Senin, 20 Oktober 2014

Hikmah dibalik Musibah

Ketahuilah … Allah Taala akan menguji setiap hamba-Nya dengan berbagai musibah, dengan berbagai hal yang tidak mereka sukai, juga Allah akan menguji mereka dengan musuh mereka dari orang-orang kafir dan orang-orang munafiq. Ini semua membutuhkan kesabaran, tidak putus asa dari rahmat Allah dan tetap konsisten dalam beragama. Hendaknya setiap orang tidak tergoyahkan dengan berbagai cobaan yang ada, tidak pasrah begitu saja terhadap cobaan tersebut, bahkan setiap hamba hendaklah tetap komitmen dalam agamanya. Hendaknya setiap hamba bersabar terhadap rasa capek yang mereka emban ketika berjalan dalam agama ini. 

Sikap seperti di atas sangat berbeda dengan orang-orang yang ketika mendapat ujian merasa tidak sabar, marah, dan putus asa dari rahmat Allah. Sikap seperti ini malah akan membuat mereka mendapat musibah demi musibah. 

Renungkanlah …

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib)

Dari Mush’ab bin Sa’id (seorang tabi’in) dari ayahnya berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
 »
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka dia akan mendapat ujian begitu kuat. Apabila agamanya lemah, maka dia akan diuji sesuai dengan agamanya. Senantiasa seorang hamba akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)

قُلْ لَنْ يُصِيْبَنَا إلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللهِ فَاْليَتَوَكَّلِ اْلمُؤْمِنُوْنَ

“Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal”

Bencana adalah juga sebuah teguran dari Allah kepada orang-orang beriman, namun lalai menjalankan perintah-Nya. Peringatan dari allah ini sudah seringkali tampak melalui beberapa peristiwa serupa yang seringkali melanda negeri kita. Namun selalu saja kita belum bisa memperbaiki diri, sikap dan perbuatannya. Padahal beberapa musibah yang terjadi ini adalah akibat dari perbuatan dan ulah kita sendiri sebagai bangsa.

Jika alam di negeri kita rusak, siapakah yg merusaknya? Tentu adalah kita sendiri yang merusaknya. Bukan negara lain, karena takkan ada negeri lain dapat merusak negara kita kecuali kita sendiri yang mengijinkan mereka.
Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 41.

ظَهَرَ الفَسَادُ فِيْ الُبَرِّ وَاْلبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ اَّلذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan lepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).”

Adapun bagi kita semua, rentetan musibah yang terjadi hendaklah menjadi tadzkirah (pengingat) bahwa bencana memilukan tersebut dapat terjadi ditempat kita jika Allah SWT menghendaki. Seharusnyalah bagi kita untuk selalu berdo’a, bertaqarrub, dan beristighfar semoga Allah SWT selalu menganugerahkan keselamatan dan ampunan bagi kita semua.

Dan jika demikian, maka Allah memberi peringatan kepada kita supaya kembali ke jalan yang benar. Perbuatan manusialah yang selama ini banyak merusak ekosistem dan lingkungan. Manusia yang serakah, selalu mengeksploitasi alam dan banyak menyebabkan kerusakan lingkungan. Peringatan dari Allah yang berupa bencana menunjukkan bahwa Allah masih sayang kepada hamba-hamba-Nya dan menghendaki mereka untuk kembali ke jalan yang diridhoi-Nya.

Karena, kerusakan alam selalu mengakibarkan kerugian bagi warha di sekelilingnya, terutama rakyat kecilnya. Karenanya, siapa yang lebih kuat harus melindungiu yang lemah. Siapa yang berkelonggaran harus menolong yang sedang dalam kesusahan dan siapa yang selamat harus bersedia menolong kepada saudaranya yang terkena musibah.

Mestinya kita takut jika tidak menolong, padahal kita mampu, mestinya kita malu kepad Allah jika tidak membantu saudara-saudara yang sedang kesusahan, apdahal kita sedang banyak memiliki kelonggaran. Bukankah Rasulullah SAW telah bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لاَ يَهْتَمْ بِأُمُوْرِ اْلمُسْلِمِيْنَ                                            

“Tidaklah termasuk golongan kita, mereka yang tidak peduli dengan persoalan-persoalan umat Islam.”

Dengan demikian, maka umat akan persatuan dan kesatuan umat Islam akan semakin kokoh selepas berlalunya bencana, jika kita dapat menyadari bahwa selalu ada hikmah di balik setiap kejadian yang tampak mengerikan. Bencana merupakan ujiana bagi umat Islam, sudahkah mereka mencadi seperti penggambaran Rasulullah SAW?

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Orang Islam yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling menguatkan.”

Semoga kita yang sedang mendapat ujian atau musibah merenungkan hadits-hadits di atas. Sungguh ada sesuatu yang tidak kita ketahui di balik musibah tersebut. Maka bersabarlah dan berusahalah ridho dengan taqdir ilahi. Sesungguhnya para Nabi dan orang sholeh dahulu juga telah mendapatkan musibah sebagaimana yang kita peroleh. Lalu kenapa kita harus bersedih, mengeluh dan marah? Bahkan orang sholeh dahulu -sesuai dengan tingkatan keimanan mereka-, mereka malah memperoleh ujian lebih berat. Cobalah kita perhatikan perkataan ulama berikut.

Al Manawi mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta (tertutupi). Betapa banyak orang sholih (ulama besar) yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. … Dan masih banyak kisah lainnya.” (Faidhul Qodhir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/518, Asy Syamilah)

Dan diantara hikmah yang bisa kita petik antara lain adalah: Musibah akan mendidik jiwa dan mensucikannya dari dosa dan kemaksiatan, Mendapatkan kebahagiaan (pahala) tak terhingga di akhirat, sebagai parameter kesabaran seorang hamba, dapat memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah dan memunculkan berbagai macam ibadah yang menyertainya. Dapat mengikis sikap sombong, ujub dan besar kepala, Memperkuat harapan (raja’) kepada Allah, Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan. Allah tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit. Dengan adanya musibah seseorang akan mengetahui betapa besarnya nikmat keselamatan dan 'afiyah. Pada dasarnya merupakan sesuatu yang begitu akrab dengan kehidupan kita.

Adakah orang yang tidak pernah mendapatkan musibah? Tentu tak ada. Musibah bisa juga diartikan juga sebagai salah satu bentuk ujian yang diberikan Allah kepada manusia. la adalah sunnatullah yang berlaku atas para hamba-Nya. la bukan berlaku pada orang-orang yang lalai dan jauh dari nilai-nilai agama saja. Namun ia juga menimpa orang-orang mukmin dan orang-orang yang bertakwa. Bahkan, semakin tinggi kedudukan seorang hamba di sisi Allah, maka semakin berat ujian dan cobaan yang diberikan Allah I kepadanya. Karena Dia akan menguji keimanan dan ketabahan hamba yang dicintai-Nya.

Sebagai contoh, bangsa kita tercinta yang dirundung dan didera dengan berbagai musibah, mulai dari gelombang tsunami, lumpur lapindo, flu burung, busung lapar, gizi buruk, harga melonjak ditambah seabreg permasalahan nasional yang tak kunjung teratasi, akan tetapi sayangnya sedikit yang bisa mengambil hikmah dari musibah yang sedang kita derita. Ujian yang semestinya mendongkrak kualitas keimanan dan mengantar pada keberkahan temyata sering membawa kepada murka Allah. Tak lain karena orang yang terkena musibah tak mampu bersikap benar saat menghadapinya. Sesungguhnya di balik musibah itu terdapat hikmah dan pelajaran yang banyak bagi mereka yang bersabar dan menyerahkan semua urusannya kepada Allah I yang telah mentakdirkan itu semua untuk hamba-Nya.

Berikut dibawah ini diantara hikmah yang bisa kita petik ketika kita bisa mengendalikan diri saat dilanda musibah, antara lain adalah:

1. Musibah akan mendidik jiwa dan menyucikannya dari dosa dan kemaksiatan.

Allah Ta'ala berfirman:
وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
 
artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy Syura: 30)

Dalam ayat ini terdapat kabar gembira sekaligus ancaman jika kita mengetahui bahwa musibah yang kita alami adalah merupakan hukuman atas dosa-dosa kita. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: ”Tidak ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga duri yang menusuknya melain-kan Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.” (HR. Bukhari).

Dalam hadits lain beliau bersabda: “Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang kita alami di dunia, niscaya kita akan datang di hari kiamat dalam keadaan pailit.”

2. Mendapatkan kebahagiaan (pahala) tak terhingga di akhirat.

Itu merupakan balasan dari musibah yang diderita oleh seorang hamba sewaktu di dunia, sebab kegetiran hidup yang dirasakan seorang hamba ketika di dunia akan berubah menjadi kenikmatan di akhirat dan sebaliknya. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, ”Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” Dan dalam hadits lain disebutkan, ”Kematian adalah hiburan bagi orang beriman.” (HR .Ibnu Abi ad Dunya dengan sanad hasan).

3. Sebagai parameter kesabaran seorang hamba.

Sebagaimana dituturkan, bahwa seandainya tidak ada ujian maka tidak akan tampak keutamaan sabar. Apabila ada kesabaran maka akan muncul segala macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada kesabaran maka akan lenyap pula kebaikan itu.

Anas Radhiallaahu anhu meriwayatkan sebuah hadits secara marfu’, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.” Apabila seorang hamba bersabar dan imannya tetap tegar maka akan ditulis namanya dalam daftar orang-orang yang sabar. Apabila kesabaran itu memunculkan sikap ridha maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang ridha. Dan jikalau memunculkan pujian dan syukur kepada Allah maka dia akan ditulis namanya bersama-sama orang yang bersyukur. Jika Allah mengaruniai sikap sabar dan syukur kepada seorang hamba maka setiap ketetapan Allah yang berlaku padanya akan menjadi baik semuanya.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh menakjubkan kondisi seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Jika memperoleh kelapangan lalu ia bersyukur maka itu adalah baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan lalu ia bersabar maka itupun baik baginya (juga).”

4. Dapat memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah.

Wahab bin Munabbih berkata, “Allah menurunkan cobaan supaya hamba memanjatkan do’a dengan sebab bala’ itu.” Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman,

وَإِذَآ أَنْعَمْنَا عَلَى اْلإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَئَا بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَآءٍ عَرِيض
artinya, “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo’a.”

Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya penyakit yang diderita. Apabila seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan lainnya maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah saja sebagiamana dilakukan oleh Nabi Ayyub A.S yang berdoa, “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya, ”(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (QS. Al Anbiyaa :83)

5. Memunculkan berbagai macam ibadah yang menyertainya.

Di antara ibadah yang muncul adalah ibadah hati berupa khasyyah (rasa takut) kepada Allah. Berapa banyak musibah yang menyebabkan seorang hamba menjadi istiqamah dalam agamanya, berlari mendekat kepada Allah menjauhkan diri dari kesesatan.

6. Dapat mengikis sikap sombong, ujub dan besar kepala (penyakit hati).

Jika seorang hamba kondisinya serba baik dan tak pernah ditimpa musibah maka biasanya ia akan bertindak melampaui batas, lupa awal kejadiannya dan lupa tujuan akhir dari kehidupannya (Purwadaksi). Akan tetapi ketika ia ditimpa sakit, mengeluarkan berbagai kotoran, bau tak sedap, dahak dan terpaksa harus lapar, kesakitan bahkan mati, maka ia tak mampu memberi manfaat dan menolak bahaya dari dirinya. Dia tak akan mampu menguasai kematian, terkadang ia ingin mengetahui sesuatu tetapi tak kuasa, ingin mengingat sesuatu namun tetap saja lupa. Tak ada yang dapat ia lakukan untuk dirinya, demikian pula orang lain tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Maka apakah pantas baginya menyombongkan diri di hadapan Allah dan sesama manusia?

