Sabtu, 06 April 2013

Hal Yang Lucu, tentang Komputer


Setiap ada barang revolusioner baru yang muncul. Ada saja hal-hal aneh yang ikut nimbrung disisinya. Salah satunya adalah ketika komputer pertama kali muncul. Ketika saat ini balita pun mungkin sudah bisa memegang dengan benar benda bernama “Mouse”, saat itu orang dewasa pun masih bingung bahkan ketakutan sama yang namanya Mouse. Silahkan baca berbagai kejadian lucu ketika komputer pertama kali diciptakan.

  1. Compaq pernah mempertimbangkan untuk mengubah perintah “Press ANY Key” menjadi “Press ENTER Key” dikarenakan banyaknya telefon yang menanyakan letak tombol “ANY” di keyboard.
  2. AST Technical Support menerima laporan konsumen karena kesulitan menggunakan mouse. Saat Techinal Support berkunjung, mereka menemukan mouse tersebut tidak bisa digunakan… karena masih terbungkus rapi di dalam plastiknya. Penggunanya (seorang wanita) takut dengan mouse (tikus) sehingga tidak berani mengeluarkannya dari dalam plastik. Takut diserang mouse komputer?
  3. Di tahun 1980-an, ketika disket masih berukuran besar, Teknisi Compaq pernah menerima keluhan seorang konsumen yang disketnya tidak terbaca oleh drive-disk komputer. Setelah diselidiki, ternyata konsumen itu sebelumnya memasukkan disket ke dalam mesin tik dan mengetikkan label yang tertempel di disket itu.
  4. Sebuah keluhan lain dari konsumen AST yang mengatakan disket mereka terkena virus yang sulit dibersihkan. Petugas AST meminta orang itu mengirimkan kopi disket yang terinfeksi itu untuk dipelajari. Beberapa hari kemudian, petugas AST menerima foto kopi disket dari konsumen tersebut.
  5. Seorang konsumen DELL mengeluhkan kalau dia tidak dapat mengirimkan fax via komputer. Setelah diarahkan selama 40 menit lewat telepon, petugas DELL menemukan kalau konsumen itu mencoba mengefax via komputer dengan cara memegang kertas yang akan di fax di depan monitor, sambil menekan tombol “SEND” di layar.
  6. Seorang konsumen DELL lain mengeluh karena keyboard yang digunakannya sudah tidak bisa berfungsi sejak dibersihkan. Ketika ditanya caranya membersihkan keyboard, dia menjelaskan, “Saya mencuci dan menggosok semua bagian keyboard dengan sabun, dan membilasnya dengan air, lalu menjemurnya.
  7. Seorang konsumen DELL marah besar karena tidak bisa menyalakan komputer yang baru dibelinya. “Semua sudah terpasang dengan baik. Tapi setiap kali saya tekan pedal kaki, tidak terjadi apa-apa.” Setelah diselidiki ternyata “pedal kaki” yang dimaksud orang itu adalah: mouse.
  8. Seorang lagi konsumen DELL marah besar karena komputer barunya tidak nyala. Dia menjelaskan semua sudah terpasang dengan benar, dan ketika dia menunggu selama 20 menit, tidak terjadi apa-apa pada komputernya. Ketika teknisi DELL menanyakan apakah “power switch” sudah dinyalakan, dia balik bertanya, “Power switch apa?”
  9. Berikut adalah tanya-jawab antara petugas Novell NetWire dengan seorang konsumen :
  • Penelepon (X) : Hallo, dengan Tech Support.
  • Novell (Y) : Ya, bisa dibantu?
  • (X): Tatakan cangkir di PC saya patah. Apa mungkin saya bisa menggantinya?
  • (Y): Tatakan cangkir? Apakah itu hadiah saat Anda membeli komputer?
  • (X) : Tidak. Tatakan cangkir ini sudah ada di komputer saya. Dan ketika saya meletakkan gelas saya di atasnya, tatakan itu patah. Yang saya ketahui, di bagian depan tatakan itu ada tulisan “CD-ROM, 16X”.

  • (Saat itu juga, petugas Novell langsung mematikan telepon dan tertawa terbahak-bahak)
  • Mancing Mania..

    Mau Nggak Mancing Ama Denise Milani yg Sexy


    Denise Milani SexyDenise Milani SexyDenise Milani SexyDenise Milani SexyDenise Milani SexyDenise Milani SexyDenise Milani Sexy

    Kesalahan2 didalam Shalat Jum'at.

    Pada artikel sebelumnya, Ayah_Alif telah menjelaskan tentang "Shalat Jum'at". Masih melanjutkan dari artikel sebelumnya, Ayah_Alif ingin menjabarkan tentang "Kesalahan2 Didalam Shalat Jum'at". 



    Shalat Jum'at adalah amal ibadah yang paling khusus dan istimewa pada hari Jum'at. Pelaksanaanya memiliki kekhususan yang berbeda dengan shalat-shalat lainnya, khususnya Dzuhur yang sama waktunya. Dari cara bersuci, sangat dianjurkan untuk mandi besar sebagaimana mandi janabat. Cara berpakaian, sangat dianjurkan memakai pakaian terbagus dan menggunakan wewangian. Berangkatnya ke masjid, sangat-sangat dianjurkan lebih awal dengan janji pahala yang lebih besar daripada yang datang berikutnya. Sebelum shalat dimulai, diawali dengan khutbah yang harus diperhatikan dengan seksama oleh jama'ah. Jama'ah tidak boleh tidur, mengobrol dan berbicara dengan kawannya, atau sibuk dengan kegiatan yang bisa memalingkan dari mendengarkan khutbah. Jika hal tersebut dilanggar maka pahala shalat Jum'at dan keutamannya tidak akan didapatkan.
    • MENGULUR WAKTU DATANG KE MASJID SEHINGGA KHATIB NAIK MIMBAR
    Di antara kaum muslimin ada yang berlambat-lambat ketika mendatangi shalat Jum’at sehingga khatib naik mimbar. Padahal dengan demikian itu mereka telah kehilangan banyak kebaikan serta pahala yang melimpah.

    Di dalam ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) disebutkan, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub kemudian dia berangkat ke masjid, maka seakan-akan dia berkurban dengan unta. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan kambing yang bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, maka seakan-akan dia berkurban dengan telur. Jika imam (khatib) telah datang, maka Malaikat akan hadir untuk mendengarkan Khutbah.”

    Maksudnya, para Malaikat itu menutup lembaran catatan pahala bagi mereka yang terlambat sehingga tidak mendapatkan pahala yang lebih bagi orang-orang yang masuk masjid (di saat khatib sudah naik mimbar). Pengertian tersebut diperkuat oleh hadits berikut ini: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani. Dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pada hari Jum’at para Malaikat duduk di pintu-pintu masjid yang bersama mereka lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat orang-orang (yang datang untuk shalat), di mana jika imam (khatib) telah datang menuju ke mimbar, maka lembaran-lembaran catatan itu akan ditutup.” 

    Lalu kutanyakan, “Hai Abu Umamah, kalau begitu bukankah orang yang datang setelah naiknya khatib ke mimbar berarti tidak ada Jum’at baginya?” Dia menjawab, “Benar, tetapi bukan bagi orang yang telah dicatat di dalam lembaran-lembaran catatan.”
    • TIDAK MANDI, TIDAK PULA MEMAKAI WANGI-WANGIAN, DAN TIDAK BERSIWAK PADA HARI JUM’AT 
    Di antara jama’ah ada juga yang mengabaikan masalah mandi dan memakai wangi-wangian pada hari Jum’at. Padahal Islam menghendaki kaum muslimin supaya berkumpul pada hari Jum’at pada pertemuan mingguan dalam keadaan sesempurna mungkin, berpenampilan paling baik, serta memakai wangi-wangian yang paling wangi sehingga orang lain tidak terganggu oleh bau yang tidak sedap. Serta tidak juga mengganggu para Malaikat.

