Sabtu, 28 Juli 2012

Wanita Ahli Surga

Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”(Al-Ahzab: 35).


Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Di antaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad: 15)


“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah: 10-21)


Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, diantaranya:
“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah: 22-23)


“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman: 56)


“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman: 58)
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah: 35-37)


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau:
“ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu)


Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka: “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan: “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)


Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga
Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?
Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.


Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Inilah ciri-ciri wanita ahli Surga adalah:
  • Bertakwa.
  • Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.
  • Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.
  • Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.
  • Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.
  • Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.
  • Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.
  • Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.
  • Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.
  • Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.
  • Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.
  • Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).
  • Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.
  • Berbakti kepada kedua orang tua.
  • Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.
Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:


“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’: 13)

Ya Allah.. Jadikanlah Kami, sebagai ahli  dan penghuni surga MU... Amin Ya Rabb


Wallahu A’lam Bis Shawab.

Makan Sahur dan Manfaatnya



Ketahuilah bahwa dalam makan sahur terdapat keberkahan, artinya kebaikan yang banyak dan tetap terus ada. Makan sahur adalah suatu hal yang disunnahkan dan dianjurkan untuk diakhirkan.
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً
Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Hikmah sahur diantaranya yaitu bahwasannya sahur ini membedakan puasa kita dengan puasanya ahli Kitab. Karena selain agama Islam, agama yang lain juga mempunyai ibadah seperti halnya puasa kita ini. Hanya saja perbedaannya adalah dalam hal makan sahur ini. Kita disunahkan untuk makan sahur sedangkan ahli kitab tidak mengenal akan sahur ini.  "Pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahlul Kitab adalah makan sahur." (HR Muslim 1096).


Dari Ibnu Umar r.huma, Rasulullah saw. Bersabda, "Sesunggunya Allah dan para malaikat-Nya mengirimkan rahmat ke atas orang-orang yang makan sahur" (Thabrani, Ibnu Hibban-At-Targhib).

Abdullah bin Harits r.a. meriwayatkan, seorang sahabat r.a. berkata," suatu ketika kau berkunjung kepada Rasulullah saw. Ketika itu beliau sedang bersahur. Lalu Beliau bersabda," Inilah perkara yang penuh berkah yang telah dikaruniakan Allah kepada mu. Jangan sekalipun kalian meninggalkannya"


Dalam riwayat lain Rasulullah saw sering menganjurkan agar selalu bersahur, sehingga beliau bersabda, "walaupun tidak ada makanan, bersahurlah meskipun dengan sebiji kurma atau seteguk air."



 Dari Abu Sai’d Al Khudri , Rasulullah saw bersabda, "sahur itu makanan yang berberkah, karena itu janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya seteguk air, karena Allah swt dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sahur" (HR. Ahmad).


Rabu, 25 Juli 2012

Gosok Gigi

ayah_alif
Kegiatan menggosok gigi adalah kegiatan yang saya sukai biasanya saya melakukan aktifitas menggosok gigi dimulai pada waktu pagi hari ketika mandi pagi setelah menggosok gigi di pagi hari apabila masih terasa aroma bau mulut yang tidak sedap biasanya kegiatan menggosok gigi saya lakukan kembali di siang hari atau ketika saya selesai makan bila berada di rumah. sebenarnya saya mempunyai sifat yang malas dalam menggosok gigi tapi hal tersebut harus saya lakukan demi kebaikan diri saya sendiri karena akan malu juga bertemu dengan orang lain ketika berbicara berhadapan dengan aroma dari diri kita mengeluarkan aroma bau mulut yang tidak sedap, jadi sebelum aroma bau mulut dari diri saya merugikan atau mengganggu orang lain maka langkah yang saya tempuh adalah menggosok gigi sampai aroma gigi terasa menyegarkan.
Sebenarnya ada rasa penasaran dalam diri saya mengenai dari manfaat menggosok gigi selama ini yang saya tau kegiatan menggosok gigi hanya untuk menghilangkan bau mulut tetapi saya sendiri sebagai penulis belum mengetahui secara pasti apa manfaat menggosok gigi dari segi kesehatan. akhirnya saya mendapatkan informasi dari mesin pencari dari internet yang bernama google.com hasilnya terdapat penjelasan yang memuaskan diri saya seperti :

Manfaat menyikat gigi setelah makan pagi
Gigi memiliki peranan sangat penting, selain berfungsi mempermudah pengunyahan makanan, gigi juga berpengaruh terhadap keindahan seseorang. Gigi yang tidak terawatt membuat gigi kotor dan dapat mengurangi keindahan penampilan seseorang.
Kebiasaan menyikat gigi ,terutama setelah makan pagi, sepertinya belum jadi budaya yang menyenangkan bagi sebagian besar masyarakat kita. Penyebabnya bisa jadi karena malas atau belum terbiasa dengan rutinitas tersebut. Padahal banyak manfaat yang diperoleh dengan menyikat gigi setelah makan pagi, diantaranya :

•    Mencegah gigi berlubang .
Jika malam hari sudah menyikat gigi dan pagi harinya setelah makan pagi kita menyikat gigi kembali, maka resiko terjadinya penumpukan plak dalam rongga mulut kita secara otomatis akan berkurang sehingga akan mencegah resiko terjadinya gigi berlubang

•    Menyegarkan nafas,
Nafas yang tidak sedap biasanya terjadi karena adanya kotoran di dalam rongga mulut,walau ada faktor lain penyebab bau mulut. Tetapi dengan menyikat gigi setelah makan pagi, nafas kita akan terasa lebih segar sebelum pergi beraktifitas

•    Menjadi lebih pede alias percaya diri.
Memulai aktifitas kerja dengan nafas  yang segar dan gigi yang bersih , akan menambah percaya diri kita, terutama apabila pekerjaan kita berhubungan dengan jasa (dokter, dokter gigi, marketing, guru dll). Kita bisa bebas tersenyum, bicara dan tertawa dengan klain kita tanpa ada rasa takut ada kotoran menempel pada gigi saat tersenyum atau bau nafas yang tidak sedap

•    Membiasakan makan pagi di rumah.
Ini penting sekali terutama untuk anak kita yang sudah sekolah. Membiasakan diri kita dan anak – anak untuk makan pagi di rumah yang lebih terjamin kebersihannya dan sikat gigi setelah makan pagi, otomatis akan membiasakan untuk tidak jajan di luar terutama di pagi hari dan ini akan menghemat uang jajan kita dan anak kita

•    Aktifitas lebih semangat dan focus, bayangkan apabila tubuh kita sudah diisi bahan bakar dengan makan pagi dan gigi kita sudah  bersih, nafas kita yang segar, percaya diri kita menjadi lebih tinggi maka kita lebih semangat untuk pergi berkatifitas dan bisa focus apa yang akan kita kerjakan di tempat kerja.
Itulah beberapa manfaat dari  menyikat gigi setelah makan pagi, itu sebabnya mangapa dokter gigi sangat menganjurkan menyikat gigi setelah makan pagi, selain  dianjurkan juga sebelum tidur.

Tidak menggosok gigi dengan benar dapat menyebabkan masalah jantung yang fatal, menurut para ilmuwan. Banyaknya bakteri di mulut dapat menyebabkan pembekuan darah sehingga memicu kondisi aneh endokarditis infektif yang mengancam jiwa.
Para peneliti telah memaparkan bagaimana bakteri streptokokus Gordonii dapat memasuki aliran darah melalui gusi berdarah, pada konferensi Masyarakat General Microbiology. Dalam darah, bakteri tersebut dapat memicu pembekuan darah. Tersembunyi di dalam gumpalan-gumpalan beku, bakteri tersebut terlindung dari sistem kekebalan tubuh dan antibiotik.
Jika gumpalan-gumpalan beku itu tumbuh berada pada katup jantung, hal ini dapat menyebabkan endokarditis infektif – dan ketika katup terinfeksi dapat menyebabkan kerusakan serius dan fatal. Para ilmuwan dari Bristol University dan Royal College of Surgeons di Dublin berharap akan dikembangkannya obat baru untuk mencegah pembekuan darah dan endokarditis infektif.
Sebuah studi 2010 menemukan kebersihan mulut yang buruk erat kaitannya dengan peningkatan risiko kondisi jantung lain seperti serangan jantung maupun stroke. Profesor Damien Walmsley, dari British Dental Association, mengatakan: "Temuan ini berkontribusi terhadap pemahaman kita tentang hubungan antara penyakit gusi dan penyakit jantung. Hal ini juga menggarisbawahi pentingnya menggosok gigi secara teratur.” 
Manfaat menggosok gigi sebelum tidur
Kebiasaan mengosok gigi sebelum tidur saat untuk Indonesia masih kurang, orang umumnya hanya menggosok gigi pada saat ia mandi pagi dan mandi sore. Padahal untuk kesehatan gigi saran yang paling baik adalah sesudah makan pada pagi hari dan sebelum tidur pada malam hari.
Himbauan ini tidak semata-mata hanya celoteh belaka, himbauan agar menyikat gigi seudah makan pagi dan sebelum tidur malam, memiliki manfaat yang sangat baik untuk kesehatan gigi.
Lalu apa sebenarnya manfaat menggosok gigi sebelum tidur? "Bahwa kuman akan semakin berkembang pada malam hari saat kita sedang tidur, dimana mulut tidak melakukan aktivitas".
Lebih lanjut dijelaskan, tidak sedikit dari kita yang sering melupakan pentingnya menyikat gigi sebelum tidur, karena kebanyakan orang berfikir akan menyikat giginya disaat mereka sedang mandi saja ( atau bahasa sehari-harinya “sekalian mandi aja gitu” ).
Tapi memang sebenarnya sikat gigi sebelum tidur itu sangat penting, kuman itu tidak tidur, dan aktivitas kuman dimalam hari biasanya akan meningkat 2 kali lipat dibandingkan pada siang hari, karena Saat tidur di mana mulut kita tidak melakukan aktivitas seperti makan, minum, atau ngobrol, air liur yang memang berfungsi sebagai antiseptik alami dalam mulut kita akan berkurang, makanya kemampuan saliva yang berfungsi untuk menetralisir kuman-kuman dalam mulut juga berkurang.
Dan sebanyak apapun kuman dalam mulut, bila kita sudah menyikat gigi dan kondisi mulut kita bersih dapat dipastikan tidak akan terjadi karies atau peradangan pada gusi yang mengakibatkan terjadinya pembentukan karang gigi karena plak yang tidak dibersihkan.
Tentu kita tidak mau kan gigi kita jadi berlubang dan menimbulkan banyak penyakit dan membuat nafas pun menjadi tidak sedap, yang ada orang-orang disekitar kita akan kabur.
Terdapat beberapa cara yang berbeda-beda dalam menggosok gigi, yang perlu diperhatikan ketika menggosok gigi adalah:

  1. Cara menyikat harus dapat membersihkan semua deposit pada permukaan gigi dan gusi secara baik, terutama saku gusi dan ruang interdental (ruang antar gigi).
  2. Gerakan sikat gigi tidak merusak jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan tidak memberikan tekanan berlebih.
  3. Cara menyikat harus tepat dan efisien.
  4. Frekuensi menyikat gigi maksimal 3 X sehari (setelah makan pagi, makan siang dan sebelum tidur malam), atau minimal 2 X sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam)
Telah kita ketahui bahwa frekuensi menggosok gigi adalah sehari 3 X, setiap sehabis makan dan sebelum tidur. Kenyataannya menggosok gigi 3 X sehari tidak selalu dapat dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain. Manson (1971) berpendapat bahwa menggosok gigi sehari cukup 2 X, setelah makan pagi dan sebelum tidur malam.
Menyikat gigi harus dilakukan secara sistematis, tidak ada sisa makanan tertinggal. Caranya menggosok mulai dari gigi belakang kanan/kiri digerakan ke arah depan dan berakhir pada gigi belakang kanan/kiri dari sisi lainnya.
Hasil penyikatan akan lebih baik bila menggunakan disclosing solution atau disclosing tablet sebelum dan sesudah penyikatan gigi. Dengan disclosing solution, lapisan-lapisan yang melekat pada permukaan gigi dapat terlihat jelas.

Dikenal beberapa macam cara menggosok gigi, yaitu :

  • Gerakan vertikal. Arah gerakan menggosok gigi ke atas ke bawah dalam keadaan rahang atas dan bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi yang menghadap ke pipi (bukal/labial), sedangkan untuk permukaan gigi yang menghadap lidah/langit-langit (lingual/palatal), gerakan menggosok gigi ke atas ke bawah dalam keadaan mulut terbuka. Cara ini terdapat kekurangan, yaitu bila menggosok gigi tidak benar dapat menimbulkan resesi gingival/penurunan gusi sehingga akar gigi terlihat.
  • Gerakan horizontal. Arah gerakan menggosok gigi ke depan ke belakang dari permukaan bukal dan lingual. Gerakan menggosok pada bidang kunyah dikenal sebagai scrub brush. Caranya mudah dilakukan dan sesuai dengan bentuk anatomi permukaan kunyah. Kombinasi gerakan vertikal-horizontal, bila dilakukan harus sangat hati-hati karena dapat menyebabkan resesi gusi/abrasi lapisan gigi.
  • Gerakan roll teknik/modifikasi Stillman. Cara ini, gerakannya sederhana, paling dianjurkan, efisien dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan oklusal/bidang kunyah, ujung bulu sikat mengarah ke apex/ujung akar, gerakan perlahan melalui permukaan gigi sehingga bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan.
Pada waktu bulu-bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hampir tegak terhadap permukaan email. Ulangi gerakan ini sampai lebih kurang 12 kali sehingga tidak ada yang terlewat. Cara ini dapat menghasilkan pemijatan gusi dan membersihan sisa makanan di daerah interproksimal/antara gigi.
Dari sekian cara menggosok gigi, memilih sikat gigi dan menggunakan pasta gigi, yang tersebar banyak di pasaran.


Menggosok gigi dengan jari ternyata banyak manfaatnya


Sebuah tim dari University of Gothenburg, Swedia, menemukan teknik cepat untuk menurunkan risiko terjadinya gigi berongga. Ketua peneliti, Dr. Anna Nordstrom, mengatakan, “Menggosokkan pasta gigi dengan jari Anda meningkatkan perlindungan fluorida hingga 400 persen.”
Para peneliti mengetes efek dari pasta gigi berkadar fluorida tinggi yang bisa diperoleh tanpa resep di Swedia. Mereka meminta 16 relawan untuk menggosok gigi beberapa kali sehari dan juga mengetes teknis menggosok gigi dengan jari.
Menurut Dr. Nordstrom, metode “pijat” (gosok gigi dengan jari) ini terbukti seefektif tiga kali menggosok gigi dengan sikat dalam meningkatkan jumlah fluorida di dalam mulut. “Menggosokkan pasta gigi dengan merupakan cara paling mudah untuk ‘menembakkan’ fluorida selama sehari, misalnya setelah makan siang,” kata dia seperti dikutip Daily Mail. Namun, ia menambahkan, cara ini tidak bisa menggantikan kebiasaan menggosok gigi dengan sikat  gigi berpasta gigi pada pagi dan sore hari. “Ini adalah ekstra, tambahan,” kata Dr. Nordstrom.
Ia menambahkan bahwa orang sebaiknya menghindari membersihkan pasta gigi mereka dengan air setelah menggosok gigi. Fluorida adalah mineral alami yang mencegah kerusakan dengan memperkuat perlindungan enamel yang melapisi gigi. Namun hanya 10 persen air di Inggris yang mengandung fluorida dibandingkan di Amerika yang kandungannya mencapai 60 persen.
Peneliti ini bahkan juga yakin membiarkan fluorida di gigi tanpa dibasuh itu tak berbahaya. Pandangan itu berlawanan dengan keyakinan bahwa fluorida bisa meningkatkan risiko kesehatan, bahkan bisa meningkatkan risiko kanker tulang pada anak-anak lelaki. Namun British Dental Association mengatakan, fluoridasasi adalah cara aman dan efektif untuk mengurangi tambalan dan pencabutan gigi.
Penelitian terbaru ini disampaikan hanya sehari setelah para ilmuwan mengungkapkan bahwa gagal menggosok gigi dengan benar bisa menyebabkan masalah jantung yang fatal. Menurut Brstol University, bakteri yang berkeliaran di mulut bisa menyebabkan penggumpalan darah yang membahayakan jiwa melalui gusi berdarah yang memicuendokarditis.

8 kebiasaan buruk gosok gigi - Gosok gigi adalah salah satu cara untuk merawat gigi kita agar tetap bersih dan sehat. Namun, tahukah anda bahwa  ternyata ada kebiasaan-kebiasaan yang salah dan buruk ketika kita menggosok gigi. Hmm, seperti apakah kebiasaan-kebiasaan buruk itu ? Yuk, daripada penasaran, mari kita simak info berikut ini :
Hati-hati, beberapa kebiasaan dalam menggosok gigi bisa saja merusak gigi Anda alih-alih membersihkannya. Seperti apa saja kebiasaan dalam menggosok gigi yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan mulut Anda? Simak rincian yang diberikan You Beauty berikut ini.

1. Tidak cukup lama menggosok gigi
Kebanyakan orang hanya menghabiskan tak lebih dari satu menit untuk menggosok gigi mereka. Padahal kebanyakan dokter gigi menyarankan untuk menggosok gigi Anda dalam waktu dua hingga tiga menit. Lain kali, sikat gigi Anda minimal tiga menit untuk benar-benar menghilangkan bakteri di dalam mulut.

2. Anda tidak melihat apa yang Anda lakukan
Anda harus melihat pada kaca, bagian gigi mana yang sedang Anda sikat, dan seperti apa cara Anda menggosok. Jika Anda hanya menggosok tanpa melihatnya, seringkali Anda akan melewatkan beberapa gigi atau gusi yang masih kotor. Ini bisa menyebabkan plak dan bakteri yang bisa membahayakan kesehatan mulut.

3. Cara menggosok gigi yang salah
Anda seringkali menggosok gigi dengan menggosoknya dengan menggerakkan sikat ke samping. Itu sangat salah. Ingat, gigi Anda bukan pohon, sehingga jangan gunakan teknik 'menggergaji' untuk membersihkannya. Teknik ini juga bisa merusak enamel gigi. Cara yang benar adalah dari atas ke bawah, dengan sedikit gerakan memutar. Perhatikan setiap gigi yang sedang Anda bersihkan.

4. Menggosok terlalu keras
Anda bisa merusak enamel dengan menggosok gigi terlalu keras. Jika Anda memiliki kebiasaan mengerat gigi, kemungkinan enamel untuk rusak akan semakin besar.

5. Sikat gigi yang salah
Pastikan Anda menggunakan sikat gigi dengan sikat yang lembut. Anda boleh menggunakan sikat gigi listrik yang akan membantu Anda menggosok gigi lebih lama jika Anda bisa menggunakannya dengan benar. Jika sikat gigi Anda sudah mulai terlihat kotor, tercabut, atau bulu sikatnya berubah arah, maka lebih baik Anda segera menggantinya.

6. Pasta gigi yang salah
Pasta gigi yang mengandung baking soda bagus untuk menghilangkan noda, karena mereka bersifat abrasif. Namun baking soda juga bisa merusak enamel. Lebih baik menggunakan pasa gigi pemutih yang tidak merusak gigi Anda.

7. Kegagalan dalam penggunaan dental flos
Dental flos digunakan di antara gigi Anda, tempat yang tidak bisa dijangkau oleh sikat gigi. Tempat sempit di antara dua gigi biasanya menjadi sarang bakteri yang bisa merusak enamel. Namun jangan gunakan dental flos dengan cara yang salah. Berhati-hatilah untuk tidak menggerakkannya seperti menggergaji. Berhati-hatilah saat menariknya ke bawah, agar tidak melukai gigi dan gusi.

8. Tidak berkumur setelah gosok gigi
Setelah menggosok gigi, tentu bakteri masih ada dalam mulut Anda. Dengan berkumur Anda memastikan bahwa semua bakteri sudah keluar dari mulut Anda. Anda juga dapat menggunakan cairan pembersih mulut (mouthwash) yang tidak mengandung alkohol. Jika tidak, maka air bersih saja sudah cukup untuk membersihkan mulut Anda.

Air liur (secara ilmiah disebut dengan saliva) mengandung lebih dari seratus milyar (108) bakteri per milimeternya. Dalam air liur juga mengandung lapisan tipis glikoprotein yang menempel pada enamel gigi, dan menjadi medium pertumbuhan bagi milyaran bakteri tersebut.

Di antara milyaran bakteri tersebut, Streptococccus mutans merupakan bakteri yang menyebabkan pembusukan dan menyebabkan lubang pada gigi. Bakteri ini menghasilkan suatu enzim khusus yang dikenal dengan glukosil transferase yang berkerja secara spesifik dalam penguraian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (sukrosa merupakan jenis gula yang kita konsumsi sehari-hari). Enzim ini selanjutnya akan merombak glukosa yang telah diuraikan tadi menjadi suatu polisakarida yang disebut dengan dextran. Plak gigi (dental plaque), atau disebut juga dengan karang gigi, merupakan sejumlah besar dextran yang menempel pada enamel gigi dan menjadi media pertumbuhan bagi berbagai jenis bakteri tersebut.

Pembentukan plak gigi ini merupakan langkah awal dalam proses pembusukan gigi. Hasil penguraian sukrosa yang kedua adalah fruktosa. Bakteri Lactobacillus bravis mengubah fruktosa menjadi asam laktat melalui serangkaian reaksi glikolisis dan fermentasi. Terbentuknya asam laktat akan menyebabkan penurunan pH pada permukaan gigi. Suasana asam ini menyebabkan  kalsium dari enamel gigi akan terurai atau rusak.

Secara alamiah kita memproduksi 1 liter air liur setiap hari yang berguna  mengurangi keasaman mulut. Akan tetapi, plak gigi yang terbentuk tidak bisa diuraikan oleh air liur tersebut. Plak gigi ini menahan keberadaan bakteri. Akibatnya asam laktat akan tetap terbentuk dan tetap akan merusak enamel gigi.

Menggosok gigi secara teratur dapat membantu mengurangi pembentukan plak gigi. Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang mengandung sukrosa juga merupakan langkah pencegahan kerusakan gigi. Kontrol kesehatan gigi secara berkala merupakan salah satu langkah menjaga kesehatan gigi. Agar kita dapat membantu ibu bukan hanya sekedar membersihkan tempat tidur lho... 

Selasa, 24 Juli 2012

Kupas Tuntas Tarawih


Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari
تَرْوِيْحَةٌ
yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)
Dan
تَرْوِيْحَةٌ
pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462)
Shalat yang dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan dinamakan tarawih. (Syarh Shahih Muslim, 6/39 dan Fathul Bari, 4/294). Karena para jamaah yang pertama kali bekumpul untuk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali salam (yaitu setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup dengan salam kemudian mengerjakan 2 rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)
Hukum Shalat Tarawih
Hukum shalat tarawih adalah mustahab (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan tentang sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
مَنْ قَامَ رَمَصَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah ta’ala , niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
“Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim, 6/282). Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim (5/140) dan Al-Majmu’ (3/526).
Ketika Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan shalat tarawih maka Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul Bari, 4/295)
Mana yang lebih utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah?
Dalam masalah ini terdapat dua pendapat:
Pendapat pertama, yang utama adalah dilaksanakan secara berjamaah.
Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat Abu Hanifah dan Al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad, hal. 90) dan disebutkan pula oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/605) dan Al-Mirdawi dalam Al-Inshaf (2/181) serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan lainnya, sebagaimana yang telah disebutkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (6/282).
Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama (Al-Fath, 4/297) dan pendapat ini pula yang dipegang Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, beliau berkata: “Disyariatkan shalat berjamaah pada qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih dengan berjamaah) lebih utama daripada (dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu Ramadhan, hal.19-20).
Pendapat kedua, yang utama adalah dilaksanakan sendiri-sendiri.
Pendapat kedua ini adalah pendapat Al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i. Hal ini sebutkan pula oleh Al-Imam An-Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 6/282).
Adapun dasar masing-masing pendapat tersebut adalah sebagai berikut:
Dasar pendapat pertama:
1. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ، وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ. وَذَلِكَ فِيْ رَمَضَانَ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para shahabat mengikuti shalat beliau n, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi n), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)
• Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini terkandung bolehnya shalat nafilah (sunnah) secara berjamaah akan tetapi yang utama adalah shalat sendiri-sendiri kecuali pada shalat-shalat sunnah yang khusus seperti shalat ‘Ied dan shalat gerhana serta shalat istisqa’, dan demikian pula shalat tarawih menurut jumhur ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 6/284 dan lihat pula Al-Majmu’, 3/499;528)
• Tidak adanya pengingkaran Nabi shallallahu alaihi wasallam terhadap para shahabat yang shalat bersamanya (secara berjamaah) pada beberapa malam bulan Ramadhan. (Al-Fath, 4/297 dan Al-Iqtidha’, 1/592)
2. Hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai maka terhitung baginya (makmum) qiyam satu malam penuh.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah)
Hadits ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1/380). Berkenaan dengan hadits di atas, Al-Imam Ibnu Qudamah mengatakan: “Dan hadits ini adalah khusus pada qiyamu Ramadhan (tarawih).” (Al-Mughni, 2/606)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Apabila permasalahan seputar antara shalat (tarawih) yang dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dengan shalat (yang dilaksanakan) pada akhir malam secara sendiri-sendiri maka shalat (tarawih) dengan berjamaah lebih utama karena terhitung baginya qiyamul lail yang sempurna.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 26)
3. Perbuatan ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dan para shahabat lainnya radiyallahu ‘anhum ‘ajma’in (Syarh Shahih Muslim, 6/282), ketika ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat secara berjamaah kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jamaah dan dipilihlah Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu sebagai imam (lihat Shahih Al-Bukhari pada kitab Shalat Tarawih).
4. Karena shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yang tampak maka serupa dengan shalat ‘Ied. (Syarh Shahih Muslim, 6/282)
5. Karena shalat berjamaah yang dipimpin seorang imam lebih bersemangat bagi keumuman orang-orang yang shalat. (Fathul Bari, 4/297)
Dalil pendapat kedua:
Hadits dari shahabat Zaid bin Tsabit z, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian! Sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat yang diwajibkan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dengan hadits inilah mereka mengambil dasar akan keutamaan shalat tarawih yang dilaksanakan di rumah dengan sendiri-sendiri dan tidak dikerjakan secara berjamaah. (Nashbur Rayah, 2/156 dan Syarh Shahih Muslim, 6/282)
Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat pertama karena hujjah-hujjah yang telah tersebut di atas. Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat kedua adalah:
• Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka (setelah para shahabat sempat beberapa malam mengikuti shalat malam secara berjamaah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam), karena kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan diwajibkannya shalat malam secara berjamaah (Fathul Bari, 3/18) dan kalau tidak karena kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para shahabat (untuk shalat tarawih secara berjamaah) (Al-Iqtidha’, 1/594). Dan sebab ini (kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan menjadi wajib) sudah tidak ada dengan wafatnya Nabi n. (Al-‘Aun, 4/248 dan Al-Iqtidha’, 1/595), karena dengan wafatnya beliau shallallahu alaihi wasallam maka tidak ada kewajiban yang baru dalam agama ini.
Dengan demikian maka pemegang pendapat pertama telah menjawab terhadap dalil yang digunakan pemegang pendapat kedua. Wallahu a’lam.
Waktu Shalat Tarawih
Waktu shalat tarawih adalah antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam:
إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adalah shalat witir. Maka lakukanlah shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” (HR. Ahmad, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Hadits) ini sanadnya shahih”, sebagaimana dalam Ash-Shahihah, 1/221 no.108)
Jumlah Rakaat dalam Shalat Tarawih
Kemudian untuk jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat berdasarkan:
1. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan Ramadhan, beliau menjawab:
مَا كَانَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً …
“Tidaklah (Rasulullah n) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan atau bulan lainnya. “Beliaulah yang paling mengetahui tentang keadaan Nabi shallallahu alaihi wasallam di malam hari dari lainnya.” (Fathul Bari, 4/299)
Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Jumlah) rakaat (shalat tarawih) adalah 11 rakaat, dan kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti Rasulullah n, maka sesungguhnya beliau shallallahu alaihi wasallam tidak melebihi 11 rakaat sampai beliau shallallahu alaihi wasallam wafat.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 22)
2. Dari Saaib bin Yazid beliau berkata:
أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“’Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqani, 1/361 no. 249)
Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata dalam Al-Irwa (2/192) tentang hadits ini: “(Hadits) ini isnadnya sangat shahih.” Asy-Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Dan (hadits) ini merupakan nash yang jelas dan perintah dari ‘Umar z, dan (perintah itu) sesuai dengannya radhiyallahu ‘anhu karena beliau termasuk manusia yang paling bersemangat dalam berpegang teguh dengan As Sunnah, apabila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melebihkan dari 11 rakaat maka sesungguhnya kami berkeyakinan bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu akan berpegang teguh dengan jumlah ini (yaitu 11 rakaat).” (Asy-Syarhul Mumti’)
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu jumlahnya 23 rakaat adalah pendapat yang lemah karena dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat ini hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits-hadits tersebut:
1. Dari Yazid bin Ruman beliau berkata:
كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِيْ زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِيْ رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً
“Manusia menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu 23 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqaani, 1/362 no. 250)
Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata: “Yazid bin Ruman tidak menemui masa ‘Umar radiyallahu ‘anhu”. (Nukilan dari kitab Nashbur Rayah, 2/154) (maka sanadnya munqothi/terputus, red).
Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah men-dha’if-kan hadits ini sebagaimana dalam Al-Irwa (2/192 no. 446).
2. Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhu :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّى فِيْ رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكَعَةَ وَالْوِتْرَ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Awsath, 5/324 no. 5440 dan 1/243 no. 798, dan dalam Al-Mu’jamul Kabir, 11/311 no. 12102)
Al-Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata: “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Hakam kecuali Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali dengan sanad ini saja.” (Al-Mu’jamul Ausath, 1/244)
Dalam kitab Nashbur Rayah (2/153) dijelaskan: “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman adalah perawi yang lemah menurut kesepakatan, dan dia telah menyelisihi hadits yang shahih riwayat Abu Salamah, sesungguhnya beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Bagaimana shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di bulan Ramadhan? (yaitu dalil pertama dari pendapat yang pertama).” Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). (Adh-Dha’ifah, 2/35 no. 560 dan Al-Irwa, 2/191 no. 445)
Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan. (Lihat Al Jaami’ li Ahkamish Sholah, 3/63 dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9630)
Adapun shalat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan shalat tahajjud menurut mayoritas pakar fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9630)
Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut Ahnaf, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9631)

