Selasa, 26 Februari 2013

Mencari ketenangan Hati.


Setiap orang di dunia ini pasti mengharapkan ketenangan hati dan ketenangan jiwa, namun belum tentu bisa mewujudkannya. Ada banyak kasus menarik mengenai topik ini di antaranya, banyak orang yang sebenarnya tahu tetapi membuat aturan main sendiri, banyak orang tahu caranya tetapi lebih memilih cara lain yang sebenarnya dia tahu bahwa itu bertentangan, dan juga banyak orang yang tahu bagaimana menggapainya tetapi selalu mengulur waktu dan melakukan pembebasan atas kemauannya. Itulah kita.. Saya hanya memberikan renungan kembali, bukan menyalahkan siapa-siapa.


Ada banyak kebahagiaan yang telah kita nikmati selama hidup kita, tetapi ada juga banyak hal yang seharusnya kita nikmati dan syukuri tetapi kita malah melupakannya. Kita hanya fokus pada apa yang belum kita raih, dan apa yang kita telah kita dapatkan kita lupakan begitu saja untuk mengejar kesenangan hidup selanjutnya. Bila kepuasan diri yang kita kejar, maka yakinlah ketenangan hati dan ketenangan jiwa akan sulit kita ciptakan dalam keseharian kita. Kepuasan diri tidak salah jika kita kejar, tetapi rasa syukur atas apa yang telah kita raih harus ditanamkan juga dalam diri kita agar kita bisa tenang.

Bagaimana menciptakan ketenangan hati dan ketenangan jiwa? Saya rasa kita semua tahu jawabannya, yaitu kembali pada nilai akhlak agama. Agama telah terbukti membawa aturan-aturan hidup yang berlaku sepanjang masa, tidak perlu kita ragukan lagi. Ditambah pula dengan sejarah abadi manusia yang telah diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi, seharusnya menambah kemantapan hati kita untuk teguh memegang nilai agama kita.

Satu hal penting yang diajarkan dalam agama kita adalah berbuat baik. Kata yang sangat sederhana, tetapi memiliki pembahasan yang sangat luas, apalagi kita tahu di dunia ini hanya dua sifat, baik dan buruk. Kalau bukan baik ya buruk. Kita pun sudah tahu sebagian besar (bahkan semuanya saya kira) hal yang baik di dunia ini, hal-hal baik yang akan membuat kita bisa mencapai taraf ketenangan hati dan ketenangan jiwa yang optimal. Dengan kata lain, kata kunci untuk mencapai ketenangan dalam hidup kita adalah berbuat baik. Dengan berbuat baik, maka kita akan terhindar dari masalah personal dengan orang lain, kita tidak memiliki musuh tetapi malah memiliki banyak teman yang membuat hidup kita semakin bermakna dan bahagia.

Tentunya termasuk dalam berbuat baik adalah dalam hubungan kita dengan Tuhan kita. Kita adalah makhluk yang diciptakan oleh-Nya untuk beribadah dan diberi ujian dan cobaan untuk mengetahui sejauh mana kekokohan iman kita. Dengan menyadari bahwa kita adalah makhluk yang semua hal sudah digariskan dan dibatasi oleh-Nya, tentu akan menumbuhkan kesadaran kita untuk bertawakkal kepada-Nya. Itulah ketenangan hati dan ketenangan jiwa yang sebenarnya.

Sesungguhnya ketenangan hati dan kesenangannya serta hilangnya rasa gundah dan resah merupakan keinginan setiap orang. Karena dengan demikian akan tercapai kehidupan yang tenteram, bahagia dan sejahtera. Untuk mencapai hal-hal tersebut diperlukan sarana-sarana yang bersifat religius, alami dan logika yang kesemuanya tidak akan dapat dicapai kecuali oleh muslim yang benar-benar mengamalkan dan mempraktekkan ajaran yang telah disampaikan Allah dalam Kitab Nya dan yang diajarkan oleh Baginda Muhammad SAW dalam sunnah-sunnahnya. Adapun selain mereka, walaupun dapat diraih salah satunya itupun setelah para pemikir mereka menguras pikirannya untuk itu, akan tetapi masih banyak hal lain yang terlewatkan yang lebih bermanfaat dan utama baik di dunia ini atau kehidupan berikutnya.
  • IMAN DAN AMAL SALEH
Sarana yang paling utama dan paling mendasar dalam masalah ini adalah beriman kepada Allah dan beramal Shaleh. Firman Allah ta’ala dalam surat An Nahl : 97
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97).

Allah ta’ala mengabarkan dan menjanjikan bagi siapa saja yang menggabungkan antara iman dan amal shaleh dengan kehidupan yang baik di dunia ini serta balasan kebaikan di dunia dan akhirat. Sebabnya jelas, karena orang-orang yang beriman kepada Allah ta’ala dengan iman yang benar dan berbuat amal shaleh yang dapat memperbaiki hati, akhlak, dunia dan akhirat, mereka memiliki pijakan dan landasan tempat menerima semua apa yang datang kepada mereka, baik yang berbentuk kebahagiaan dan kesenangan atau penderitaan dan kesedihan. Jika mereka mendapatkan sesuatu yang dicintai dan disenangi, mereka menerimanya dengan rasa syukur serta menggunakannya sesuai fungsinya, dan jika mereka menggunakannya atas dasar tersebut maka timbullah perasaan gembira seraya berharap agar kebaikan tersebut tetap ada padanya dan mengandung berkah serta berharap teraihnya pahala karena dia termasuk orang-orang yang mensyukurinya.
  • Berbuat Baik Terhadap Sesama Makhluk 
Termasuk yang dapat mengusir perasaan gundah dan gelisah dalam diri adalah berbuat baik kepada sesame makhluk baik itu dengan ucapan, perbuatan serta berbagai bentuk kebajikan. Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman Muadz bin Jabbal r.a, Rosulullah saw bersabda, “Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, iringilah kesalahan kamu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskan dan pergauilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik.”(HR. Tirmidzi)