    Di dalam kitab ash-Shahiihain disebutkan, dari Abu Bakar bin al-Munkadir, dia berkata, ‘Amr bin Sulaim al-Anshari pernah memberitahuku, dia berkata, Aku bersaksi atas Abu Sa’id yang mengatakan, Aku bersaksi bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mandi pada hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang sudah baligh. Dan hendaklah dia menyikat gigi serta memakai wewangian jika punya.”

    Di dalam kitab Shahiih al-Bukhari juga disebutkan, dari Salman al-Farisi, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah seseorang mandi dan bersuci semampunya pada hari Jum’at, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi di rumahnya kemudian keluar lalu dia tidak memisahkan antara dua orang (dalam shaff) kemudian mengerjakan shalat dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yang terjadi) antara Jum’atnya itu dengan Jum’at yang berikut-nya.”
    • TIDAK MAU MENEMPATI BARISAN (SHAFF) PERTAMA MESKI DATANG LEBIH AWAL 
    Di antara jama’ah ada yang datang ke masjid lebih awal dan mendapati barisan pertama masih kosong, tetapi dia malah memilih untuk menempati barisan kedua atau ketiga agar bisa bersandar ke tiang misalnya, atau memilih barisan belakang sehingga dia bisa bersandar ke dinding misalnya. Semuanya itu bertentangan dengan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk segera menduduki barisan pertama yang didapatinya selama dia bisa sampai ke tempat tersebut, karena agungnya pahala yang ada padanya serta banyaknya keutamaan yang terkandung padanya. Dan seandainya dia tidak bisa sampai ke tempat itu kecuali dengan cara undian, maka hendaklah dia melakukan hal tersebut sehingga dia tidak kehilangan pahala yang melimpah itu.

    Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya orang-orang itu mengetahui apa yang terdapat pada seruan adzan dan shaff pertama kemudian mereka tidak mendapatkan jalan, kecuali harus melakukan undian, niscaya mereka akan melakukannya.”

    Dan dalam riwayat Muslim disebutkan: “Seandainya kalian atau mereka mengetahui apa yang terdapat di shaff terdepan, niscaya akan dilakukan undian.”

    Dengarlah keutamaan yang melimpah bagi orang yang bersuci dan bersegera mendatanginya. 

    Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, yang dinilai hasan oleh at-Tirmidzi serta dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih as-Sunan, dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at dan membersihkan diri, lalu cepat-cepat dan bergegas, serta berjalan kaki dan tidak menaiki kendaraan, juga mendekati posisi imam, kemudian mendengarkan lagi tidak lengah, maka baginya setiap langkah amalan satu tahun, dengan pahala puasa dan qiyamul lail yang ada pada tahun itu.”

    Mengenai penafsiran kalimat, ghassala wa ightasala, para ulama memiliki dua pendapat: 
    1. Membasahi kepala dan mandi, sebagai upaya membersihkan diri secara maksimal. Dan ini merupakan pendapat Ibnul Mubarak.
    2. Mencampuri isterinya sehingga dia harus membersihkan diri dan mandi. Dan inilah pendapat Waki’.
    Mereka mensunnahkan seseorang mencampuri isterinya pada hari Jum’at karena dua alasan: 
    1. Agar nafsu syahwatnya tersalurkan pada tempat yang halal sehingga dia berangkat menunaikan shalat Jum’at dan bisa menundukkan pandangan, mengonsentrasikan pikiran untuk mendengarkan khutbah dan mengambil pelajaran dari nasihat yang disampaikan.
    2. Mudah-mudahan dengan apa yang dilakukannya itu Allah akan memberikan berkah sehingga akan mengeluarkan dari tulang rusuknya anak-anak yang shalih, sehingga dengan demikian itu telah menanamkan benihnya pada hari yang penuh berkah, yaitu hari Jum’at. Di antara yang memperkuat makna itu adalah: “Barangsiapa mandi seperti mandi janabat pada hari Jum’at dan kemudian pergi berangkat…”
    Bakkara wa ibtakara, ada yang mengatakan, Hal tersebut sebagai ta’kiid (penekanan) dan ada juga yang mengatakan: bakkara berarti berangkat pagi-pagi ke masjid. Ibtakara berarti mendengar khuthbah dari sejak awal.

    Danaa min al-Imaam berarti menempati barisan-barisan pertama yang dekat dengan imam (khatib).

    Fastama’a walam yalghu berarti mendengarkan khutbah dan tidak lengah darinya oleh aktivitas lainnya.
    • MELANGKAHI PUNDAK JAMA’AH YANG DATANG LEBIH AWAL PADA HARI JUM’AT 
    Di antara kaum muslimin ada yang datang terlambat ke masjid, sehingga dia menyela jama’ah yang datang lebih awal dan duduk dengan melangkahi pundak mereka sehingga dia sampai ke barisan pertama. Dan ini jelas salah. Mestinya dia harus menempati tempat yang terakhir kali ia dapatkan.

    Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pada hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khutbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat.”
    • ORANG YANG MASUK KE MASJID BERDIRI DAN MENUNGGU SAMPAI ADZAN SELESAI DIKUMANDANGKAN, BARU KEMUDIAN MENGERJAKAN SHALAT TAHIYYATUL MASJID 
    Sebagian orang jika memasuki masjid sedang khathib sudah berada di atas mimbar dan muadzin masih mengumandangkan adzan maka dia akan tetap berdiri sambil menunggu adzan selesai. Dan ketika muadzin selesai mengumandangkan adzan dan khatib menyampaikan khutbah, baru dia mulai mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid. Ini merupakan tindakan yang salah. Mendengar adzan adalah sunnah, sementara mendengar khutbah adalah wajib, sehingga yang wajib harus diutamakan. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mengabaikan yang wajib untuk menunaikan yang sunnah.

    Dengan demikian, yang benar adalah memulai shalat Tahiyyatul Masjid langsung ketika sampai di masjid meskipun muadzin tengah mengumandangkan adzan agar dia bisa mendengar khutbah secara lengkap.
    • BERBICARA SAAT KHUTBAH TENGAH BERLANGSUNG
    Di antara jama’ah ada juga yang berbincang dengan orang secara perlahan di sekitarnya saat khutbah tengah berlangsung. Dan ini jelas salah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk diam guna mendengarkan khutbah Jum’ah dengan seksama.

    Sebagaimana yang telah kami sampaikan sebelumnya, yaitu satu hadits yang diriwayatkan empat perawi dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at dan membersihkan diri, lalu cepat-cepat dan bergegas, serta berjalan kaki dan tidak menaiki kendaraan, juga mendekati posisi imam, kemudian mendengarkan lagi tidak lengah, maka baginya setiap langkah amalan satu tahun, dengan pahala puasa dan qiyamul lail yang ada pada tahun itu.”

    Di dalam kitab ash-Shahiihain telah disebutkan dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika engkau mengatakan kepada temanmu, ‘Diam,’ pada hari Jum’at dan imam sedang berkhutbah, berarti engkau telah berbuat sia-sia.” 

    Lalu apa hukuman bagi orang yang berbicara atau melangkahi pundak jama’ah? 
    Hukumannya adalah tidak ditetapkan baginya pahala shalat Jum’at dan dia juga tidak akan mendapatkan keutamaannya, dan shalat Jum’at itu hanya akan menjadi shalat Zhuhur baginya.

    Yang demikian itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah yang dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at, lalu memakai minyak wangi isterinya jika dia punya, dan mengenakan pakaian yang bagus, lalu tidak melangkahi pundak orang-orang, serta tidak lengah saat diberi nasihat (khutbah), maka hal itu menjadi penghapus dosa (kecil) antara keduanya. Dan barangsiapa lengah dan melangkahi pundak orang-orang, maka shalat Jum’atnya itu menjadi shalat Zhuhur baginya. ”
    • JAMA’AH TIDUR SEMENTARA KHATIB TENGAH MENYAMPAIKAN KHUTBAHNYA 
    Sebagian orang tertidur sementara khatib sudah berada di atas mimbar. Dan ini jelas salah dan dia harus dibangunkan untuk mendengarkan nasihat.

    Ibnu Sirin mengatakan, “Mereka memakruhkan tidur ketika khatib khutbah. Dan mereka berkata tegas mengenai hal tersebut.”

    Dan disunnahkan bagi orang yang dihinggapi rasa kantuk untuk pindah dari tempatnya ke tempat lain di masjid. Mengenai hal tersebut telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dengan sanad shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika salah seorang di antara kalian mengantuk di tempat duduknya pada hari Jum’at, maka hendaklah dia pindah (bergeser) dari tempat itu ke tempat lainnya.”
    • BERSANDARNYA SEBAGIAN ORANG KE DINDING DAN TIDAK MENGHADAP KHATIB 
    Ada sebagian orang yang dalam mendengarkan khutbah Jum’at lebih senang bersandar ke dinding atau tiang dan tidak menghadap ke arah khatib, bahkan mereka membelakanginya. Dan ini jelas bertentangan dengan petunjuk para Sahabat Nabi di dalam khutbah Jum’at dan juga bertolak belakang dengan etika mendengar khutbah.

    Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan, “Jika berkhutbah Jum’at, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara Sahabat-Sahabat beliau menghadapkan wajah mereka ke arah beliau.”

    Dari Muthi’ al-Ghazal dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sudah menaiki mimbar, maka kami pun menghadapkan wajah kami ke arah beliau.”

    Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami langsung menghadapkan wajah kami ke arah beliau.”

    Dari Abban bin ‘Abdullah al-Bajali, dia berkata, Aku pernah melihat ‘Adi bin Tsabit menghadapkan wajahnya ke arah khatib jika khatib itu berdiri sambil berkhutbah. Lalu aku tanyakan kepadanya, “Aku lihat engkau menghadapkan wajahmu ke khatib?” Dia menjawab, “Karena aku pernah melihat para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut.”

    Dari Nafi’, mantan budak Ibnu ‘Umar bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar mengerjakan shalat sunnah pada hari Jum’at hingga selesai sebelum khatib keluar, dan ketika khatib telah datang sebelum khatib itu duduk, dia (‘Abdullah bin ‘Umar) menghadapkan wajah ke arahnya. 

    Imam Ibnu Syihab az-Zuhri rahimahullahu mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menyampaikan khutbahnya, maka mereka langsung mengarahkan wajah mereka kepadanya sampai beliau selesai dari khutbahnya" 

    Imam Yahya bin Sa’id al-Anshari rahimahullahu mengatakan, “Yang sunnah untuk dilakukan adalah jika khatib sudah duduk di atas mimbar pada hari Jum’at, maka hendaklah semua orang mengarahkan wajah ke arahnya.”

    Al-Atsram mengatakan, aku pernah katakan kepada Abu ‘Abdullah, “Ketika khatib berada agak jauh di sebelah kananku, maka apakah jika aku ingin menghadap kepadanya, aku harus mengalihkan wajahku dari arah kiblat?” Dia menjawab, “Ya, arahkan wajahmu kepadanya.”

    Imam Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi orang-orang untuk menghadap ke arah khatib jika dia tengah berkhutbah. Dan itu merupakan pendapat Malik, at-Tsauri, al-Auza’i, asy-Syafi’i, Ishaq, dan Ashabur rayi.”

    Ibnu Mundzir rahimahullahu mengatakan, “Hal itu bagaikan ijma’ (kesepakatan para ulama).”

    At-Tirmidzi rahimahullahu mengatakan, “Pengamalan terhadap hal tersebut dilakukan oleh para ulama dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga yang lainnya mereka menyunnahkan untuk menghadap ke khatib jika dia tengah berkhutbah.”
    • MEMAINKAN BIJI TASBIH ATAU KUNCI SAAT KHUTBAH BERLANGSUNG 
    Sebagian orang ada yang melakukan hal yang sia-sia baik dengan kunci-kunci atau biji tasbih yang ada di tangannya saat mendengar khutbah Jum’at. Ini jelas bertentangan dengan ketenangan dan perhatian terhadap peringatan dan nasihat yang disampaikan kepadanya.

    Bahkan hal tersebut masuk ke dalam kelengahan yang dilarang untuk dilakukan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang memegang batu kerikil berarti dia telah berbuat sia-sia.”

    Dan terkadang ada juga salah seorang dari mereka yang mengeluarkan kayu siwak dan bersiwak saat khutbah tengah berlangsung. Ini juga termasuk dalam kategori lengah (berbuat sia-sia).
    • MEMISAHKAN DUA ORANG YANG DUDUK BERDAMPINGAN PADA HARI JUM’AT
    Terkadang ada orang yang datang terakhir ke masjid, lalu melangkahi pundak-pundak jama’ah yang datang lebih awal serta memisahkan duduk orang-orang agar dia bisa sampai di barisan pertama. Dan ini merupakan satu hal yang dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani.

    “Dari Jabir bin ‘Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pada hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khuthbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat.”

    Kemudian orang yang memisahkan di antara dua orang ini, yakni dengan melangkahi keduanya atau duduk di antara keduanya benar-benar telah kehilangan pahala yang besar, yaitu yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Salman al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi rumahnya kemudian keluar lalu dia tidak memisahkan antara dua orang dan kemudian mengerjakan shalat sunnah dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yang terjadi) antara Jum’atnya itu dengan Jum’at yang berikutnya”.

    Al-Hafizh rahimahullahu mengatakan, “Setelah dilakukan penghimpunan terhadap jalan-jalan dan lafazh-lafazh hadits, maka tampak sekumpulan dari apa yang kami sampaikan tadi bahwa penghapusan dosa dari hari Jum’at ke Jum’at berikutnya itu dengan syarat adanya semua hal berikut ini:
    1. Mandi dan membersihkan diri.
    2. Memakai minyak wangi atau minyak rambut.
    3. Memakai pakaian yang paling bagus.
    4. Berjalan kaki dengan penuh ketenangan.
    5. Tidak melangkahi pundak jama’ah yang datang lebih awal.
    6. Tidak memisahkan antara dua orang yang berdampingan.
    7. Tidak mengganggu.
    8. Mengerjakan amalan-amalan sunnah.
    9. Diam.
    10. Tidak melakukan aktivitas yang melengahkan” 
    Lebih lanjut, al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Di dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr disebutkan, ‘Oleh karena itu, barangsiapa melangkahi orang atau melakukan hal yang melengahkan, maka baginya shalat Jum’at itu hanya shalat Zhuhur semata"
    • TIDAK MEMISAHKAN ANTARA SHALAT JUM’AT DAN SHALAT SUNNAHNYA DENGAN PINDAH TEMPAT ATAU PEMBICARAAN 
    Di antara kaum muslimin ada yang mengerjakan shalat Jum’at, kemudian berdiri dan langsung mengerjakan shalat sunnah Ba’diyah. Dan ini jelas salah.

