburuk-buruk tempat kembali." (Al-Mujadilah:8)
5. Apabila dosa itu dilakukan dengan terang-terangan.
Yakni apabila seseorang menyebut-nyebutnya setelah ia melakukannya, atau melakukannya di hadapan orang banyak. Yang demikian itu adalah tindakan makarnya terhadap ampunan yang seharusnya dapat diberikan kepadanya. Selain juga dapat mengundang hasrat orang lain yang mendengar atau melihatnya untuk ikut melakukan perbuatan dosa itu. Jadilah dua macam dosa terkumpul menjadi satu sehingga konsekuensinya menjadi lebih berat. Jika masih ditambah lagi dengan anjuran kepada orang lain dan ajakan untuk melakukannya, serta penyediaan sarana untuk melakukannya, jadilah empat kejahatan dalam satu perbuatan. Urusannya pun menjadi semakin jelek.
Dalam hadits disebutkan:
"Setiap umatku dapat diampuni dosa-dosanya, kecuali orang yang mengekspos perbuatan dosanya. Contoh dari mengekspos dosa adalah seorang lelaki yang berbuat dosa di malam hari, pagi harinya, Allah telah menutupi perbuatannya itu agar tidak diketahui oleh orang lain. Namun ia justru berkata: ‘Wahai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu.’ Di malam hari, hanya Allah yang mengetahui perbuatan dosanya, namun di pagi hari justru dia sendiri yang menyiarkannya." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Yang demikian itu karena di antara sifat Allah dan karunia-Nya adalah bahwa Dia ingin menampakkan yang baik-baik dan menyembunyikan yang buruk-buruk. Allah juga tidak akan menyingkap tabir keburukan. Maka menampakkan keburukan, berarti kekufuran terhadap karunia kenikmatan Allah tersebut. Sebagian ulama berkata: �Janganlah kamu berbuat dosa. Kalau kamu terpaksa berbuat dosa, janganlah kamu anjurkan orang lain melakukannya, yang menyebabkanmu melakukan dua dosa sekaligus. Oleh sebab itu Allah berfirman:
"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan-perempuan, sebagian dari sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf." (AT-Taubah :67)
Sebagian ulama As-Salaf berkata: �Tidak pernah seseorang itu melakukan pelanggaran kehormatan yang lebih besar daripada menolong saudaranya melakukan maksiat dan mempermudah jalan maksiat itu kepadanya.
6. Apabila dilakukan oleh orang alim yang menjadi panutan.
Apabila ia melakukan dosanya itu dengan disaksikan orang lain, dosanya menjadi dosa besar. Seperti menggunjing orang dengan lidahnya, atau berkata kasar dalam perdebatan, atau menyepelekan orang dengan sengaja, atau sibuk mempelajari ilmu yang bertujuan hanya untuk mencari kedudukan, seperti ilmu retorika perdebatan. Kesemuanya itu adalah dosa-dosa seorang alim yang cenderung ditiru orang lain. Ketika si alim meninggal dunia, kajahatannya tetap bertebaran di muka bumi dalam jangka waktu yang panjang. Sungguh beruntung orang yang membawa mati segala keburukannya.
Allah berfirman:
"Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan." (Yasin:12)
Yang dimaksud dengan bekas-bekas yang mereka tinggalkan adalah pengaruh amal perbuatan yang masih terus ada setelah perbuatan itu bahkan pelakunya sendiri sudah tidak ada lagi.
Sesuatu perkara mungkar yang mungkin karena telah biasa dan banyak dilakukan orang sehingga dianggap bukan dosa lagi. Misalnya, berdusta saat bersenda gurau atau yang seperti banyak nampak di televisi, cupika cupiki dan peluk – pelukan dengan yang bukan muhrimnya. Dan pelakunya tampak tenang – tenang saja. Sikap seperti ini sangat berbahaya karena cenderung menganggap halal apa yang telah diharamkan Allah. “Dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah) ”. (At Taubah : 29). Aisyah berkata : Rasulullah saw bersabda: “Hai Aisyah berhati – hatilah terhadap dosa – dosa kecil, sebab pasti ada tuntutan dari Allah”.
Kita memang tidak bisa lepas dari dosa tapi juga jangan salah menyikapi dosa sehingga dosa yang sejatinya kecil malah menjadi dosa besar. Ada baiknya selalu kita ingat petuah dari orang bijak : “Janganlah engkau melihat kepada kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa engkau berbuat maksiat. ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar