Sabtu, 09 Februari 2013

Marah dan Cara Mengendalikannya.


Didalam artikel sebelumnya, Ayah_Alif pernah menjelaskan tentang "EMOSI". Kali ini Ayah_Alif ingin memberikan penjelasan tentang "amarah". Mungkin emosi dengan amarah, adalah seperti "Sebelas Dua Belas". Siapapun kita, tentu pernah merasakan marah, bahkan mungkin tidak jarang kita merasakan kemarahan dan emosi yang sangat. Memang sifat marah merupakan tabiat yang tidak mungkin luput dari diri manusia, karena mereka memiliki nafsu yang cenderung ingin selalu dituruti dan enggan untuk diselisihi keinginannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah”. Bersamaan dengan itu, sifat marah merupakan bara api yang dikobarkan oleh setan dalam hati manusia untuk merusak agama dan diri mereka, karena dengan kemarahan seseorang bisa menjadi gelap mata sehingga dia bisa melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang berakibat buruk bagi diri dan agamanya.

Suatu waktu Ibnu Umar radhiya Allahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah 'Azza wa Jalla?'' Rasul langsung menjawab, ''Jangan marah!'' Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka.

Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ''Jangan marah!'' Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ''Dan bagimu adalah surga!'' Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.

Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ''Saya lebih baik darinya (Adam--Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.'' (QS Al-A'raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.

Menurut Al-Ghazali, kita memang tidak mungkin menghindari kemarahan.  Kemarahan yang baik dipicu oleh hal-hal yang baik. Sedangkan kemarahan yang zalim dipicu arogansi, ‘ujub, senda gurau, kesia-siaan, pelecehan, pencibiran, perdebatan, pertengkaran, penghianatan dan ambisi dunia.

Bila sudah telanjur marah, orang yang mencari keridhaan Allah akan berusaha untuk meredam dan sedapat mungkin tidak meluapkan amarahnya. Allah ridha pada manusia yang tidak meluapkan amarahnya, bahkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ilmu agar mendekatkan ke surga dan menjauhi neraka adalah dengan tidak meluapkan kemarahan.

Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh. Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.

Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.

Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama , cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk).  Kedua , lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji).  Ketiga , cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).

Keutamaan menahan marah dan mengendalikan diri ketika emosi

Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ »
“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah”.

Inilah kekuatan yang terpuji dan mendapat keutamaan dari Allah Ta’ala, yang ini sangat sedikit dimiliki oleh kebanyakan manusia. Imam al-Munawi berkata,“Makna hadits ini: orang kuat (yang sebenarnya) adalah orang yang (mampu) menahan emosinya ketika kemarahannya sedang bergejolak dan dia (mampu) melawan dan menundukkan nafsunya (ketika itu). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini membawa makna kekuatan yang lahir kepada kekuatan batin. Dan barangsiapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika itu maka sungguh dia telah (mampu) mengalahkan musuhnya yang paling kuat dan paling berbahaya (hawa nafsunya)”. Inilah makna kekuatan yang dicintai oleh Allah Ta’ala yang disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah”Arti kuat dalam hadits ini adalah kuat dalam keimanan dan kuat dalam berjuang menundukkan hawa nafsunya di jalan Allah.

Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ »
“Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah Ta’ala akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya”.

Imam ath-Thiibi berkata, “(Perbuatan) menahan amarah dipuji (dalam hadist ini) karena menahan amarah berarti menundukkan nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan, oleh karena itu Allah Ta’ala memuji mereka dalam firman-Nya,

{وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ}
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS Ali ‘Imran:134)”[10].

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini: “…padahal dia mampu untuk melampiaskannya…”, menunjukkan bahwa menahan kemarahan yang terpuji dalam Islam adalah ketika seseorang mampu melampiaskan kemarahannya dan dia menahnnya karena Allah Ta’ala, adapun ketika dia tidak mampu melampiaskannya, misalnya karena takut kepada orang yang membuatnya marah atau karena kelemahannya, dan sebab-sebab lainnya, maka dalam keadaan seperti ini menahan kemarahan tidak terpuji.

Seorang mukmin yang terbiasa mengendalikan hawa nafsunya, maka dalam semua keadaan dia selalu dapat berkata dan bertindak dengan benar, karena ucapan dan perbuatannya tidak dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Inilah arti sikap adil yang dipuji oleh Allah Ta’ala sebagai sikap yang lebih dekat dengan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman,

{وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ على أَلاَّ تَعْدِلُوْا اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى}
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS al-Maaidah:8).