    Yang benar adalah pindah ke tempat lain untuk kemudian mengerjakan shalat sunnah atau minimal berbicara meski hanya dengan sedikit dzikir atau tasbih atau yang semisalnya untuk menyempurnakan pemisahan antara shalat Jum’at dengan shalat sunnahnya.

    Yang menjadi dalil bagi hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahiihnya dari ‘Umar bin ‘Atha’ bin Abil Khuwar:

    “Bahwa Nafi’ bin Jubair pernah mengutusnya menemui as-Saib, anak dari saudara perempuan Namr untuk menanyakan kepadanya tentang sesuatu yang dilihatnya dari Mu’awiyah dalam shalat, maka dia menjawab, ‘Ya, aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersamanya di dalam maqshurah. Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untuk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk, dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, ‘Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dengan suatu shalat sehingga engkau berbicara atau keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tidak menyambung shalat sehingga kita berbicara atau keluar.’”

    An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalamnya terdapat dalil atas apa yang dikemukakan oleh rekan-rekan kami bahwa shalat-shalat nafilah rawatib dan juga yang lainnya disunnahkan untuk berpindah dari tempat pelaksanaan shalat fardhu ke tempat lain.

    Tetapi perlu saya kemukakan, shalat nafilah (sunnah) di rumah lebih afdhal (utama) dengan beberapa dalil berikut: Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin ‘Abdullah Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian selesai menunaikan shalat di masjid, maka hendaklah dia memberikan bagian untuk rumah tersebut di dalam shalatnya, karena sesungguhnya Allah memberikan kebaikan di dalam rumahnya dari shalatnya itu.”

    Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kerjakanlah sebagian dari shalat kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian menjadikannya laksana kuburan.” An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Artinya, shalatlah di rumah kalian dan janganlah engkau menjadikan tempat tinggal kalian itu seperti kuburan yang tidak pernah ditempati untuk shalat. Dan yang dimaksudkan di sini adalah shalat sunnah. Dengan kata lain: kerjakanlah shalat sunnah di rumah kalian.”
    Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah kalian mengerjakan shalat di rumah kalian, karena sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib.”
    • MENINGGALKAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM PADA HARI JUM’AT 
    Sebagian orang ada yang lalai untuk bershalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jum’at, meskipun keutamaannya sangat besar, pahalanya pun begitu melimpah, khususnya pada hari Jum’at.

    Telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim, yang dinilai shahih olehnya serta disetujui oleh adz-Dzahabi dan al-Albani.

    Dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik hari-hari kalian adalah hari Jum’at, karenanya perbanyak shalawat atas diriku pada hari tersebut, karena shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.” Lalu para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami akan diperlihatkan kepadamu sedang engkau telah hancur lebur?” Dia berkata, dia mengatakan, “Telah rusak berserakan.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan tanah dari memakan jasad-jasad para Nabi.”

    Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seseorang memberikan salam (shalawat) kepadaku melainkan Allah akan mengembalikan ruhku sehingga aku bisa menjawab salam (shalawat) padanya.”

    Dan shighah (bentuk) shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling baik adalah yang ditetapkan di dalam kitab ash-Shahiihain, sebagai berikut: Dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallahu ‘anhu, ditanyakan, “Wahai Rasulullah, mengenai salam kepadamu, maka kami telah mengetahuinya, tetapi bagaimana kami harus bershalawat kepadamu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    “Ucapkanlah, ‘Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah berikan berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” 
    • TIDAK MENGERJAKAN SHALAT TAHIYYATUL MASJID KETIKA KHATIB TENGAH MENYAMPAIKAN KHUTBAH 
    Di antara kaum muslimin ada yang selalu me-ngerjakan shalat Tahiyyatul Masjid, karena dia mengetahui bahwa shalat tersebut adalah sunnah muakadah (yang ditekankan).

    Yang demikian itu didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
    “Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sehingga mengerjakan shalat dua rakaat.”

    Tetapi, jika dia masuk masjid ketika khatib sedang menyampaikan khutbah maka dia langsung duduk dan tidak mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid. Dan jika ditanyakan kepadanya mengenai alasan tindakannya itu maka dia menjawab, karena aku pernah mendengar satu hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di dalamnya beliau bersabda, “Jika seorang khatib telah menaiki mimbar, maka tidak ada shalat dan pembicaraan.” 

    Maka dapat kami katakan bahwa hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali) yang tidak bisa dijadikan sebagai dalil pijakan. Telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam kitab al-Kabiir dan di dalam sanadnya terdapat Ayyub bin Nuhaik, dia munkarul hadits. Oleh karena itu, hadits ini dinilai dha’if oleh al-Haitsami di dalam kitab Maj-ma’uz Zawaa-id (II/184) dan juga al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitab Fat-hul Baari (II/409).

    Sementara itu, al-Albani di dalam kitab, Sil-silah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 87) mengatakan, “Hadits ini bathil.” 

    Bahkan telah ditegaskan perintah untuk mengerjakan shalat dua rakaat tersebut bagi orang yang datang ketika khatib sedang menyampaikan khutbahnya. Di dalam kitab ash-Shahiihain disebutkan: Dari Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata, Ada seseorang datang ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khutbah kepada jama’ah pada hari Jum’at, lalu beliau bertanya: “Apakah kamu sudah mengerjakan shalat (Tahiyyatul Masjid), hai fulan? “Belum,” jawabnya. Maka beliau bersabda: “Berdiri dan kerjakanlah shalat dua rakaat.” 

    Dalam riwayat Muslim disebutkan dari Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata, Sulaik al-Ghathafani pernah datang ke masjid pada hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah memberi khutbah lalu dia langsung duduk, maka beliau berkata kepadanya, “Wahai Sulaik, berdiri dan kerjakanlah shalat dua rakaat dan perpendeklah dalam mengerjakan shalat tersebut.” Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang di antara kalian datang (ke masjid) pada hari Jum’at sedang imam tengah berkhutbah, maka hendaklah dia mengerjakan shalat 2 rakaat dan perpendeklah shalat tersebut.”

    Jumat, 05 April 2013

    Shalat Jum'at


    Melaksanakan shalat jum’at adalah Fardhu ‘ain bagi setiap muslim, kecuali lima orang : Hamba sahaya, wanita, anak-anak, orang yang sakit, atau Musafir. Allah berfirman dalam (QS. Al Jumua’ah : 9)

    Dari Thariq bin Syihab, dari Nabi beliau bersabda : “ Shalat jum’at dengan berjama’ah wajib bagi setiap muslim kecuali empat : Hamba Sahaya, wanita , anak-anak, atau orang sakit” [HR. Abu Daud/ 942,(sunan Abi Daud)]

    Dari Ibnu Umar, dari Nabi Beliau bersabda : “ Shalat jum’at tidak wajib bagi musafir” [HR. Ad Daruquthni/ II no 4]


    Allah telah memberikan karunia yang besar pada kita dengan adanya shalat Jum’at. Di antara keutamaan shalat tersebut bisa menghapuskan dosa dan kesalahan, juga bisa meninggikan derajat seorang mukmin, bi idznillah.
    Di antara keutamaan atau fadhilah shalat Jum’at adalah sebagai berikut:

    1- Menghapuskan Dosa (Baca juga Artikel tentang "18 Amalan Penghapus Dosa")

    Dikeluarkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    الصَّلاَةُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ
    “Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, itu dapat menghapuskan dosa di antara keduanya selama tidak dilakukan dosa besar.” (HR. Muslim no. 233).

    2- Saat Allah menyempurnakan Islam dan mencukupkan nikmat

    Pada hari itu, Allah menyempurnakan bagi orang beriman agama mereka, Dia pun mencukupkan nikmat-Nya, dan itu terjadi pada hari Jum’at. Allah Ta’ala berfirman,

    الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
    “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al Ma’idah: 3).

