Jumat, 10 Agustus 2012

PUASA Ulat ataukah Ular..?

Artikel kali ini akan membahas sejauh mana kita berpuasa selama bulan Ramadhan agar nanti pada tanggal 1 Syawal kita menjelma menjadi manusia yang suci kembali.
Allah telah menciptakan alam ini sebagai bahan pembelajaran bagi manusia. Kita dapat membaca ayat Al Qur'an bagaimana manusia belajar pada burung gagak untuk menguburkan mayat. Ini terjadi ketika Qabil membunuh saudaranya Habil dan ia bingung dicampur menyesal luar biasa membawa-bawa mayat saudaranya, Habil. Allah mengutus 2 burung gagak yang saling berkelahi dan salah satunya mati kemudian yang lainnya menguburkan mayat di depan Qabil. Saat itu Qabil baru tahu bagaimana menguburkan mayat.
Kini mari kita belajar tentang puasa dari binatang lain: ulat dan ular.
Ulat, seekor binatang yang begitu lemah dan terkadang menjijikan di mata kita. Tubuh yang tidak punya tulang dengan bentuk tubuh yang ketika bergerak menggeliat-geliat, ternyata menjadi cermin hebat bagi kita umat Islam yan berpuasa setahun sekali di bulan Ramadhan. Ulat selama hidupnya hanya sekali berpuasa, tetapi ia menjadi contoh sempurna untuk tingkatan kita berpuasa.
Seperti yang kita ketahui bagaimana ulat berubah menjadi kupu-kupu dalam proses yang disebut metamorphosis. Dalam proses ini, ulat berpuasa: tidak makan dan minum, apalagi berhubungan seksual.



Seperti yang sering dikutip para ustadz dan ulama, tingkatan puasa dibagi tiga menurut Imam Ghazali yaitu:
1. Puasa orang awam
2. Puasa orang khusus
3. Puasa khusus dari khusus

Untuk tingkatan pertama, Imam Ghazali menyatakan bahwa puasa pada tingkatan ini hanya menahan lapar, haus dan hasrat seksual. Jika bercermin pada seekor ulat dalam proses metamorphosis maka puasa yang demikian setara dengan puasanya seekor ulat. Jadi jika selama ini kita berpuasa hanya sekedar menahan lapar, haus dan hasrat seksual ternyata kita tidak jauh berbeda seperti seekor ulat. 

Hanya saja ulat berpuasa menjelma jadi makhluk yang indah, sedap dipandang, bermanfaat dan terkadang menjadi bahan komoditi mahal bagi penggemar kolektor kupu-kupu langkah. Sementara kita yang puasa sekedar menahan lapar, has dan hasrat seksual tetaplah menjadi manusia biasa saja bahkan berstatus rugi di akhirat kelak.

Tingkatan puasa yang kedua yaitu puasa tidak sekedar menahan lapar, haus dan hasrat seksual tetapi juga menahan seluruh indra dan anggota tubuh terhadap hal-hal yang merusak nilai puasa, seperti melihat gambar, foto atau wujud asli dari lekuk tubuh lawan jenis (terutama wanita), atau menggunakan lidah untuk menggunjingkan orang lain, atau telinga untuk mendengar berita-berita gosip tentang kehidupan pribadi seseorang. Jika seseorang mampu berpuasa akan hal-hal seperti di atas maka ia telah berhasil masuk ke dalam tingkatan puasa khusus. Sebuah tingkatan satu tingkat lebih baik daripada seekor ulat. 


Kupu-Kupu sebagai contoh orang yang berpuasa menjadi takwa
Jika kita mampu berpuasa pada tingkatan ini maka kita telah terhindar dari sabda Nabi yaitu:
“Beberapa orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan haus”
Artinya hadits di atas memang mengenai tingkatan puasa pertama. Jika puasa tingkatan pertama untuk anak-anak maka inilah bentuk latihan kita sebagai belajar dari seekor ulat, tetapi ini tidaklah wajar bagi yang sudah akhil baligh dan secara fisik dan mental sudah kuat dari sekedar menahan lapar dan haus.

Tingkatan ketiga dari puasa yang dijelaskan oleh Imam Ghazali adalah puasa khusus dari khusus. Inila puasa para nabi dan puasa orang-orang yang sudah sangat terlatih. Apa yang dimaksud sudah terlatih? Tentu puasa pada tingkatan ini menahan lapar, haus dan hasrat seksual sudah sangat terlatih dan juga demikian halnyadengan hawa nafsu pada inderanya. 

Puasa pada tingkatan ketiga ini lebih jauh dari di atas tadi. Ia adalah puasa hati. 
Apa yang dimaksud dengan puasa hati ini?
Ia adalah puasa tidak hanya menahan lidah, mata, telinga, tangan, kaki, perut dan di bawah perut dari hal-hal yang merusak puasa tetapi juga menahan hatinya dari hal-hal yang merusak hati.