Imam Ibnul Qayyim menukil ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata, “Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan, dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran”.

Menahan marah adalah kunci segala kebaikan.
Dalam sebuah hadits shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta nasehat beliau. Orang itu berkata: Berilah wasiat (nasehat) kepadaku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah engkau marah”. Kemudian orang itu mengulang berkali-kali meminta nasehat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menjawab: “Janganlah engkau marah”.

Orang ini datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta nasehat yang ringkas dan menghimpun semua sifat baik, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatinya untuk selalu menahan kemarahan. Kemudian orang tersebut mengulang permintaan nasehat berkali-kali dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jawaban yang sama: “Janganlah engkau marah”. Ini semua menunjukkan bahwa melampiaskan kemarahan adalah sumber segala keburukan dan menahannya adalah penghimpun segala kebaikan.

Imam Ja’far bin Muhammad berkata: “(Melampiaskan) kemarahan adalah kunci segala keburukan”Imam Abdullah bin al-Mubarak al-Marwazi, ketika dikatakan kepada beliau: Sampaikanlah kepada kami (nasehat) yang menghimpun semua akhlak yang baik dalam satu kalimat. Beliau berkata: “(Yaitu) meninggalkan (menahan) kemarahan”. Demikian pula imam Ahmad bin Hambal dan imam Ishak bin Rahuyah ketika menjelaskan makna akhlak yang baik, mereka berdua mengatakan: “(Yaitu) meninggalkan (menahan) kemarahan”.

Maka perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas: “Janganlah engkau marah” berarti perintah untuk melakukan sebab (menahan kemarahan) yang akan melahirkan akhlak yang baik, yaitu: sifat lemah lembut, dermawan, malu, merendahkan diri, sabar, tidak menyakiti orang lain, memaafkan, ramah dan sifat-sifat baik lainnya yang akan muncul ketika seseorang berusaha menahan kemarahannya pada saat timbul sebab-sebab yang memancing kemarahannya. 

Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatasi kemarahan ketika muncul pemicunya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memberi petunjuk kepada orang yang sedang marah untuk melakukan sebab-sebab yang bisa meredakan kemarahan dan menahannya dengan izin Allah Ta’ala, di antaranya:
  • Berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan
Dari Sulaiman bin Shurad beliau berkata: “(Ketika) aku sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada dua orang laki-laki yang sedang (bertengkar dan) saling mencela, salah seorang dari keduanya telah memerah wajahnya dan mengembang urat lehernya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang seandainya dia mengucapkannya maka niscaya akan hilang kemarahan yang dirasakannya. Seandainya dia mengatakan: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”, maka akan hilang kemarahan yang dirasakannya”.
  • Diam (tidak berbicara), agar terhindar dari ucapan-ucapan buruk yang sering timbul ketika orang sedang marah.
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah maka hendaknya dia diam”.
  • Duduk atau berbaring, agar kemarahan tertahan dalam dirinya dan akibat buruknya tidak sampai kepada orang lain.
Dari Abu Dzar al-Gifari bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk, kalau kemarahannya belum hilang maka hendaknya dia berbaring”. Di samping itu, yang paling utama dalam hal ini adalah usaha untuk menundukkan dan mengendalikan diri ketika sedang marah, yang ini akan menutup jalan-jalan setan yang ingin menjerumuskan manusia ke dalam jurang keburukan dan kebinasaan. 

Allah Ta’ala berfirman,

{إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُون}
“Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat buruk (semua maksiat) dan keji, dan mengatakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui” (QS al-Baqarah:169).

Suatu hari, Khalifah yang mulia, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz marah, maka putranya (yang bernama) ‘Abdul Malik berkata kepadanya: Engkau wahai Amirul mukminin, dengan karunia dan keutamaan yang Allah berikan kepadamu, engkau marah seperti ini? Maka ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz berkata: Apakah kamu tidak pernah marah, wahai ‘Abdul Malik? Lalu ‘Abdul Malik menjawab: Tidak ada gunanya bagiku lapangnya perutku (dadaku) kalau tidak aku (gunakan untuk) menahan kemarahanku di dalamnya supaya tidak tampak (sehingga tidak mengakibatkan keburukan).

Marah yang terpuji
Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah marah karena (urusan) diri pribadi beliau, kecuali jika dilanggar batasan syariat Allah, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan marah dengan pelanggaran tersebut karena Allah”Inilah marah yang terpuji dalam Islam, marah karena Allah Ta’ala, yaitu marah dan tidak ridha ketika perintah dan larangan Allah Ta’ala dilanggar oleh manusia.