Dalam hadist ini ada 3 kandungan yang bisa kita petik.:
Yang pertama adalah hubungan kita kepada Allah swt (hablum minallah ) bertaqwa kepada Allah swt dimanapun kalian berada dalam konteks menjalankan apa yang Allah swt telah perintahkan kepada kita dan menjauhi hal-hal yang dilarang . Sebagai contoh adalah sholat .  Sholat merupakan pokok dan kewajiban dalam  islam. Dan merupakan hal pertama kali nantinya akan dihisab dan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah swt. Sholat harus benar-benar dijaga dan diperhatikan baik itu waktu, tempat, dalam keadaan bagaimanapun juga serta dimanapun.  Karena kewajiban sholat wajib pada waktunya ini benar-benar diperhatikan oleh Allah. Firman Allah dalam surah an nisa : “Sesungguhnya sholat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.

Maka, jika hal pokok saja tidak terlaksana dengan baik, tidak terlaksana dengan benar-benar, maka, hal yang tidak pokokpun bisa jadi akan terbengkalai, akan tidak bisa terlaksana. Karena sholat memiliki kandungan yang luar bisa, didalamnya melatih “kedisiplinan”,  sholat diwaktu-waktu yang telah ditentukan. Melatih konsentrasi “kekhusyu’an” Dalam hal kesehatanpun Dunia kedokteranpun membuktikan jika gerakan-gerakan dalam sholat  benar-benar mempraktekkan gerakan yang itu memiliki efek daya tahan yang luar bisa bagi tubuh. Inilah yang bisa kita lihat. Karena semua yang diperintahkan oleh Allah swt dan dicontohkan oleh rosulullah swt benar-benar mengandung manfaat dan rahasia dalam berbagai aspek. Jika kita tidak menemukan ketenangan dalam sholat dan dalam membaca ayat-ayatnya serta merenungkkannya, maka, dimana lagi kita akan menemukan ketenangan sebenarnya jika tidak pada keduanya

Yang kedua adalah hubungan yang berhubungan dengan diri kita sendiri, yaitu “senantiasa mengiringi kesalahan dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya”. Manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya salah dan dosa, karena manusia biasa bukanlah Rosulullah saw yang ma’sum terhindar dari setiap salah dan dosa. Namun sebaik-baik manusia, seorang muslim, adalah apabila mereka melakukan kesalahan dan dosa, ia segera kembali kepada Allah. Bertaubat dan menyesali perbuatan salah dan dosa yang telah ia lakukan. Berusaha mengimbangi kesalahn-kesalahan yang telah ia lakukan dengan kebaikan-kebaikan. Karena dengan kebaikan-kebaikan itulah yang nantinya akan menghapus salah dan dosa yang ia lakukan. Dan kandungan ketika dari hadist ini adalah “pergauilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik” inilah (hablum minannas) menjaga, menjalin, dan menyambung hubungan diantara manusia dengan akhlak yang baik, dengan akhlak yang terpuji. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Baginda Rosulullah saw dalam berbagai hal dan berbagai aspek. ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Al Bukhori). Ketika Ibunda Aisyah Radhiyallahu ‘anha ditanya “bagaimanakah akhlak rosulullah saw”, beliau menjawab “Akhlak beliau adalah Al Qur’an” .
Berdzikir artinya mengingat, dzikrullah berarti Mengingat Allah swt. Menjadi hal yang sangat-sangat menakjubkan ketika kita menjadikan hati kita menjadi begitu dekat dengan Allah. Subhanallah… “Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati kita menjadi tenang” (Ar Ra’ad : 28).

Dengan kekhususannya, dzikirullah, mengingat Allah benar-benar memberikan peran yang sangat besar dlam diri individu untuk meraih semua yang diminta dan semua yang diinginkan seorang hamba kepada Allah swt. Dzikrullah, mengingat Allah hendaklah selalu ditanamkan dalam diri seorang hamba. Agar Allah juga selalu mengingat kita. Berdoa’alah kepadaku, ingatlah kepadaku. Niscaya Aku (Allah swt) akan mengingat kalian. Maka Apakah yang akan diperoleh oleh orang yang telah kehilangan Allah dari dalam dirinya? Dan apakah yang harus divari oleh orang yang telah “menemukan” Allah dari dalam dirinya?. Inilah dua hal yang tidak akan pernah sama karena orang yang benar-benar telah menemukan Allah swt dari dalam dirinya akan mendapatkan segala apa yang ia inginkan, sedangkan orang yang tidak menemukan Allah dalam dirinya maka ia akan benar-benar akan  kehilangan segalanya.

Hidup adalah perjuangan, hidup adalah pilihan, hidup adalah anugerah, dan lain-lain. Tapi sayang, kadang kita hanya mensyukuri nikmat dan rizki-Nya saja. Padahal musibah dan bencana juga harus atau perlu disyukuri, kenapa? Karena dengan bencana dan musibah kita akan menjadi semakin tahu, sabar dan tegar didalam menjalani hidup ini. Karena sandungan dalam hidup ini bukan hanya kerikil, tapi juga karang yang tinggi, terjal dan berliku-liku. Kalau sekarang ini kita dihadapkan kepada suatu masalah yang rumit atau complicated, maka apa yang harus kita lakukan? Yang harus kita lakukan adalah selalu yakin dan percaya bahwa semua yang kita hadapi sekarang ini pasti ada ujung dan muaranya.

("Aku tidak akan memberikan beban kepada umat-Ku melebihi batas kemampuan umat tersebut").

Contoh: Kalau beban yang harus kita pikul itu maksimal 1 KG, maka Tuhan tidak akan memberikan beban lebih dari 1 KG kepada kita. Jadi, percaya dan yakinlah kalau kita sekarang ini dihadapkan kepada suatu masalah yang rumit, maka kita pasti akan bisa keluar dan mendapat solusi dari masalah yang kita hadapi tersebut, tentunya dengan hasil yang baik.
Salah satu do'a yang selalu saya panjatkan kepada-Nya adalah:
"Ya Allah.... Janganlah Engkau memberikan sifat lupa kepadaku akan Engkau, dimanapun, kemanapun, dan dengan siapapun aku ada dan berada". Belajarlah hidup dan berjalan seperti arus air yang mengalir di sungai, selalu ke bawah dan mencari tempat yang lebih rendah (walaupun manusia itu dikodradkan untuk tidak pernah merasa puas terhadap apapun yang sudah di raih), karena setiap langkah-langkah kaki kita dan setiap tarikan nafas kita pasti ada muaranya. ("Setiap yang hidup atau bernafas pasti akan mati").

Dunia ini hanya seperti panci, dan kita ini hanya seperti sepotong kue diatas panci tersebut. Kadang kita angkuh, congkak seraya membusungkan dada, seakan-akan kita seperti dewa. Padahal kita tak pantas untuk angkuh atau sombong. Berjalanlah seperti arus sungai yang mengalir, agar engkau tahu siapa dirimu sebenarnya. Dan agar engkau jauh dari keangkuhan dan nafsu yang tak berkesudahan.

Siapakah diri kita.? Anda tahu.? Diri kita ini hanya makhluk kecil dan lemah, yang apabila terkena hembusan angin saja kita terhempas, yang apabila terkena tetesan embun saja kita hanyut dan karam.
  • Carilah sesuatu atau hal-hal yang baru yang belum pernah diketahui sebelumnya.
"Aku mencoba menggali sesuatu yang belum pernah ada, dan berusaha belajar mencari tahu sesuatu yang baru. Dan ketika aku sudah menemukan sesuatu itu, seketika itu   juga aku sadar bahwa ternyata aku masih bodoh dan dungu. Lalu, aku berkata:  “Sesungguhnya apakah pantas manusia menyandang predikat kesombongan?”

Kadang saya merasa jenuh  dan muak terhadap kehidupan saya sekarang ini (Anda juga kan?), tapi saya selalu berusaha tersenyum dan tertawa seakan-akan tidak terjadi apa-apa, padahal senyum dan tawa saya itu hanya formalitas belaka untuk menutupi semuanya, kenapa? Karena saya selalu yakin dan percaya bahwa Tuhan selalu bersama saya, dan kasih sayang-Nya juga selalu memayungi saya.
Salah satu potongan lirik lagu dari Robbie Williams:

when i'm feeling weak
and my pain walks down a one way street
i look above
and i know, i'll always be bless with love

Kurang lebih artinya begini:
ketika aku merasa lelah
dan aku sedih berjalan menunduk di jalan satu arah
aku melihat keatas
dan aku tahu, aku selalu diberkati dengan cinta

Carilah sesuatu atau hal-hal yang baru, bisa melalui membaca buku, browsing di internet, membaca majalah, koran, jalan-jalan ke tempat-tempat wisata dan lain-lain. Tapi ingat! Jangan sombong dan lakukan dengan cara-cara yang baik.
  • Memaafkan dan meminta maaf.
Manusia adalah tempat salah dan lupa. Orang yang baik bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, tapi orang yang baik adalah orang yang mau mengakui kesalahanya dan memperbaikinya, dan orang yang baik adalah orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Tuhan itu Maha Pemaaf, lalu kenapa kita tidak bisa melakukanya. Padahal kita hanya makhluk-Nya yang sangat amat kecil dan lemah.
  • Belajarlah menerima kekurangan
Kalau kita diminta untuk menerima kelebihan, maka itu suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Tapi bayangkan jika kita diminta untuk menerima kekurangan, maka saya yakin itu suatu hal yang sulit  untuk dilakukan. Padahal setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing, ada yang sama dan ada yang beda.
  • Tataplah kedepan.
Setiap kita tentunya punya impian, cita-cita dan harapan. Tapi kadang apa yang kita alami sekarang ini tak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan, lalu apa yang harus kita lakukan jika impian, cita-cita dan harapan itu tak menjadi nyata atau tak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan? Yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri sendiri (jangan malah melimpahkan kesalahan atau kegagalan kita kepada orang lain). Teruslah dan tetaplah menatap ke depan sambil mengoreksi kesalahan-kesalahan yang membuat kita gagal. Di ibaratkan jika kita sedang meniti tangga, maka janganlah melihat ke bawah. Tetapi jika kita sudah sampai di puncak tangga itu, maka yang harus kita lakukan adalah melihat ke bawah, kenapa? Karena dengan melihat ke bawah akan menjauhkan kita dari sifat kesombongan dan nafsu yang tak berkesudahan.
  • Ketika ketidakpedulian tak menghampiri
Tuhan menciptakan kita untuk saling mengenal, untuk saling tolong menolong didalam kebaikan, dan Tuhan menciptakan kita berpasang-pasangan. Tapi kadang kita merasa semuanya pergi menjauh ketika kita di dera masalah, teman-teman kita pergi, kekasih kita cuek bebek, keluarga kita tak peduli. Padahal kita berharap adanya bantuan ketika kita di dera masalah. Lalu apa yang harus kita lakukan ketika kita mendapati diri kita seperti itu? Yang harus kita lakukan adalah menyerahkan semuanya kepada-Nya, kenapa? Karena jodoh, hidup, mati dan rizki ada di tangan Tuhan. Walaupun teman-teman kita tak menghampiri, walaupun keluarga kita tak peduli, dan walaupun kekasih kita menjauh pergi, tapi yakinlah bahwa Tuhan selalu ada bersama kita (jika kita sendiri, maka yang kedua itu adalah Tuhan. Jika kita berdua, maka yang ketiga itu adalah Tuhan, dan seterusnya).  Jadilah sahabat yang baik untuk dirimu sendiri, untuk kekasihmu, untuk keluargamu, untuk teman-temanmu dan untuk orang lain.

Sahabatmu adalah kebutuhan jiwamu yang terpenuhi. Dialah ladang hati yang dengan kasih kau taburi dan kau pungut buahnya penuh rasa terima kasih. Kau menghampirinya di kala hati gersang kelaparan, dan mencarinya di kala jiwa membutuhkan kedamaian. Janganlah ada tujuan lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya jiwa. (Kahlil Gibran)
  • Janganlah mencintai seseorang karena suatu alasan tertentu.
Hari ini kita punya kekasih dan orang-orang didekat kita yang menyayangi kita atau kita sayangi. Tapi apakah kita tahu untuk apa dan karena apa kita mencintai mereka semua? Kalau jawaban kita adalah “aku mencintainya karena kecantikanya / ketampananya / hartanya, dan lain-lain.” Maka itu bukan suatu jawaban, tapi itu adalah hitung-hitungan, padahal cinta yang baik tak pernah mengajarkan hitung-menghitung. Jika kita mencintai seseorang, maka cintailah karena agamanya, jangan karena hartanya atau rupanya.

Dalam wasiat Ibnu Jinni kepada putera-puteranya: “Anak-anakku, jangan menjadikan kecantikan wanita dan mulianya keturunan seorang wanita sebagai suatu alasan untuk meminangnya, sesungguhnya pria yang menikahi wanita terhormat itu akan menjadi pijakan kemuliannya; kecantikan di waktu muda, akan hilang oleh usia, sedangkan sifat harta benda adalah gampang datang dan gampang pergi; maka tinggal agama saja yang tersisa; oleh sebab itu, carilah wanita yang beragama, niscaya kamu di berkati.”

Rosululloh bersabda:
“Seorang wanita dinikahi karena 4 hal, yaitu: Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka carilah wanita-wanita yang beragama, niscaya kamu beruntung.”

 Kedua penegasan diatas juga bisa di aplikasikan oleh wanita didalam mencari pasangan hidup/pria.
  • Belajarlah disiplin atau on time
Salah satu cara untuk membuat kita disiplin adalah dengan membuat catatan kecil (bisa menuliskannya didalam kertas, mobile divice, komputer dan lain-lain). Kadang kita sering lupa  di waktu pagi dengan rencana-rencana yang sudah kita susun di waktu malam hari, dan ketika  kita ingat rencana-rencana itu, tapi ingatnya waktu sore hari atau bahkan setelah berganti hari. Padahal seharusnya rencana-rencana itu harus direalisasikan sebelum berganti hari.  Nah, solusi yang sederhana adalah dengan membuat catatan kecil itu, agar semuanya berjalan sesuai rencana.
  • Ketika waktu tak berpihak.
Ketika kita gagal atau terpuruk, maka mungkin kita akan berkata: “Kali ini waktu tak berpihak kepadaku”. Hidup ini seperti memasang taruhan di Casino atau rumah-rumah judi, begitu juga dengan rencana-rencana yang sudah  di susun. Kenyataan yang tak sesuai dengan rencana memang pahit dan begitu sulit untuk diterima, begitu juga dengan ketika kita memasang taruhan di Casino tapi kita tidak menang, kita kalah, kita gagal. Padahal didalam otak kita hanya ada kata menang, menang dan menang. Lalu apa yang harus kita lakukan ketika kegagalan itu menghancurkan semua rencana-rencana? Ynag harus kita lakukan adalah menerima semuanya dengan lapang dada, mengambil hikmahnya, dan selalu optimis, kenapa? Karena yang dibawah tak selamanya berada dibawah, karena yang diatas tak selamanya berada diatas, kenapa? Karena roda kehidupan itu bulat dan berputar.

Hendaknya seorang mukmin menyibukkan dirinya untuk meraih kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya dengan melakukan shalat secara benar dan khusyu’. Dengan demikian, ia merasa tenang ketika berhadapan dengan Rabb-nya. Hatinya menjadi tenteram, lalu diikuti ketenangan dan ketenteraman tersebut oleh seluruh anggota tubuhnya. Dari sini, ia akan merasakan kedamaian hati dan ketenangan jiwa yang luar biasa. Dia memuji Rabb dengan segala macam pujian di dalam shalatnya. Bahkan, ia berkata kepada Rabb-nya إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan). Dia memohon kepada Rabb-nya segala kebutuhannya. Dan yang terpenting dari seluruh kebutuhannya adalah memohon untuk istiqamah (konsisten) di atas jalan yang lurus. Yang dengannya terwujudlah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dia pun berkata اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Dia mengagungkan Rabb-nya saat ruku’ dan sujud, dan memperbanyak doa di dalam sujudnya.


Ketenangan hati,
mampirnya dengan Ilahi
meminggirnya dengan syaitan keji
datnganya dijemput
tidak sekali bergolek sendiri

ketenangan hati,
tibanya bersama cahaya
menjauhnya datang gelita
semua mencari, mencari
tapi jarang yang berjumpa
kerna Ilahi telah mereka lupa

ketenangan hati,
bukannya satu ilusi
tetapi kehadirannya hakiki
hanya merapat kepada menyedari
menjarak kepada yang lalai sendiri

ketenangan hati,
takkan kau jumpai
selain merapat kepada Yang Menciptakan diri
selain itu kau kan terus sunyi
sepi dan terseksa sendiri.

Senin, 25 Februari 2013

Budaya Malu.


حدثنا عبد الله بن يوسف قال اخبرنا مالك بن انس عن ابن شهاب عن سالم بن عبد الله عن ابيه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم مر على رجل من الانصار وهو يعظ اخاه في الحياء فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم دعه فان الحياء من الايمان (خر جه البخاري ف كتاب لايمان باب الحياء من الايمان)[1]      

artinya: “meriwayatkan Abdullah bin Yusuf telah berkata, Malik bin Anas mengkhabarkan dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah saw lewat pada seorang Anshar yang sedang member nasehat saudaranya perihal pemalu. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Biarkan dia, karena malu itu sebagian dari iman.”

Malu adalah suatu sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu merupakan salah satu kategori akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). “Malu adalah bagian dari keimanan seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi).


Ibnu Katsir berkata, “Pada zaman jahiliyah dahulu, sebagian kaum wanita nya berjalan di tengah kaum lelaki dengan tidak kelihatan aurat. Dan mungkin saja mereka juga memperlihatkan leher, rambut, dan telinga mereka. Maka Allah memerintahkan wanita muslimah agar menutupi bagian-bagian tersebut.”

Menundukkan bagian juga bagian dari rasa malu. Sebab mata memiliki sejuta bahasa. Tatapan sendu, dan isyarat lainnya yang membuat berjuta rasa di dada lelaki. Setiap wanita memiliki pandangan mata yang setajam anak panah dan setiap lelaki paham akan pesan yang dimaksud oleh pandangan itu. Karena itu, Allah swt memerintahkan kepada lelaki dan wanita untuk menundukkan pandangan mereka. Memang realistis kekinian tidak bisa dipungkiri. Kaum wanita saat ini beraktivitas di sektor publik, baik sebagai profesional ataupun aktivis sosial politik. Ada yang dengan alas an untuk melayani kepentingan sesama wanita yang fitri. Ada juga yang karena keterpaksaan. Sehingga bercampur baur dengan lelaki tidak bisa dihindari.

Drs. Yusuf Qaradhawi berpendapat,”Saya ingin mengatakan di sini bahwa bercampur baur antara wanita dan lelaki adalah diadopsi ke dalam kamus Islam yang tidak di kenal oleh warisana budaya kita pada sejarah berabad-abad sebelumnya, dan tidak diketahui selain masa ini. Mungkin saja ia berasal dari bahasa asing, hal itu memiliki isyarat yang tidak menenteramkan hati setiap muslim. Yang lebih cocok mungkin bisa menggunakan kata liqa’ (pertemuan) atau keterlibatan seorang lekaki dan wanita, dan sebagainya. Yang jelas, Islam tidak mengeluarkan aturan dan hukum umum terkait dengan masalah ini. Namun hanya melihat tujuan aktivitas tersebut atau maslahat yang mungkin terjadi dan bahaya yang dikhwatirkan, gambaran yang utuh dengannya, dan syarat-syarat yang diperhatikan di dalamnya.”

Ada pula yang berpendapat bahwa malu tersebut adalah menahan diri, karena takut melakukan sesuatu yang dibenci oleh syariat, akal maupun adat kebiasaan. Orang yang melakukan sesuatu yang dibenci oleh syariat, maka ia termasuk orang yang fasik. Jika ia melakukan hal yang dibenci oleh akal, maka ia termasuk dalam kategori orang gila. Sedangkan jika ia melakukan hal yang dibenci oleh adat, maka dia termasuk orang bodoh.

Sifat malu terbagi menjadi tiga bagian yaitu:

  1. Malu kepada dirinya.
  2. Malu kepada manusia.
  3. Malu kepada Allah swt.

Tiga macam sifat malu tersebut merupakan sendi-sendi kebaaikan dan pokok dasar yang uatama, sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah saw yang artinnya:” mempunyai rasa malu adalah baik (HR. Bukhari dan Muslim).

Apabila isi hadits yang menyatakan bahwa rasa malu sebagian dari iman, jelaslah bahwa pribadi yang mempunnyai rasa malu dalam arti yang benar, sangat bertautan dengan masalah kadar keimanan seseorang. Apabila rasa malu itu telah hilang, seperti hilangnya warna hijau pada buah yang segar karena matang, maka akan lenyaplah warna hijau itu bersama-sama lenyapnya buah itu sendiri. Justru itulah yang dikatakan Rasulullah saw dalam haditsnya, yang artinya:”Apabila kalian tidak mempunyai rasa malu lagi, maka berbuatlah apa yang engkau kehendaki.” (HR. Bukhari).

Bahwa rasa malu bisa menjadi tameng bagi manusia. Bisa mencegah seseorang melakukan hal-hal yang tidak pantas apalagi maksiat dan dosa. Dan bila tidak ada rasa malu, maka seseorang bisa melakukan apa saja sesukanya sesuai dengan hadits di atas.

Malu melakukan hal yang sia-sia apalagi dosa merupakan indikasi (tanda) baiknya seseorang. Karena malu seperti ini adalah bagian dari iman. Bukan malu yang melakukan kebaikan. Karena malu melakukan kebaikan adalah pertanda kelemahan, sebagaimana disampaikan oleh Syekh Bugha dalam Kitab Al-Wafii ketika menerangkan hadits tersebut. Malu dalam hal ini adalah malu yang tercela. Dalam kehidupan sehari-hari kita, tentunya tidak luput dari perasaan malu. Rasa malu itu timbul lantaran banyak hal. Apakah malu lantaran status sosial yang rendah, malu lantaran kondisi ekonomi yang lemah, malu lantaran wajah dan fisik yang buruk, dan sebagainya.

Apa yang harus kita sadari adalah, kita harus lebih merasakan malu kealfaan kita dalam menjalankan perintah Allah swt dan meninggalkan larangan-Nya. Kita harus merasakan malu lantaran melakukan hal yang sia-sia. Malu lantaran melakukan maksiat dan dosa. Malu lantaran menelantarkan kewajiban-kewajiban kita. Jangan sampai kita malu lantaran kondisi ekonomi kita, tetapi kita tidak malu dengan kondisi lemah keagamaan kita. Jangan sampai kita malu lantaran rendahnya posisi sosial kita, namun kita tidak malu lantaran rendahnya akhlak kita. Jangan sampai kita malu lantaran buruknya wajah dan tubuh kita, namun kita tidak malu lantaran buruknya ketakwaan kita.