Yang dimaksud adalah tidak ada lagi sedikitpun dalam hatinya ada rasa dengki, iri, sombong, bahkan bisikan-bisikan rasa menilai orang lain rendah dari pada dirinya. 
Contoh yang mudah adalah seseorang merasa turut bahagia terhadap rekan kerjanya yang merupakan saingannya dalam merainh posisi di suatu perusahaan karena teman kerjanya mendapatkan promosi jabatan yang seharusnya ia juga mendapatkan hal yang sama.

Hatinya tidak sedikitpun terlintas rasa kesal, dengki atau menyesal. Ia bersyukur terhadap nikmat yang Allah anugerahi terhadap rekan kerjanya tadi dan ia tetap bekerja seperti biasa, seolah-olah tidak ada sesuatu hal yang berbeda pada lingkungan kerjanya, meski rekan kerjaya tadi telah menjadi atasannya yang baru.
Bagi para sufi, jika hati seseorang masih terbesit sedikit rasa dengki dan ia dalam keadaan berpuasa maka nilai puasanya dianggap tidak sempurna bahkan dianggap telah batal secara spiritual, tidak secara jasmani.

Jika kita berpuasa dan sengaja makan dan minum maka puasa kita batal secara jasmni dan spiritual, tetapi pada puasa pada tingkatan ketiga ini hanya batal secara spiritual saja. Demikian menurut sufi yang memang sangat menjaga hati. Mengapa demikian?

Karena puasa adalah ibadah rahasia, ibadah yang tidak tampak, tidak hanya ketidaktampakkannya pada apakah seseorang itu berpuasa atau tidak tetpai pada ketidaktampakkan gerak-gerik hati manusia.

Itulah mengapa Allah mengatakan bahwa puasa itu ibadah untuk-Nya, dan Allah yang akan membalasnya sesuai kerahasiaan puasa tersebut.

Kembali pada puasa hati tadi. Inilah sinyal yang disampaikan oleh Rasulullah bahwa pada bulan Ramdahan setan-setan terbelenggu karena ia terbelenggu oleh benteng yang kokoh pada puasa hati. Segala bisikan setan yangmerusak hati mampu disingkirkan oleh orang yan berpuasa pada tingkatan ketiga ini. Tidak hanya itu saja, puasa pada tingkatan ketig ini juga puasa hati dari segala hal duniawi yang merusak pada zikir kepada Allah. 

Oleh karenannya, Nabi menyarankan pada bulan Ramadhan umat Islam lebih banyak di masjid untuk beritikaf dalam rangka latihan menuju puasa tingkatan ketiga ini. Pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan Nabi sama sekali tidak pulang ke rumah. Beliau beri’tikaf secara rutin dan ketat di dalam masjid. Ini semua untuk memberi contoh kepada umatnya bagaimana kit agar meraih puasa ini tidak hanya pada tingkatan pertam dan kedua tetapi lebih dari itu.

Jika seekor ulat mampu puasa dan “beri’tikaf” di dalam kepompongnya dan pada masa akhir “bulan Ramadhannya” ia menjadi makhluk “suci” yang baru yaitu kupu-kupu, maka kita melakukan seperti yang dicontohkan oleh Nabi maka kita menjelma lebih dari seekor kupu-kupu.

Puasa hati, I’tikaf dan berzikir selama di bulan Ramadhan maka kita menjadi manusia “baru” pada 1 Syawal untuk menuju ke bulan Ramadhan berikutnya, kalau kita memang masih diberi hidup oleh Allah.

Sekarang mari kita melihat disekeliling kita. Mengapa Indonesia yang mayoritas umat Islam banyak di antara mereka berpuasa di bulan Ramadhan tetapi fakta yang ada negara ini jauh dari harapan Nabi yaitu mereka menjelma menjadi manusia-manusia yang bermanfaat seperti kupu-kupu?

Boleh jadi karena mereka berpuasa seperti seekor ular. Tahukah anda bagaiamana puasa seekor ular? Ular juga berpuasa, dan tidak hanya ulat atau ular bahkan di banyak binatang di dunia ini juga berpuasa dengan cara yang berlainan satu sama lain.
Ular berpuasa pada saat ia dalam proses pergantian kulit. Seperti yang kita ketahui seekor ular jika makan mangsanya maka ia akan menelan bulat-bulat mangsanya tersebut meski mangsanya lebih besar dari mulut dan tubuhnya. Elastisitas tubuh dan kulitnya ini memampukan seekor ular melakukan hal demikian. Tetapi tidak pada saat ia sedang dalam proses pergantian kulit. 


Ia tidak akan memangsa seekor tikus yang berlalu di depan matanya karena ular tahu jika ia memangsanya pada saat proses pergantian kulit belum selesai maka sama saja membunuh diri sendiri. Kulit yang baru akan rusak sementara kulit yang lama sudah “kadaluwarsa” jika ia tetap mencaoba memangsa tikus tersebut.