Inilah akhlak mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang selalu ridha dengan apa yang Allah ridhai dalam al-Qur’an dan benci/marah dengan apa yang dicela oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an. ‘Aisyah berkata: “Sungguh akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah al-Qur’an”. Dalam riwayat lain ada tambahan: “…Beliau marah/benci terhadap apa yang dibenci dalam al-Qur’an dan ridha dengan apa yang dipuji dalam al-Qur’an”.

Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: “Wajib bagi seorang mukmin untuk menjadikan keinginan nafsunya terbatas pada apa yang dihalalkan oleh Allah baginya, yang ini bisa termasuk niat baik yang akan mendapat ganjaran pahala (dari Allah Ta’ala). Dan wajib baginya untuk menjadikan kemarahannya dalam rangka menolak gangguan dalam agama (yang dirasakan) oleh dirinya atau orang lain, serta dalam rangka menghukum/mencela orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya r, sebagaimana firman-Nya:

{قَاتِلُوهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرُكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوبِهِمْ}
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan kemarahan orang-orang yang beriman” (QS at-Taubah: 14-15)”.

Banyak orang bilang kalau menyimpan emosi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dapat pecah sewaktu-waktu dan bisa melakukan hal-hal yang lebih parah dari orang yang rutin emosian. Oleh sebab itu sebaiknya bila ada rasa marah atau emosi sebaiknya segera dihilangkan atau disalurkan pada hal-hal yang tidak melanggar hukum dan tidak merugikan manusia lain.

Beberapa ciri-ciri orang yang tidak mampu mengendalikan emosinya :
1. Berkata keras dan kasar pada orang lain.
2. Marah dengan merusak atau melempar barang-barang di sekitarnya.
3. Ringan tangan pada orang lain di sekitarnya.
4. Melakukan tindak kriminal / tindak kejahatan.
5. Melarikan diri dengan narkoba, minuman keras, pergaulan bebas, dsb.
6. Menangis dan larut dalam kekesalan yang mendalam.
7. Dendam dan merencanakan rencana jahat pada orang lain. dsb...