Setiap orang mempunyai rasa malu, entah besar ataupun kecil. Malu itu merupakan kekuatan preventif (pencegahan) guna menghindarkan diri dalam kehinaan atau terulangnya kesalahan serupa. Akan tetapi, rasa malu itu bisa luntur dan pudar, hingga akhirnya lenyap (mati) karena berbagai sebab. Jika malu sudah mati dalam diri seseorang, berarti sudah tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan dari dirinya. Ibarat kendaraan, remnya sudah blong atau tidak dapat berfungsi lagi. “Jika engkau tidak tahu malu lagi, perbuatlah apa saja yang engkau kehendaki.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dapat dibayangkan, bila rasa malu itu telah hilang dalam diri seseorang, segala perilakunya makin sulit dikendalikan. Sebab, dia akan melakukan berbagai perbuatan tak terpuji, seperti korupsi, menyontek, menipu, mempertontonkan aurat dengan pakaian yang seksi dan mini, berzina, mabuk-mabukan, pembajakan, pelecehan seksual, dan pembunuhan. Mereka sudah dikuasai oleh nafsu serakah. Orang yang sudah dikuasai nafsu serakah dan tidak ada lagi rasa malu dalam dirinya maka perbuatannya sama dengan perilaku hewan yang tidak punya akal, kecuali sekadar nafsu.

Hilangnya rasa malu pada diri seseorang merupakan awal datangnya bencana pada dirinya. “Sesungguhnya Allah SWT apabila hendak membinasakan seseorang, maka dicabutnya rasa malu dari orang itu. Bila sifat malu sudah dicabut darinya, maka ia akan mendapatinya dibenci orang, malah dianjurkan orang benci padanya. Jika ia telah dibenci orang, dicabutlah sifat amanah darinya. Jika sifat amanah telah dicabut darinya, kamu akan mendapatinya sebagai seorang pengkhianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayangnya, maka jadilah ia seorang yang terkutuk. Jika ia telah menjadi orang terkutuk maka lepaslah tali Islam darinya.” (HR Ibnu Majah).

Pahala VS Dosa

Pahala dan Dosa adalah dua kata yang mempunyai makna yang bertolak belakang sebagaimana Tuhan menciptakan alam seisinya sepasang-sepasang, ada matahari ada bulan, ada laki ada perempuan, ada siang ada malam, ada api ada pula air dan lain-lain. Begitupula perilaku manusia ada baik adapula buruk, dari kedua perbuatan yang bertolak belakang itulah muncul pahala dan dosa.

Pahala ialah ganjaran baik dari Allah atas setiap perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia di dunia ini. Atau dalam arti lain pahala adalah balasan yg diterima seseorang jika ia melakukan perbuatan baik dengan catatan pelakunya adalah seorang muslim. Setiap perbuatan baik seperti shalat, puasa, bersodakah dll, Allah akan mengganjarnya dengan ganjaran yang setimpal. Bahkan satu kebaikan yang dilakukannya bisa dibalas dengan kehendak Allah menjadi berlipataganda pahala.
”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah 261)
Balasan serupa ini ada yg diterima di dunia dan ada yg diterima di akhirat. Dan setiap kebaikan yang dilakukan akan dicatat oleh malaikat dan pada akhirnya bisa membantunya disaat perhitungan dihari hisab.
Pernah salah sorang sahabat Nabi saw datang bertemu dengan beliau. Kemudian beliau bertanya kepadanya, ”Kamu ini datang hendak bertanya tentang kebaikankah?”. Ia menjawab, ”Benar ya Rasulallah”. Lantas beliau bersabda, ”Tanyalah kepada hatimu. Sebenarnya kebaikan itu adalah perkara yg apabila kamu melakukannya, jiwa dan hati kamu akan merasa tenang.”
Sebaliknya dosa ialah balasan buruk atau hasil daripada perbuatan jahat yang bertentangan dengan perintah Allah. Balasan dosa akan diterima pelakunya baik ia seorang muslim atau kafir. Balasan dosa tidak dilipatgandakan atau akan diganjar setimpal dengan kejahatan yang dilakukanya. Balasan ini bisa diterimanya di dunia atau di akhirat, dan kelak akan dipertanggung-jawabkan pelakunya nanti di hari hisab.
Kejahatan dan dosa itu adalah perkara yg apabila dilakukan, maka jiwa dan hati kita akan merasa tidak tenang dan akan menimbulkan gelisah dan risau. Kebaikan adalah peribadi yg terpuji, dosa adalah pebuatan keji yang jika dilakukan akan merasa tercela dan tidak mau diketahui orang lain.
Sebenarnya perkara dosa dan maksiat ini tidak boleh dipandang ringan karena setiap perbuatan yang kita lakukan kecil atau besar pasti akan diketahui Allah dan akan mendapat balasan dari-Nya baik di dunia atau di akhirat. Setiap pelaku dosa atau maksiat perlu menyedari bahawa dosa dan maksiat yang dilakukan akan mendapat kemurkaan Allah. 


Jika ada sesuatu hal yang terjadi maka itu adalah sebagai akibat dari suatu sebab sebelumnya. Sebaliknya, peristiwa tersebut juga bisa mengakibatkan akibat berikutnya. Itulah hukum sebab akibat yang tiada hentinya, berputar terus dalam kehidupan atau dalam istilah Jawa Kuno disebut Cokro Manggilingan. Hukum sebab akibat ini merupakan salah satu dari sekian banyak hukum alam yang sudah ditakdirkan Tuhan.