Keutamaan Shalat Tarawih

Pertama, akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi. (Syarh Muslim, 3/101)
Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya. (Fathul Bari, 6/290)
Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil. (Lihat Fathul Bari, 6/290)
Kedua, shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai.
Ketiga, shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.
Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/9633)
Tarawih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?” ‘Aisyah mengatakan,
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.” (HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan. Lihat Shalat At Tarawih, hal. 21)
As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.”
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/9635)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan 20 raka’at ditambah witir, sanad hadits itu adalah dho’if. Hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa shalat Nabi tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 6/295)
Jumlah Raka’at Shalat Tarawih yang Dianjurkan
Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang telah lewat.
‘Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
“Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764). Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/123, Asy Syamilah)
Bolehkah Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih Dari 11 Raka’at?
Mayoritas ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan bahwa boleh menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.” (At Tamhid, 21/70)
Yang membenarkan pendapat ini adalah dalil-dalil berikut.
Pertama, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ
“Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at. Jika engkau khawatir masuk waktu shubuh, lakukanlah shalat witir satu raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat).” (HR. Muslim no. 489)
Ketiga, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan sekali sujud kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu kesalahanmu.” (HR. Muslim no. 488)
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan beberapa hal:
Keempat, Pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memilih shalat tarawih dengan 11 atau 13 raka’at ini bukanlah pengkhususan dari tiga dalil di atas.
Alasan pertama, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengkhususkan ucapan beliau sendiri, sebagaimana hal ini telah diketahui dalam ilmu ushul.
Alasan kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang menambah lebih dari 11 raka’at. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at, akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang. …Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau dikurangi dari jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Alasan ketiga, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam dengan 11 raka’at. Seandainya hal ini diperintahkan tentu saja beliau akan memerintahkan sahabat untuk melaksanakan shalat 11 raka’at, namun tidak ada satu orang pun yang mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat mengkhususkan dalil yang bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam ushul telah diketahui bahwa dalil yang bersifat umum tidaklah dikhususkan dengan dalil yang bersifat khusus kecuali jika ada pertentangan.
Kelima, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam dengan bacaan yang panjang dalam setiap raka’at. Di zaman setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang begitu berat jika melakukan satu raka’at begitu lama. Akhirnya, ‘Umar memiliki inisiatif agar shalat tarawih dikerjakan dua puluh raka’at agar bisa lebih lama menghidupkan malam Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti raka’at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Keenam, telah terdapat dalil yang shahih bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat tarawih, Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daari ditunjuk sebagai imam. Ketika itu mereka melakukan shalat tarawih sebanyak 21 raka’at. Mereka membaca dalam shalat tersebut ratusan ayat dan shalatnya berakhir ketika mendekati waktu shubuh. (Diriwayatkan oleh ‘Abdur Razaq no. 7730, Ibnul Ja’di no. 2926, Al Baihaqi 2/496. Sanad hadits ini shahih. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/416)
Begitu juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mereka melakukan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. Dari As Saa-ib bin Yazid, beliau mengatakan bahwa ‘Umar bin Al Khottob memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daariy untuk melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. As Saa-ib mengatakan, “Imam membaca ratusan ayat, sampai-sampai kami bersandar pada tongkat karena saking lamanya. Kami selesai hampir shubuh.” (HR. Malik dalam Al Muqatho’, 1/137, no. 248. Sanadnya shahih. Lihat Shahih Fiqih Sunnah 1/418)
Berbagai Pendapat Mengenai Jumlah Raka’at Shalat Tarawih
Jadi, shalat tarawih 11 atau 13 raka’at yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah pembatasan. Sehingga para ulama dalam pembatasan jumlah raka’at shalat tarawih ada beberapa pendapat.
Pendapat pertama, yang membatasi hanya sebelas raka’at. Alasannya karena inilah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah pendapat Syaikh Al Albani dalam kitab beliau Shalatut Tarawaih.
Pendapat kedua, shalat tarawih adalah 20 raka’at (belum termasuk witir). Inilah pendapat mayoritas ulama semacam Ats Tsauri, Al Mubarok, Asy Syafi’i, Ash-haabur Ro’yi, juga diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Ali dan sahabat lainnya. Bahkan pendapat ini adalah kesepakatan (ijma’) para sahabat.
Al Kasaani mengatakan, “‘Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu Ta’ala ‘anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.”
Ad Dasuuqiy dan lainnya mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at inilah yang menjadi amalan para sahabat dan tabi’in.”
Ibnu ‘Abidin mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at inilah yang dilakukan di timur dan barat.”
‘Ali As Sanhuriy mengatakan, “Jumlah 20 raka’at inilah yang menjadi amalan manusia dan terus menerus dilakukan hingga sekarang ini di berbagai negeri.”
Al Hanabilah mengatakan, “Shalat tarawih 20 raka’at inilah yang dilakukan dan dihadiri banyak sahabat. Sehingga hal ini menjadi ijma’ atau kesepakatan sahabat. Dalil yang menunjukkan hal ini amatlah banyak.” (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9636)
Pendapat ketiga, shalat tarawih adalah 39 raka’at dan sudah termasuk witir. Inilah pendapat Imam Malik. Beliau memiliki dalil dari riwayat Daud bin Qois, dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan riwayatnya shahih. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/419)
Pendapat keempat, shalat tarawih adalah 40 raka’at dan belum termasuk witir. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh ‘Abdurrahman bin Al Aswad shalat malam sebanyak 40 raka’at dan beliau witir 7 raka’at. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan tanpa batasan bilangan sebagaimana dikatakan oleh ‘Abdullah. (Lihat Kasyaful Qona’ ‘an Matnil Iqna’, 3/267)
Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang ada adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik.
Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.
Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Dari penjelasan di atas kami katakan, hendaknya setiap muslim bersikap arif dan bijak dalam menyikapi permasalahan ini. Sungguh tidak tepatlah kelakuan sebagian saudara kami yang berpisah dari jama’ah shalat tarawih setelah melaksanakan shalat 8 atau 10 raka’at karena mungkin dia tidak mau mengikuti imam yang melaksanakan shalat 23 raka’at atau dia sendiri ingin melaksanakan shalat 23 raka’at di rumah.
Orang yang keluar dari jama’ah sebelum imam menutup shalatnya dengan witir juga telah meninggalkan pahala yang sangat besar. Karena jama’ah yang mengerjakan shalat bersama imam hingga imam selesai –baik imam melaksanakan 11 atau 23 raka’at- akan memperoleh pahala shalat seperti shalat semalam penuh. “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Semoga Allah memafkan kami dan juga mereka.
Yang Paling Bagus adalah yang Panjang Bacaannya
Setelah penjelasan di atas, tidak ada masalah untuk mengerjakan shalat 11 atau 23 raka’at. Namun yang terbaik adalah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun berdirinya agak lama. Dan boleh juga melakukan shalat tarawih dengan 23 raka’at dengan berdiri yang lebih ringan sebagaimana banyak dipilih oleh mayoritas ulama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوتِ
“Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.” (HR. Muslim no. 756)