Beberapa cara meredam amarah menurut Ajaran Agama Islam :
  • Membaca Ta’awwudz. Rasulullah bersabda Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A’uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim).
  • Berwudhu. Rasulullah bersabda Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudhulah (H.R. Abud Dawud).
  • Duduk. Dalam sebuah hadist dikatakan Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah (H.R. Abu Dawud).
  • Diam. Dalam sebuah hadist dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).
  • Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuah hadist dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud). (H.R. Tirmidzi)
Masih ada cara lain nich guy's. Agar marah kita engga meledak2, coba deh dengan cara sebagai berikut : 
  • Rasakan Yang Orang Lain Rasakan
Cobalah bayangkan apabila kita marah kepada orang lain. Nah, sekarang tukar posisi di mana anda menjadi korban yang dimarahi. Bagaimana kira-kira rasanya dimarahi. Kalau kemarahan sifatnya mendidik dan membangun mungkin ada manfaatnya, namun jika marah membabi buta tentu jelas anda akan cengar-cengir sendiri.
  • Tenangkan Hati Di Tempat Yang Nyaman
Jika sedang marah alihkan perhatian anda pada sesuatu yang anda sukai dan lupakan segala yang terjadi. Tempat yang sunyi dan asri seperti taman, pantai, kebun, ruang santai, dan lain sebagainya mungkin tempat yang cocok bagi anda. Jika emosi agak memuncak mungkin rekreasi untuk penyegaran diri sangat dibutuhkan.
  • Mencari Kesibukan Yang Disukai
Untuk melupakan kejadian atau sesuatu yang membuat emosi kemarahan kita memuncak kita butuh sesuatu yang mengalihkan amarah dengan melakukan sesuatu yang menyenangkan dan dapat membuat kita lupa akan masalah yang dihadapi. Contoh seperti mendengarkan musik, main game, bermain gitar atau alat musik lainnya, membaca buku, chating, chayang-chayangan dengan kekasih pujaan hati/pasangan, menulis artikel, nonton film box office, dan lain sebagainya. Hindari perbuatan bodoh seperti minum2an keras, make narkoba, dan lain sebagainya.
  • Curahan Hati / Curhat Pada Orang Lain Yang Bisa Dipercaya
Menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada diri kita mungkin dapat sedikit banyak membantu mengurangi beban yang ada di hati. Jangan curhat pada orang yang tidak kita percayai untuk mencegah curhatan pribadi kita disebar kepada orang lain yang tidak kita inginkan. Bercurhatlah pada sahabat, pacar / kekasih, isteri, orang tua, saudara, kakek nenek, paman bibi, dan lain sebagainya.
  • Mencari Penyebab Dan Mencari Solusi
Ketika pikiran anda mulai tenang, cobalah untuk mencari sumber permasalahan dan bagaimana untuk menyelesaikannya dengan cara terbaik. Untuk memudahkan gunakan secarik kertas kosong dan sebatang pulpen untuk menulis daftar masalah yang anda hadapi dan apa saja kira-kira jalan keluar atau solusi masalah tersebut. Pilih jalan keluar terbaik dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada. Mungkin itu semua akan secara signifikan mengurangi beban pikiran anda.
  • Ingin Menjadi Orang Baik
Orang baik yang sering anda lihat di layar televisi biasanya adalah orang yang kalau marah tetap tenang, langsung ke pokok permsalahan, tidak bermaksud menyakiti orang lain dan selalu mengusahakan jalan terbaik. Pasti anda ingin dipandang orang sebagai orang yang baik. Kalau ingin jadi penjahat, ya terserah anda.
  • Cuek Dan Melupakan Masalah Yang Ada
Ketika rasa marah menyelimuti diri dan kita sadar sedang diliputi amarah maka bersikaplah masa bodoh dengan kemarahan anda. Ubah rasa marah menjadi sesuatu yang tidak penting. Misalnya dalam hati berkata : ya ampun.... sama yang kayak begini aja kok bisa marah, nggak penting banget sich...
  • Berpikir Rasional Sebelum Bertindak
Sebelum marah kepada orang lain cobalah anda memikirkan dulu apakah dengan masalah tersebut anda layak marah pada suatu tingkat kemarahan. Terkadang ada orang yang karena diliatin sama orang lain jadi marah dan langsung menegur dengan kasar mengajak ribut / berantem. Masalah sepele jangan dibesar-besarkan dan masalah yang besar jangan disepelekan.
  • Diversifikasi Tujuan, Cita-Cita Dan Impian Hidup
Semakin banyak cita-cita dan impian hidup anda maka semakin banyak hal yang perlu anda raih dan kejar mulai saat ini. Tetapkan impian dan angan hidup anda setinggi mungkin namun dapat dicapai apabila dilakukan dengan serius dan kerja keras. Hal tersebut akan membuat hal-hal sepele tidak akan menjadi penting karena anda terlalu sibuk dengan rajutan benang masa depan anda. Mengikuti nafsu marah berarti membuang-buang waktu anda yang berharga.
  • Kendalikan Emosi Dan Jangan Mau Diperbudak Amarah
Orang yang mudah marah dan cukup membuat orang di sekitarnya tidak nyaman sudah barang tentu sangat tidak baik. Kehidupan sosial orang tersebut akan buruk. Ikrarkan dalam diri untuk tidak mudah marah. Santai saja dan cuek terhadap sesuatu yang tidak penting. Tujuan hidup anda adalah yang paling penting. Anggap kemarahan yang tidak terkendali adalah musuh besar anda dan jika perlu mintalah bantuan orang lain untuk mengatasinya.
Disaat Ayah_Alif masih aktif belajar n melatih PPS BETAKO Merpati Putih, slalu diajarkan untuk mengelola nafas dengan baik n benar. Disaat berhadapan dengan musuh (emosi), disaat itu pulalah jantung berdetak dengan cepat. Untuk itu, kita harus sering2 bernafas sesuai dengan irama.

Sesungguhnya, marah maupun emosi adalah sudah menjadi sifat dan tabiatnya manusia. Namun, dalam hal ini, islam mengajarkan kita untuk dapat mengendalikan semaksimal mungkin, sehingga amarah kita tidak akan menimbulkan efek-efek yang negative.

Dalam riwayat Abu Said al-Khudri Rasulullah saw bersabda Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridhai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridhai (H.R. Ahmad).

Penutup
Demikianlah tulisan ringkas ini, semoga bermanfaat bagi kita semua dan menjadi motivasi untuk selalu berusaha menundukkan hawa nafsu dan menahan kemarahan, agar kita terhindar dari segala keburukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment Using Facebook