Hukum - hukum alam ini sepertinya 'pasti' dan mempunyai pola kejadian yang bisa diamati, dititeni kata orang Jawa. Tidak berbeda jauh dengan adanya fenomena matahari selalu nampak terbit dari arah timur (walaupun sebenarnya bumilah yang berotasi ke arah timur). "QS 36. Yaasiin : 38. dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui."

Pun demikian dengan perbuatan baik dan jahat, yang dalam terminologi agama disebut dengan dosa dan pahala. Itupun tak luput dari ketetapanNya atau sunahNya di alam semesta ini yaitu hukum sebab akibat, baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan nanti setelah kematian. Itu adalah hukum alam-Nya. Suatu perbuatan baik akan mengakibatkan kebaikan bagi si pelaku dan sebaliknya perbuatan jahat akan mengakibatkan kejelekan bagi si pelaku. Pepatah Melayu mengatakan : Siapa menabur angin akan menuai badai. Orang Jawa mengatakan : Becik ketitik olo ketoro, artinya baik akan kelihatan hasilnya dan jahat juga akan kelihatan dari hasilnya.

Karena dosa pahala adalah memang sudah sunah-Nya atau ketetapan-Nya yang berarti juga sudah menjadi hukum alam semesta maka tidak perduli orang percaya atau tidak percaya, pasti hukum tersebut akan berlaku bagi siapapun.

Namun yang perlu digaris bawahi adalah, dari segala hukum alam-Nya maka Tuhan berada di atas semua itu. Tuhan sendiri tiadalah tunduk di bawah hukum yang diciptakan-Nya. Tuhan mengatasi hukum ciptaan-Nya. Karena itu Tuhan juga berkuasa 'menyimpangkan' hukum sebab akibat tersebut karena kekuasaan dan kasih (welas asih)-Nya.

Contohnya, walaupun keadaan cuaca mendung tebal yang secara 'kebiasaan alam' akan hujan lebat, namun jika Tuhan berkehendak lain - misalnya demi mengabulkan doa hamba-Nya yang untuk sementara waktu minta tidak diturunkan hujan dulu karena ada hal yang mendesak, maka adalah hak-Nya untuk tidak menurunkan mendung tersebut menjadi hujan lebat. Atau sebaliknya, walau cuaca lagi kering kemarau, namun karena mengabulkan doa hamba-Nya yang lagi  minta hujan, maka sangat mudah bagi-Nya untuk tiba-tiba menurunkan hujan lebat.

Dari Anas r.a. berkata bahawa ada tujuh macam pahala yang dapat diterima seseorang itu selepas matinya.
  1. Sesiapa yang mendirikan masjid maka ia tetap pahalanya selagi masjid itu digunakan oleh orang untuk beramal ibadat di dalamnya.
  2. Sesiapa yang mengalirkan air sungai selagi ada orang yang minum daripadanya.
  3. Sesiapa yang menulis mushaf ia akan mendapat pahala selagi ada orang yang membacanya.
  4. Orang yang menggali perigi selagi ada orang yang menggunakannya.
  5. Sesiapa yang menanam tanam-tanaman selagi ada yang memakannya baik dari manusia atau burung (binatang).
  6. Mereka yang mengajarkan ilmu yang berguna selama ia diamalkan oleh orang yang mempelajarinya.
  7. Orang yang meninggalkan anak yang soleh yang mana ia selalu mendoakan kedua orang tuanya dan beristighfar baginya.
  8. Yakni anak yang selalu diajari ilmu Al-Qur'an maka orang yang mengajarnya akan mendapat pahala selagi anak itu mengamalkan ajaran-ajarannya tanpa mengurangi pahala anak itu sendiri.
Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah S.A.W. telah bersabda : "Apabila telah mati anak Adam itu, maka terhentilah amalnya melainkan tiga macam :
  • Sedekah yang berjalan terus (Sedekah Amal Jariah).
  • Ilmu yang berguna dan diamalkan.
  • Anak yang soleh yang mendoakan baik baginya.
Baca juga, artikel terkait :

  1. Dosa Kecil yg menjadi besar.
  2. Taubat dan Keutamaannya.
  3. 18 Amalan Penghapus Dosa.
  4. Istiqfar dan Keutamaannya.

Hukum Sebab Akibat

Hal pertama yang harus kita sadari dalam rangka Pengembangan Diri adalah berlakunya Hukum Sebab Akibat.  Hukum ini menyatakan bahwa adanya sekarang merupakan akibat yang dipikirkan dari sebelumnya sebagai respon atas pilihan-pilihan yang terjadi.



Orang bijak mengatakan, siapa yang menabur angin, maka dia akan menuai badai, bila kita kaji lebih lanjut, ini adalah suatu penjabaran dari hukum sebab akibat yang bisa diartikan apabila kita ingin mendapatkan akibat hasil yang baik, kita harus berbuat sebab yang baik. Sebaliknya apabila perbuatan kita buruk atau telah melakukan sebab yang buruk akibat nya tentu akan buruk juga. 

Yang berkaitan dengan hukum sebab akibat disini adalah bahwa semua perbuatan dan tindakan kita didunia ini, sebenarnya langsung kembali kepada diri kita sendiri. Hal ini dapat kita ketahui, kalau kita bisa mengambil hikmah dan menganalisa setiap kejadian yang kita alami dan menghubungkannya dengan perbuatan-perbuatan yang pernah kita lakukan sebelumnya.

Di dalam al-Quran banyak sekali ayat yang menjelaskan hukum sebab akibat ini, salah satunya terdapat dalam QS Ibrahim 7,  “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Dengan sebab kamu bersyukur, maka akibatnya Alloh menambah nikmat dan sebaliknya dengan sebab kamu tidak bersyukur maka akibatnya azab yang sangat pedih. 

Begitupula dalam QS Alzalzalah 7-8 : “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. 