    Ketika Ibnu ‘Abbas membaca ayat di atas, beliau berkata, “Orang Yahudi mengatakan:

    لو نزلت هذه الآية علينا، لاتخذنا يومها عيدًا!

    Seandainya ayat ini turun di tengah-tengah kami, niscaya kami akan merayakan hari turunnya ayat tersebut sebagai ‘ied (hari besar atau hari raya). Ibnu ‘Abbas berkata bahwa ayat ini turun saat bertemunya dua hari raya yaitu hari raya ‘ied (haji akbar) dan hari Jum’at. (Disebutkan pula oleh Ibnu Jarir Ath Thobari dalam kitab tafsirnya)

    3- Hari yang disebut Asy Syahid

    Para ulama menafsirkan mengenai ayat,

    وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ

    “Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.” (QS. Al Buruj: 3), dengan hari Jum’at. Sebagaimana kata Ibnu ‘Umar yang dimaksud asy syahid dalam ayat tersebut adalah hari Jum’at, sedangkan al masyhud adalah hari nahr (Idul Adha). (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 9: 70-71)

    4- Jika bersegera menghadiri shalat Jum’at, akan memperoleh pahala yang besar.

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

    “Barangsiapa mandi pada hari jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) ketiga maka dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi khuthbah), maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khuthbah tersebut).” (HR. Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)

    5- Setiap langkah menuju shalat jum’at mendapat ganjaran puasa dan shalat setahun

    Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَغَسَّلَ ، وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ ، وَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا أَجْرُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا

    “Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits dalam Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3).

    Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menyebutkan,

    وَتَبَيَّنَ بِمَجْمُوعِ مَا ذَكَرْنَا أَنَّ تَكْفِير الذُّنُوب مِنْ الْجُمُعَة إِلَى الْجُمُعَة مَشْرُوط بِوُجُودِ جَمِيع مَا تَقَدَّمَ مِنْ غُسْل وَتَنْظِيف وَتَطَيُّب أَوْ دَهْن وَلُبْس أَحْسَن الثِّيَاب وَالْمَشْي بِالسَّكِينَةِ وَتَرْك التَّخَطِّي وَالتَّفْرِقَة بَيْن الِاثْنَيْنِ وَتَرْك الْأَذَى وَالتَّنَفُّل وَالْإِنْصَات وَتَرْك اللَّغْو

    “Jika dilihat dari berbagai hadits yang telah disebutkan, penghapusan dosa yang dimaksud karena bertemunya Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya bisa didapat dengan terpenuhinya syarat sebagaimana yang telah disebutkan yaitu mandi, bersih-bersih diri, memakai harum-haruman, memakai minyak, memakai pakaian terbaik, berjalan ke masjid dengan tenang, tidak melangkahi jama’ah lain, tidak memisahkan di antara dua orang, tidak mengganggu orang lain, melaksanakan amalan sunnah dan meninggalkan perkataan laghwu (sia-sia).” (Fathul Bari, 2: 372).

    Peringatan agar tidak menyepelekan

    Dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah, mereka berdua mendengar Rasulullah bersabda di atas mimbar :

    “Hendaklah orang-orang benar-benar berhenti meninggalkan shalat jum’at. Atau Allah akan menutup hati mereka sehingga mereka benar-benar menjadi orang-orang yang lalai” [HR. Muslim (II/8650)].

    Dari Abu Ja’d Adh- Dhamri, Rasulullah bersabda :

    “ Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat jum’at karena menyepelekannya, Allah akan menutup hatinya” [HR.Abu Daud/ 923]

    Dari Usamah bin Zaid, dari Nabi Beliau bersabda :

    “ Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat jum’at tanpa udzur, maka ia dicatat dalam golongan orang-orang munafiq” [HR.At Thabrani (I/4220).


    Khutbah

    Hukumnya wajib. Karena Beliau senantiasa malakukannya dan tidak pernah meninggalkannya sama sekali.


    Petunjuk Nabi dalam khutbah

    Rasulullah bersabda :

    “ Sesungguhnya panjangnya shalat dan singkatnya khutbah seorang menunjukan kefaqihannya (kefahamannya). Maka panjangkanlah shalat dan persingkatlah khutbah. Sesungguhnya kata-kata yang indah ibarat sihir” [HR. Muslim (II/869)].

    Dari Jabir bin Samurah, ia berkata, “Aku pernah shalat bersama Nabi selama beberapa kali. Shalat dan khutbah Beliau seimbang” [HR. Muslim (II/886)].

    Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata : “ Jika Rasulullah berkhutbah , kedua mata Beliau memerah, suaranya meninggi dan semangatnya berkobar. Seolah-olah Beliau memperingatkan pasukan sambil berkata, “ Musuh kalian akan datang pagi dan petang” [HR.Muslim (II/866)].



    Wajibnya diam dan larangan berbicara ketika khutbah berlangsung

    Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda : “ Jika pada hari jum’at, saat khatib sedang berkhutbah engkau berkata kepada temanmu “ diam”, maka engkau telah melakukan perbuatan yang sia-sia” [HR. Ibnu Majah /911]


    Shalat Sunnah sebelum dan sesudah Shalat Jum’at

    Dari Abu Hurairah, dari Nabi bersabda : “Barangsiapa mandi, kemudian datang ke Masjid untuk shalat jum’at, lalu shalat sunnah (semampunya). Setelah itu diam  mendengarkan khutbah hingga selesai, kemudian shalat berjama’ah, maka diampuni dosanya ketika itu hingga jum’at yang akan datang , dan di lebihkan tiga hari” [ HR. Muslim (II/857)]

    Barangsiapa datang sebelum rangkaian  shalat jum’at dimulai, maka hendaklah shalat sunnah semampunya hingga imam tiba. Adapun seusai shalat jum’at, maka boleh shalat empat atau dua rakaat sesuai keinginan.

    Dari Abu Hurairah ,ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda : “Jika salah seorang di antara kalian telah melaksanakan shalat jum’at, maka hendaklah shalat empat raka’at sesudahnya” [HR. Muslim (II/882)].

    Dari Ibnu Umar, "Nabi tidak shalat setelah jum’at hingga Beliau pulang dan shalat dua raka’at di rumahnya” [ Muttafaqun’alaihi].



    Semoga Allah memudahkan kita dalam melakukan amalan-amalan mulia di hari Jum’at

    Senin, 01 April 2013

    Dibalik Kesulitan, PASTI ada kemudahan.

    Pada artikel sebelumnya, Ayah_Alif telah menjelaskan tentang "Putus Asa". Tapi kali ini, Ayah_Alif ingin sedikit menjelaskan tentang potongan ayat dari Surat Alam Nasyoh. Karena Surat ini sering banget dibaca oleh Ayah_Alif n menjadi salah satu Surat Favorit. Karena didalam Surat ini, salah satu Alternatif/solusi terbaik dari setiap masalah yg menimpa kita. 



    فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)
    Ayat ini pun diulang setelah itu,
    إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6)

    Mengenai ayat di atas, ada beberapa faedah yang bisa kita ambil:

    Pertama: Di balik satu kesulitan, ada dua kemudahan

    Kata “al ‘usr (kesulitan)” yang diulang dalam surat Alam Nasyroh hanyalah satu. Al ‘usr dalam ayat pertama sebenarnya sama dengan al ‘usr dalam ayat berikutnya karena keduanya menggunakan isim ma’rifah (seperti kata yang diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Jika isim ma’rifah  diulang, maka kata yang kedua sama dengan kata yang pertama, terserah apakah isim ma’rifah tersebut menggunakan alif lam jinsi ataukah alif lam ‘ahdiyah.” Intinya, al ‘usr (kesulitan) pada ayat pertama sama dengan al ‘usr (kesulitan) pada ayat kedua.