Makna dari setiap sholat tarawih, pada malam ke

  1. Bersih dirinya, seperti baru dilahirkan dari kandungan dari ibunya
  2. Diampuni dirinya dan kedua orang tuanya yang mukmin
  3. Allah SWT mengampuni dosanya yang telah lalu
  4. Dapat pahala sebanyak membaca kitab
  5. Mendapat pahala seperti sholat di Masjidil Harom, Nabawi dan Al-Aqsho
  6. Mendapat pahala seperti melaksanakan thowaf di Baitul Ma’mun dan memohonkan ampun untuknya semua batu-batu tanah liat
  7. Mendapat pahala seakan2 dia telah membantu Nabi Musa AS melawan Fir’aun & Haaman
  8. Mendapat pahala seperti pahala yang diterima Nabi Ibrahim AS
  9. Mendapat pahala seperti pahala yang diterima Nabi Muhammad SAW
  10. Allah SWT memberikan rizki kepadanya kebaikan didunia dan akhirat
  11. Saat bangkit dari kubur, seperti baru dilahirkan dari kandungan ibunya
  12. Pada hari qiyamat, wajahnya bagus seperti bulan purnama
  13. Pada hari qiyamat, dia selamat aman dari segala resiko
  14. Allah SWT tidak akan menghisabnya di hari qiyamat
  15. Para malaikat memohonkan tambahan kebaikan untuk dia
  16. Allah SWT bebaskan dia dari Neraka dan membebaskan dia masuk Surga
  17. Mendapat pahala sebanyak pahala para Nabi
  18. Allah SWT telah ridho kepadamu dan kepada kedua orang tuamu
  19. Allah SWT mengangkat derajatnya di Surga Firdaus
  20. Mendapat pahala sebanyak pahala para Syuhada dan para Sholihin
  21. Allah SWT membangunkan baginya di Surga sebuah rumah dari cahaya
  22. Di hari qiyamat dia datang dengan aman dari segala macam susah dan duka
  23. Di Surga, Allah SWT membangunkan baginya sebuah kota
  24. Allah SWT kabulkan baginya, sebanyak 24 macam doa
  25. Allah SWT membebaskan dia dari siksa kubur
  26. Allah SWT meningkatkan baginya pahala selama 40 tahun
  27. Melewati jembatan “Shirotol Mustaqim” dengan mudah dan cepat seperti kilat
  28. Allah SWT mengangkat baginya 1000 derajat didalam Surga
  29. Allah SWT memberikan kepadanya pahala seribu ibadah Haji yang diterima
  30. Allah SWT berfirman :
“Makanlah buah-buahan Surga, Mandilah dengan air Salsabil dan
Minumlah dari telaga Kautsar, AKU adalah Tuhanmu dan engkau adalah hambaku.”
1 syawal AGUNGKAN DAN SUCIKAN NAMA ALLAH SWT