7. Memperkuat harapan (raja’) kepada Allah.

Harapan atau raja’ merupakan ibadah yang sangat utama, karena menyebabkan seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan kuat. Apalagi orang yang terkena musibah besar, maka dalam kondisi seperti ini satu-satunya yang jadi tumpuan harapan hanyalah Allah semata, sehingga ia mengadu: “Ya Allah tak ada lagi harapan untuk keluar dari bencana ini kecuali hanya kepada-Mu.” Dan banyak terbukti ketika seseorang dalam keadaan kritis, ketika para dokter sudah angkat tangan namun dengan permohonan yang sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan sehat kembali. Dan ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.

8. Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah bersabda, ”Barang siapa yang dikehen-daki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR al Bukhari). Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya tetap sehat.

9. Allah tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit.

Meskipun ia tidak lagi dapat melakukannya atau dapat melakukan namun tidak dengan sem-purna. Hal ini dikarenakan seandainya ia tidak terhalang sakit tentu ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut, maka sakinya tidaklah menghalangi pahala meskipun menghalanginya untuk melakukan amalan. Hal ini akan terus berlanjut selagi dia (orang yang sakit) masih dalam niat atau janji untuk terus melakukan kebaikan tersebut. Dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, ”Tidak seorangpun yang ditimpa bala pada jasadnya melainkan Allah memerintah-kan kepada para malaikat untuk menjaganya, Allah berfirman kepada malaikat itu, “Tulislah untuk hamba-Ku siang dan malam amal shaleh yang (biasa) ia kerjakan selama ia masih dalam perjanjian denganKu.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya)

10.
Dengan adanya musibah seseorang akan mengetahui betapa besarnya nikmat keselamatan dan 'afiyah.

Jika seseorang selalu dalam keadaan senang dan sehat maka ia tidak akan mengetahui derita orang yang tertimpa cobaan dan kesusahan, dan ia tidak akan tahu pula besarnya nikmat yang ia peroleh. Maka ketika seorang hamba terkena musibah, diharapkan agar ia bisa betapa mahalnya nikmat yang selama ini ia terima dari Allah.

Hendaknya seorang hamba bersabar dan memuji Allah ketika tertimpa musibah, sebab walaupun ia sedang terkena musibah sesungguhnya masih ada orang yang lebih susah darinya, dan jika tertimpa kefakiran maka pasti ada yang lebih fakir lagi. Hendaknya ia melihat musibah yang sedang diterimanya dengan keridhaan dan kesabaran serta berserah diri kepada Allah Dzat yang telah mentakdirkan musibah itu untuknya sebagai ujian atas keimanan dan kesabarannya. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menukil ucapan ‘Ali bin Abu Thalib radhiallahu 'anhu: “Tidaklah turun musibah kecuali dengan sebab dosa dan tidaklah musibah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan bertobat.” (Al-Jawabul Kafi hal. 118).

Oleh karena itulah marilah kita kembali kepada Allah dengan bertaubat dari segala dosa dan khilaf serta menginstropeksi diri kita masing-masing, apakah kita termasuk orang yang terkena musibah sebagai cobaan dan ujian keimanan kita ataukah termasuk mereka- wal'iyadzubillah- yang sedang disiksa dan dimurkai oleh Allah karena kita tidak mau beribadah dan banyak melanggar larangan-larangan-Nya.

Semoga kita termasuk orang-orang yang bersabar ketika menghadapi musibah, baik dengan hati lisan atau pun anggota badan. Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hamba-Mu yang selalu ridho dengan taqdir-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment Using Facebook