    Sedangkan kata “yusro (kemudahan)” dalam surat Alam Nasyroh itu ada dua. Yusro (kemudahan) pertama berbeda dengan yusro (kemudahan) kedua karena keduanya menggunakan isim nakiroh (seperti kata yang tidak diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Secara umum, jika isim nakiroh itu diulang, maka kata yang kedua berbeda dengan kata yang pertama.” Dengan demikian, kemudahan itu ada dua karena berulang.Ini berarti ada satu kesulitan dan ada dua kemudahan.

    Dari sini, para ulama pun seringkali mengatakan, “Satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.” Asal perkataan ini dari hadits yang lemah, namun maknanya benar. Jadi, di balik satu kesulitan ada dua kemudahan.

    Note: Mungkin sebagian orang yang belum pernah mempelajari bahasa Arab kurang paham dengan istilah di atas. Namun itulah keunggulan orang yang paham bahasa Arab, dalam memahami ayat akan berbeda dengan orang yang tidak memahaminya. Oleh karena itu, setiap muslim hendaklah membekali diri dengan ilmu alat ini. Di antara manfaatnya, seseorang akan memahami Al Qur’an lebih mudah dan pemahamannya pun begitu berbeda dengan orang yang tidak paham bahasa Arab. Semoga Allah memberi kemudahan.

    Kedua: Akhir berbagai kesulitan adalah kemudahan
    Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Kata al ‘usr (kesulitan) menggunakan alif-lam dan menunjukkan umum (istigroq) yaitu segala macam kesulitan. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimana pun sulitnya, akhir dari setiap kesulitan adalah kemudahan.” Dari sini, kita dapat mengambil pelajaran, “Badai pastilah berlalu (after a storm comes a calm), yaitu setelah ada kesulitan pasti ada jalan keluar.”

    Ketiga: Di balik kesulitan, ada kemudahan yang begitu dekat
    Dalam ayat  di atas, digunakan kata ma’a, yang asalnya bermakna “bersama”. Artinya, “kemudahan akan selalu menyertai kesulitan”. Oleh karena itu, para ulama seringkali mendeskripsikan, “Seandainya kesulitan itu memasuki lubang binatang dhob (yang berlika-liku dan sempit, pen), kemudahan akan turut serta memasuki lubang itu dan akan mengeluarkan kesulitan tersebut.” Padahal lubang binatang dhob begitu sempit dan sulit untuk dilewati karena berlika-liku (zig-zag). Namun kemudahan akan terus menemani kesulitan, walaupun di medan yang sesulit apapun.

    Allah Ta’ala berfirman,
    سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا “Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7) 

    Ibnul Jauziy, Asy Syaukani dan ahli tafsir lainnya mengatakan, “Setelah kesempitan dan kesulitan, akan ada kemudahan dan kelapangan.” Ibnu Katsir mengatakan, ”Janji Allah itu pasti dan tidak mungkin Dia mengingkarinya.”

    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً “Bersama kesulitan, ada kemudahan.” 

    Oleh karena itu, masihkah ada keraguan dengan janji Allah dan Rasul-Nya ini?

    Rahasia Mengapa di Balik Kesulitan, Ada Kemudahan yang Begitu Dekat

    Ibnu Rajab telah mengisyaratkan hal ini. Beliau berkata, “Jika kesempitan itu semakin terasa sulit dan semakin berat, maka seorang hamba akan menjadi putus asa dan demikianlah keadaan makhluk yang tidak bisa keluar dari kesulitan. Akhirnya, ia pun menggantungkan hatinya pada Allah semata. Inilah hakekat tawakkal pada-Nya. Tawakkal inilah yang menjadi sebab terbesar keluar dari kesempitan yang ada. Karena Allah sendiri telah berjanji akan mencukupi orang yang bertawakkal pada-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

    وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS. Ath Tholaq: 3).”

    Inilah rahasia yang sebagian kita mungkin belum mengetahuinya. Jadi intinya, tawakkal lah yang menjadi sebab terbesar seseorang keluar dari kesulitan dan kesempitan.

    Wahai manusia, setelah lapar ada kenyang, setelah haus ada kepuasaan, setelah begadang ada tidur pulas, dan setelah sakit ada kesembuhan. Setiap yang hilang pasti ketemu, dalam kesesatan akan datang petunjuk, dalam kesulitan ada kemudahan, dan setiap kegelapan akan terang benderang.

    Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya) atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya (QS. Al-Maidah:52)

    Sampaikan kabar gembira kepada malam hari bahwa sang fajar pasti datang mengusirnya dari puncak-puncak gunung dan dasar-dasar lembah. Kabarkan juga kepada orang yang dilanda kesusahan bahwa, pertolongan akan datang secepat kelebatan cahaya dan kedipan mata. Kabarkan juga kepada orang yang ditindas bahwa kelembutan dan dekapan hangat akan segera tiba.

    Saat anda melihat hamparan padang sahara yang seolah memanjang tanpa batas, ketahuilah bahwa dibalik kejauhan itu terdapat kebun yang rimbun penuh hijau dedaunan.

    Ketika anda melihat seutas tali meregang kencang, ketahuilah bahwa tali itu akan segera putus.

    Setiap tangisan akan berujung dengan senyuman, ketakutan akan berakhir dengan rasa aman, dan kegelisahan akan sirna oleh kedamaian.

    Kobaran api tidak mampu membakar tubuh Nabi Ibrahi a.s. Dan itu, karena pertolongan Ilahi membuka “jendela”seraya berkata:

    Hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatan bagi Ibrahim (QS. Al-Anbiya: 69)

    Lautan luas tak kuasa menenggelamkan Kalimur Rahman (Musa a.s). Itu, tak lain karena suara agung kala itu telah bertitah,

    Sekali-kali tidak akan tersusul. Sesungguhnya, Rabb-ku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku (QS. Asy-Syu’ara: 62)

    Ketika bersembunyi dari kejaran kaum kafir dalam sebuah gua, Nabi Muhammad s.a.w yang ma’shum mengabarkan kepada Abu Bakar bahwa Allah Yang Maha Tunggal dan Maha Tinggi ada bersama mereka. Sehingga, rasa aman, tentram dan tenang pun datang menyelimuti Abu Bakar.

    Mereka yang terpaku pada waktu yang terbatas dan kondisi yang (mungkin) sangat kelam, umumnya hanya akan merasakan kesusahan, kesengsaraan, dan keputusasaan dalam hidup mereka. Itu, karena mereka hanya menatap dinding-dinding kamar dan pintu-pintu rumah mereka. Padahal, mereka seharusnya menembuskan pandangan sampai kebelakang tabir dan berpikir lebih jauh tentang hal-hal yang berada diluar pagar rumahnya.

    Maka dari itu, jangan pernah merasa terhimpit sejengkalpun, karena setiap keadaan pasti berubah. Dan sebaik-baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. Betapapun, hari demi hari akan terus bergulir, tahun demi tahun akan selalu berganti, malam demi malam pun datang silih berganti. Meski demikian, yang gaib akan tetap tersembunyi, dan Sang Maha Bijaksana tetap pada keadaan dan segala sifat-Nya. Dan Allah mungkin akan menciptakan sesuatu yang baru setelah itu semua. Tetapi sesungguhnya, setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan..

    Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan orang yang sabar dalam menghadapi setiap ketentuan-Mu. Jadikanlah kami sebagai hamba-Mu yang selalu bertawakkal dan bergantung pada-Mu. Amin Ya Mujibas Saa-ilin.


    Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.


    Kriteria Laki2 Idaman

    Pada artikel sebelumnya, Ayah_Alif telah menjelaskan tentang "Wanita Pilihan Allah" . Dan sekarang, Ayah_Alif ingin menjelaskan tentang "Kriteria Laki2 Idaman". Mungkin, Ayah_Alif bukanlah suami ataupun seorang ayah yg ideal menurut Islam. Karena banyak kekurangan n kebodohan yg masih menghiasi kehidupannya, akan tetapi Ayah_Alif hanya ingin melihat, mendengar n merasakan kebahagiaan Anak (Alif) dan Istri (Bunda) nya tertawa, bahagia, merasa nyaman n sejahtera secara lahir dan bathinnya.

    Maha suci Allah yang telah menjadikan Islam sebagai jalan hidup bagi umat manusia. Allah telah mengilhamkan kepada manusia sebuah tata cara, sistem kehidupan manusia yang detail dan lengkap melalui Al-Qur’an. Ibarat mesin yang dilengkapi dengan handbook dan petunjuk pemakaian, manusia pun diberikan manual book-nya oleh Sang Pencipta dengan diturunkannya Al-Qur’an. Apabila petunjuk itu dipahami dan dijalankan dengan sebenar-benarnya, insya Allah kehidupan yang berlangsung di muka bumi akan berjalan dengan damai dan selamat. Teori dan praktek memang tidak selalu sama. Tetapi kita semua berusaha untuk berada dalam posisi paling dekat dengan apa yang digariskan oleh Allah dalam A-Qur’an.


    Salah satu sistem yang dirumuskan garis besarnya dalam Al-Qur’an dan dirinci dalam Hadits Nabi adalah petunjuk tentang pernikahan. Pernikahan adalah salah satu cara yang digariskan oleh Allah untuk menjaga keberlangsungan hidup dan kekhalifahan manusia di bumi. Dibuatlah aturan pernikahan yang sesuai dengan fitrah dan tujuan utama pernikahan itu sendiri.

    Setiap muslim dituntut untuk menjaga kesucian diri (iffah)-nya. Ia harus menjaga diri dari hal-hal yang dapat merusak jasmani dan jiwanya sebagai manusia yang sebenar-benarnya,dengan segala potensi alaminya. Kesucian diri adalah mahkota bagi orang-orang yang beriman. Karena itu pula dalam Islam diajarkan untuk berwudhu, bersuci dari hadats dan najis, mandi, bersiwak, diharamkan babi, diharamkan riba, diajarkan menjaga lidah, dianjurkan berpuasa, dll. Agar apa yang keluar dari diri seorang mukmin tiada lain adalah kebaikan. Best input, best output. Pernikahan adalah salah satu cara bagi seorang muslim untuk menjaga diri.

    Pernikahan adalah tempat untuk mempertemukan kecenderungan dua jenis manusia dalam lembaga yang kokoh. Diharapkan orang-orang yang berkumpul di dalamnya merasa nyaman, tenang, dan tenteram. Pernikahan menjadi rumah terhangat yang paling menyenangkan bagi setiap anggotanya. Suami dan istri melabuhkan lelahnya di rumah, anak-anak pertama kali membagi suka-dukanya kepada saudara kandung dan orangtuanya. Ayah dan ibu menjadi penerang jalan bagi anak-anaknya. Anak-anak menjadi cahaya penyejuk bagi orangtua. Di dalamnya tertanam rasa kasih sayang yang menjadi dasar tumbuhnya benih-benih kebaikan, produktivitas, dan kemaslahatan bagi masyarakat.

    "…  supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar-Rum: 21)


    Rasulullah saw bersabda :“Dan perumpamaan mukmin itu seperti lebah, ia hinggap di tempat yang baik, memakan yang baik, tetapi tidak merusaknya”. (HR. Thabrani)

    عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْأَحْوَصِ قَالَ حَدَّثَنِي أَب أَنَّهُ شَهِدَ حَجَّةَ الْوَدَاعِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَذَكَّرَ وَوَعَظَ فَذَكَرَ فِي الْحَدِيثِ قِصَّةً فَقَالَ أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ فَإِنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا أَلَا إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا فَأَمَّا حَقُّكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ فَلَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ أَلَا وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَمَعْنَى قَوْلِهِ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ يَعْنِي أَسْرَى فِي أَيْدِيكُمْ

    Hasan Bin Ali al-Khallal telah menyampaikan hadits. Husain Bin Aly al-Ju’fi telah menyampaikan hadits dari Zaidah dari Syabib Bin Gharqadah, dari Sulaiman Bin Amr bin Al-Ahwash yang mengatakan, Bapakku telah mengabarkan bahwa ia menyaksikan haji wada Rasulullah. Beliau ketika itu membaca hamdalah, memuji Allah, memberi peringatan dan nasihat. kemudian Ia menyampaikan hadits yang mengisahkan haji wada tersebut. Dalam nasihat tersebut Rasulullah SAW bersabda: “Ingatlah dan berwasiatlah tentang wanita secara baik. Sesungguhnya mereka itu bagaikan tawanan yang menjadi tanggung jawabmu. tidaklah kamu miliki, dari mereka selain  hal tersebut, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji secara nyata. Jika mereka berbuat jahat, maka jauhilah tempat tidurnya, pukullah dengan pukulan yang tidak melukai. Jika mereka telah taat padamu, maka jangan lah membuat kesulitan pada mereka. Ingatlah sesungguhnya bagimu ada hak yang menjadi tanggung jawab mereka. Bagi istrimu juga ada hak yang menjadi tanggung jawabmu. Adapun hakmu yang menjadi tanggung jawab mereka adalah jangan memasukan orang yang tidak kamu senangi ke kamarmu, dan jangan lah mereka mengizinkan orang yang tidak kamu senangi berada di  rumahmu. Ingat lah bahwa hak mereka yang menjadi tanggung jawabmu adalah berbuat baik pada mereka seperti menyediakan pakaian dan makanan untuk mereka. Abu Isa al-Turmudzi menandaskan bahwa hadits ini termasuk Hasan Shahih, dan arti dari عَوَانٌ عِنْدَكُمْ adalah tawanan yang mesti dilindungi oleh aklian. Hr. Turmudzi (209-275H), al-Nasa`iy 215-303), al-Bayhaqi (384-458H).


    Kadang kala kita salah dalam menilai seorang lelaki yang baik berdasarkan kerja nya. Pada dasarnya lelaki yang baik itu sebenarnya terletak pada agamanya. Banyak yang beranggapan lelaki beragama itu mestilah seorang ustaz, imam masjid, pelajar agama dan seumpamanya.

    Sebenarnya perkara ini juga tidak benar.  Ramai dikalangan ahli agama yang sering memukul isteri, bersifat kasar, tidak pandai melayani isteri dan sebagainya.  Jadi ini juga bukanlah ciri-ciri seorang lelaki yang baik sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah. Lelaki yang baik dan beragama itu mempunyai sifatnya yang tersendiri.

    SOLEH dapat di definisikan sebagai seorang lelaki muslim yang beriman (mukmin), bersih dari segi zahir dan batinnya, mengambil makanan yang bersih dan halal (bukan dari sumber yang haram). Sentiasa berusaha menjauhkan dirinya dari perkara yang akan mendorong kearah maksiat dan menariknya ke jurang NERAKA yang amat dalam. Ialah seorang lelaki yang sentiasa taat kepada Allah swt. dan Rasul nya walau dimana saja mereka berada.