Maka dengan segala kesabarannya ular tersebut berpuasa dan membiarkan tikus tadi berlalu begitu saja meski ia dalam proses yang berat dan membutuhkan energi yang besar dalam pergantian kulit. Tetapi tahukah Anda apa yangterjadi ketika proses pergantian kulit tadi telah selesai?

Ular tersebut menjadi sangat buas dan ia mencari ke sana –sini tikus tadi. Rasa lapar, kehilangan energi dan rasa “gemas” karena seekor mangsa yang lezat berlalu begitu saja membuat ular tadi begitu “beringas” dari sebelumnya.

Jika kita manusia berpuasa seperti puasanya ular ini maka selepas Ramadhan kita menjelma menjadi manusia-manusia yang tidak hanya makan nasi dan lauk-pauk yang lezat tetapi juga “makan” gelondongan kayu, minyak, batu bara, dan jabatan.

Ular mampu menelan bulat-bulat mangsanya meski mulut dan perutnya lebih lecil dari pada mangsanya. Demikian pula manusia. Ia juga “buas” mampu “menelan” bulat-bulat korupsi “makan” uang, harta dan jabatan yang semuanya secara jasmani tidak mungkin ditelan oleh mulut dan perutnya.

Jika seekor ulat yang lemah mampu berpuasa dan berubah menjadi seekor kupu-kupu yang indah adalah tidak pantas kita yang kuat mampu mengakat benda 1 kg tidak berpuasa. Jika kita tidak berpuasa maka kita lebih rendah derajat kita dari seekor binatang: ulat. 

Tetapi jika kita berpuasa dan tidak merubah diri kita lebih baik dan berpuasa seperti seekor ular maka sama saja kita berpuasa dan memakai baju baru pada hari Idul Fitri tetapi sifat "buas" masih tersimpan dalam diri kita. Kita tidak jauh beda dari seekor ular.


Surga dan orang bertakwa sama halnya taman bunga dan kupu-kupu
Jadi berpuasa yang manakah kita selama ini? Seekor ulat atau satu atau dua tingkat lebih baik dari ulat atau berpuasa seperti seekor ular? Ah, itu semua kembali kepada kita apakah kita menyambut panggilan mesra dari Allah: ‘Hai orang-orang yang beriman”, berpuasalah agar menjadi seekor “kupu-kupu” indah di taman surga Allah di akhirat kelak (orang bertakwa).

Sakaratul Maut

Dahsyatnya Proses Sakaratul Maut

"Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejab, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri". (Imam Ghozali mengutip atsar Al-Hasan).
Datangnya Kematian Menurut Al Qur'an :
  1. Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan resiko-resiko kematian.
    Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh". Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)
  2. Kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh atau berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka bumi ini.
    Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? (QS An-Nisa 4:7 8)
  3. Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar.
    Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS al-Jumu'ah, 62: 8)
  4. Kematian datang secara tiba-tiba.
    Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS, Luqman 31:34)
  5. Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat|
    Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Munafiqun, 63:11)

Dahsyatnya Rasa Sakit Saat Sakaratul Maut
Sabda Rasulullah SAW : "Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang" (HR Tirmidzi)
Sabda Rasulullah SAW : "Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?" (HR Bukhari)
Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW .
Ka'b al-Ahbar berpendapat : "Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa".
Imam Ghozali berpendapat : "Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki".
Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. "Wahai manusia !", kata pria tersebut. "Apa yang kalian kehendaki dariku? Limapuluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku."
Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekular, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi.
Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezhaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah. Wallahu a'lam bis shawab.
Sakaratul Maut Orang-orang Zhalim
Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Ibrahim as pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.
Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik paksa roh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar roh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.
Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan roh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.
Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS Al-An'am 6:93)
(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); "Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun". (Malaikat menjawab): "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan". Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS, An-Nahl, 16 : 28-29)
Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zhalim, si malaikat akan berkata, "Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik ! " Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu.
Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka".
Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zhalim di neraka, "Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka". Naudzu bila min dzalik!
Sakaratul Maut Orang-orang Yang Bertaqwa
Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Assalamu alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS, An-Nahl, 16 : 30-31-32)
Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, "Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu".

Detik-detik Sakaratul Maut Rasulullah SAW


Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya.
Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surge bersama aku. ” Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua, ” desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam, ” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya, ” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut, ” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri,tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapa Allah? “Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, “kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini? “Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya, ” kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini. ” Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril? “Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. ” Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal, ” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu. “
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku” Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wasalim ‘alaihi.

Wallahu a'lam bish-shawab.
Semoga kita yang masih hidup dapat selalu dikaruniai hidayah-Nya, berada dalam jalan yang benar, selalu istiqomah dalam keimanan, dan termasuk umat yang dimudahkan-Nya, selama hidup di dunia, di akhir hidup, ketika sakaratul maut, di alam barzakh, di Padang Mahsyar, di jembatan jembatan Sirath-al mustaqim, dan seterusnya.