Sebab mengerjakan kebajikan atau kejahatan, akibatnya akan melihat balasannya.
Dari hukum sebab akibat ini, dapat diturunkan empat hukum yang lainnya, yakni sebagai berikut:
  • Hukum Keyakinan. Apapun yang kita yakini dengan sepenuh hati, maka ia  akan menjadi kenyataan. Jika kita meyakini bahwa manusia itu baik maka niscaya kita akan menemui orang baik, namun sebaliknya jika kita meyakini manusia itu buruk maka kita akan menemui orang yang buruk. Hal ini sesuai dengan isi al-Quran bahwa Alloh SWT mengikuti prasangka hamba-Nya Jadi berhati-hatilah dengan keyakinan.
  • Hukum Harapan. Apapun yang kita harapan dengan penuh percaya diri akan menjadi harapan yang terpenuhi.
  • Hukum Ketertarikan. Kita adalah magnet hidup yang menarik orang-orang, situasi dan keadaan yang sejalan dengan pikiran dominan ke dalam hidup kita.
  • Hukum Kesesuaian. Dunia luar merupakan cermin dunia dalam kita.
Seperti disebutkan dalam pembukaan di atas, kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat adalah dambaan setiap orang. Di dunia mendapatkan sukses 4TA (HARTA, TAHTA, KATA dan CINTA) sementara di akhirat kelak masuk surga. Kalau kita telaah lebih lanjut 4TA merupakan suatu AKIBAT (to have). Untuk menggapai akibat maka kita harus melakukan SEBAB (to be to do) yakni berpikir, bertindak dan bersikap positif, produktif dan kontributif atau 5AS dan 1MA (KERJA KERAS, CERDAS, IKHLAS, TUNTAS, KUALITAS, PLUS KERJA SAMA SINERGIS).

Dalam kenyataannya, tidak mudah untuk melakukan SEBAB itu, kitapun perlu menangkal pengaruh orang-orang negatif yang selalu mengatakan:  Tidak selalu kebaikan dibalas kebaikan. Air susu dibalas dengan air tuba, Ini zaman edan…tidak ikut edan maka nggak dapat kebagian, Jangankan cari yang halal… yang haram saja susah, dll.

Hukum Kekekalan Enegi
Setelah kita meyakini adanya hukum SEBAB AKIBAT, maka ada lagi hukum yang berlaku dalam kehidupan ini yaitu Hukum Kekekalan Energi. Segala sesuatu di alam semesta ini pada hakekatnya adalah energi. Kalau kita ZOOM IN wujud tubuh kita, maka kita akan mendapati organ tubuh, sel, molekul, atom, dan terakhir adalah energi yang bergetar (vibrasi). Energi di dunia bersifat tetap, ia tidak pernah diciptakan lagi dan tidak pernah hilang.

Lalu apa relevansi dari hukum kekekalan energi dengan hukum sebab akibat.?
Hubungannya adalah TOTAL USAHA sama dengan HASIL USAHA TAMPAK plus TABUNGAN ENERGI. Semua tabungan energi akan mencair sebelum seseorang meninggal dunia.  Tabungan energi positif akan meningkatkan 4TA, sementara tabungan energi negatif akan mengurangi 4TA. Jadi hakekat strategi pengembangan diri adalah bagaimana kita menebarkan energi positif sebesar-sebarnya (melimpah ruah). Rizki yang datang secara tak terduga merupakan salah satu contoh pencairan energi positif, sementara bencana / azab merupakan salah satu contoh pencairan energi negatif . Mari kita perhatikan QS Hud 15, sebagai berikut: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”.

Sikaf Proaktif
Salah satu kebiasan sukses yang harus kita jalani untuk memperoleh tabungan energi positif adalah sikaf Proaktif. Kita bukan sekedar menjemput bola (inisiatif), namun bertenggung jawab 100 persen memilih respon terbaik terhadap even, atau stimulus terburuk sekalipun. Tidak salah kalau dalam keseharian kita selalu meminta Do’a kedamaian hati kepada Alloh SWT, yakni  “Ya Alloh anugerahi kami kedamaian hati untuk menerima hal yang tidak dabat diubah, Kemampuan mengubah hal-hal yang dapat dan perlu diubah, serta  kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan antara halal dan haram”.

Sikap proaktif akan memberikan pengaruh lebih lanjut terhadap self awareness, imagination, furqon, conscience, dan independent will. Seseorang akan memberikan stimulus yang lebih baik dibanding yang ia terima, Hal ini sejalan dengan pengejawantahan nilai Annisa 86, “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).  Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”. Saat tetangga mengirim mangkok kristal anggur, maka isilah  kembali mangkok itu dengan isi yang lebih baik plus do’a kebaikan, keberkahan dan keselamatan. Hal ini sejalan dengan nilai al-Fushilat 34 ; Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.  Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. 41:34)

Begitu pula saat ada orang yang menghina, lebih baik kita tidak membalas dendam. Sebaliknya, berilah ia hadiah. Karena saat  kita teraniaya setidaknya kita memiliki dua keuntungan yaitu, Doa orang teraniaya akan dikabulkan dan tabungan positif orang yang menghina akan ditransfer ke dalam diri kita, sehingga kita menerima energi positif secara gratis.

Batu Besar vs. Kerikil
Kiat lebih lanjut untuk mendapatkan AKIBAT di atas adalah melaksanakan amalan yang prioritas atau BATU BESAR. Sebaliknya jangan terlalu disibukkan dengan amalan KERIKIL. Amalan BATU BESAR memberikan dampak yang besar dalam hidup kita, dengan input 20 kita memperoleh output 80. Kelola waktu sebaiknya untuk melakukan amalan BATU BESAR ini. Amalan BATU BESAR itu ialah Qiyamullail, Shalat subuh berjamaah, Memakmurkan Mesjid, Mengaji dan mengkaji al-Qur’an, Sholat Dhuha, Menjaga Wudhu, Bersedekah, dan memperbanyak istighfar.