    Kita sendiri (Wanita/Laki-laki) harus menyadari bahwa bukanlah manusia sempurna, ada kesalahan yang dilakukan sengaja atau tidak akan tetapi kembalilah dan mohon ampun kepada Allah swt, Jika anda seorang wanita, carilah lelaki yang mempunyai sifat-sifat ini. Jika anda seorang lelaki, jadilah seorang lelaki yang mempunyai sifat-sifat ini.
    • Kuat amalan agamanya. 
    • Menjaga solat fardhu, kerap berjemaah dan solat pada awal waktu. 
    • Auratnya juga sentiasa dipelihara dan memakai pakaian yang sopan. Sifat ini boleh dilihat terutama sewaktu bertemu. Akhlaknya baik, Yaitu seorang yang tampak tegas, tetapi sebenarnya seorang yang lembut. 
    • Pertuturannya juga mesti sopan, melambangkan peribadi dan hatinya yang mulia. 
    • Tegas mempertahankan Jati-diri nya, Tidak berkunjung ke tempat-tempat yang dapat menjatuhkan nama-baiknya. 
    • Amanah, tidak mengabaikan tugas yang diberikan dan tidak menyalahgunakan kuasa dan kedudukan. 
    • Tidak boros, tetapi tidak pelit. Mengerti menggunakan uang untuk keperluan yang bermanfa’at dengan bijaksana. 
    • Menjaga mata dengan tidak melihat perempuan lain yang lalu lalang ketika sedang bercakap-cakap. Pergaulan yang terbatas, tidak mengamalkan cara hidup bebas walaupun dia tahu dirinya mampu berbuat demikian. 
    • Mempunyai kawan pergaulan yang baik, Kawan pergaulan seseorang itu biasanya sama. 
    • Bertanggung-jawab, Lihatlah dia dengan keluarga dan Ayah Ibu nya. 
    • Wajah yang tenang, Terlihat dari cara berbicara, Bekerja dan saat dalam suasana Cemas.
    • Jika berhadapan dengan masalah, Tidak mudah mengumpat dan cepat marah karena syaitan tidak suka manusia dengan kesabarannya. Maka cobalah untuk bersabar dan terus bersabar, INSYA ALLAH akan memberi ketenangan.
    • Dapat mendengarkan alasan dan teguran, mana tahu di sebaliknya itu terdapat kebenaran dan sebagai panduan diri untuk membaiki diri menjadi lebih baik…

    Semoga Sifat-sifat ini dapat diamalkan oleh kita semua kaum lelaki yang mencari ridha Allah. Buat wanita solehah yang mencari pasangan yang soleh, cobalah anda perhatikan Sifat-sifat yang terangkum  di atas pada setiap lelaki yang anda kenal. Jika Sifat-sifat ini ada pada mereka. Walau bagaimanapun juga, tidak semestinya semua sifat di atas terpenuhi, jika hanya terdapat 5-6 sifat itu sudah memadai. Manusia dapat berubah suatu saat nanti. Insya Allah sifat-sifat baik yang lain akan menyusul dengan usaha dan kesabaran untuk mencapainya. Rasulullah bersabda : Nikahilah seseorang disebabkan keturunan, wajah, harta dan agamanya, yang paling baik ialah AGAMAnya.

    KRITERIA-KRITERIA LELAKI SOLEH YANG DIMAKSUDKAN OLEH AL QURAN DAN AL HADIST :
    1. Senantiasa taat kepada Allah swt dan Rasullulah S.A.W.
    2. Jihad Fisabilillah adalah maklumat dan program hidupnya.
    3. Mati syahid adalah cita cita hidup yang tertinggi.
    4. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah swt.
    5. Ikhlas dalam beramal.
    6. Kampung akhirat menjadi tujuan utama hidupnya.
    7. Sangat takut kepada ujian Allah swt. dan ancamannya.
    8. Selalu memohon ampun atas segala dosa-dosanya.
    9. Zuhud dengan dunia tetapi tidak meninggalkannya.
    10. Sholat malam menjadi kebiasaannya.
    11. Tawakal penuh kepada Allah ta’ala dan tidak mengeluh kecuali kepada Allah swt.
    12. Selalu berinfaq dalam keadaan lapang maupun sempit.
    13. Menerapkan nilai kasih sayang sesama mukmin dan ukhwah diantara mereka.
    14. Sangat kuat amar ma'aruf dan nahi munkarnya.
    15. Sangat kuat memegang amanah, janji dan rahasia.
    16. Pemaaf dan lapang dada dalam menghadapi kebodohan manusia, senantiasa saling koreksi sesama ikhwan dan tawadhu penuh kepada Allah swt.
    17. Kasih sayang dan penuh pengertian kepada keluarga.

    MENCARI NAFKAH
    Tugas mencari nafkah dibebankan kepada kaum lelaki karena kelebihan dalam penciptaannya yang berupa kekuatan fisik dan akal fikirannya. Oleh itu lelaki mampu untuk bekerja keras untuk mencari nafkah, memberi perlindungan dan pertahanan kehidupannya terutama kepada keluarga, agama, bangsa dan agamanya. Inilah sebabnya lelaki diangkat menjadi pemimpin bagi kaum wanita.

    BERJIHAD FIISABILILLAH
    Jihad merupakan amal yang paling utama dan puncak ketinggian Islam. Tidak ada satu pun amalan soleh yang dapat menandingi Jihad. Orang soleh tidak sedikit pun merasa gentar dan takut apabila berjuang menegakkan agama Allah sebaliknya sentiasa tersenyum bangga menjadi seorang hamba Allah dengan gelar paling indah yaitu MUJAHIDIN.

    MELINDUNGI DAN MEMBELA KAUM YANG LEMAH DAN TERTINDAS
    Sememangnya sejak akhir-akhir ini golongan kafir senantiasa mencari peluang untuk menindas dan menakluki negara-negara serta umat- umat Islam. Orang orang yang soleh haruslah peka dan bersedia untuk bertindak balas supaya umat-umat Islam tidak akan ditindas dengan sewenang-wenangnya oleh golongan tersebut.

    MEMIMPIN & MENDIDIK ANAK & ISTRI
    Mengajar dan membimbing dengan cara yang baik sehingga anak / isteri yang tidak soleh/solehah menyadari akan kesalahannya dan menggantikan cara hidupnya menjadi anak/isteri soleh/solehah. Mendidik anak/isteri dengan bijaksana sehingga dia menyadari makna yang sebenarnya dan bersedia mengubahnya. Sabda Rasulullah: “Orang yang terbaik diantara kamu adalah orang yang terbaik terhadap isterinya, dan aku adalah orang yang terbaik diantara kamu terhadap isteriku.” … ( HR Ibnu Majah )

    Tauladan Rasulullah dalam kehidupan berkeluarga: Keadaan beliau sebagai suami dan ayah. Kebiasaan beliau di tengah kehidupan bekeluarga. Cinta kasih beliau terhadap isteri dan anak.

    Apabila sudah sebagian maka sempurnakanlah dan pertahankanlah, namun apabila belum senantiasa berusahalah untuk menyempurnakannya, karena memang Tidak ada insan yang sempurna, kecuali Rasulullah saw, tapi senantiasa berusahalah menjadi yang mendekati kriteria-kriteria tersebut.

    Semoga kita semua dan anak keturunan kita senantiasa diberikan petunjuk dan bimbingan oleh Allah swt untuk bisa menjadi insan dan laki-laki yang baik menurut Islam dan bagi akhwat semoga diberi Allah swt atau bagi akhwat (perempuan) dapat diberikan Allah swt pasangan laki-laki mukmin yang baik menurut Islam seperti disebutkan di atas. Amiin