Jumat, 25 Februari 2011

Detik-detik Sakaratul Maut Rasulullah SAW

Inilah bukti cinta yg sebenar2nya, yg telah dicontohkan Allah SWT melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi tu, meski langit mulaimenguning diufuk timur, burung2 gurun enggan mengepakkan sayapnya.
Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.
Fatimah menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.
Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril meyakinkan.
Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.
Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil terus berpaling.
Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya.
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
Ummatii, ummatii, ummatiii?” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. 

 

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Barang siapa yang mentaatiku, maka dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka dia telah mendurhakai Allah. Begitu pula, barangsiapa yang mentaati petugasku, maka dia telah mentaatiku, dan barangsiapa mendurhakai petugasku, maka dia telah mendurhakaiku." (Riwayat Bukhari).

Dari Abu Hurairah ra. lagi, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Semua ummatku akan memasuki syurga kecuali yang enggan memasukinya. Siapa yang mentaatiku akan memasuki syurga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka dialah orang yang enggan memasuki syurga" (Riwayat Bukhari).

Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ’anhu- pernah ditanya, ”Bagaimana cinta kalian kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam?” Ia menjawab, ”Demi Allah, beliau lebih kami cintai daripada harta, anak-anak, ayah, dan ibu kami serta kami juga lebih mencintai beliau daripada air dingin pada saat dahaga.”
Abu Sufyan bin Harb –saat ia masih kafir- pernah bertanya kepada Zaid bin ad-Datsinah –radhiyallahu ’anhu-, (ketika dia dikeluarkan penduduk Mekkah dari al-Haram untuk dibunuh dan dia menjadi tawanan mereka):
”Katakanlah, demi Allah, wahai Zaid! Apakah kamu suka apabila Muhammad sekarang menggantikan kedudukanmu lalu kami memukul lehernya, sedangkan kamu berada di tengah keluargamu?”
Dia menjawab,”Demi Allah, aku tidak rela bila Muhammad sekarang berada di tempatnya saat ini terkena sebuah duri yang menyakitinya, sedangkan aku duduk di tengah keluargaku.”
Abu Sufyan berkata, ”Aku tidak pernah melihat seorang pun yang mencintai seseorang seperti kecintaan para sahabat Muhammad kepada Muhammad.”
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ’anhu-, dia menuturkan, “Tatkala perang Uhud, para penduduk Madinah melarikan diri sambil berteriak, ’Muhammad terbunuh’ sehingga banyak teriakan di penjuru Madinah, maka keluarlah seorang perempuan dari Anshar dengan berikat pinggang. Kemudian ia diberi khabar mengenai kematian anak, ayah, suami, dan saudaranya. Saya tidak tahu siapakah di antara mereka yang terbunuh terlebih dahulu. Ketika perempuan ini melewati salah seorang dari mereka, ia bertanya, ”Siapakah yang mati ini?” Mereka menjawab, ”Ayahmu, saudaramu, suami, anakmu!” Namun dia malah bertanya, ”Apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam?” Mereka menjawab, ”Majulah ke depan.” Setelah sampai kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ia memegang ujung baju
beliau kemudian mengatakan, ”Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah. Aku tidak peduli, asal engkau selamat dari orang yang jahat.”

 
Jabir ra. bercerita, katanya: Suatu peristiwa datanglah beberapa Malaikat kepada Nabi SAW ketika beliau sedang tidur, lalu mereka berkata: Bahwa sesungguhnya teman kamu ini dapat diberikan beberapa perumpamaan, cobalah berikan perumpamaan baginya! Maka berkata yang satu: Dia ini sedang tidur. Yang lain berkata: Meskipun matanya tidur, namun hatinya tetap sadar! Lalu berkata pula Malaikat yang lain: Perumpamaan temanmu ini ialah perumpamaan seorang lelaki yang baru selesai membangun sebuah rumah, lalu dia pun mengadakan undangan makan, dan mengundang orang datang kepadanya. Jadi, sesiapa yang menerima undangan itu, dia akan memasuki rumah itu, dan dapatlah dia memakan dari makanan yang disediakan itu. Dan sesiapa yang menolak undangan itu, tidak akan memasuki rumah itu, dan tidak dapatlah dia memakan dari makanan yang disediakan di situ!
Kemudian berkata Malaikat yang mendengar perumpamaan itu: Jelaskanlah perkara ini kepadanya (Nabi Muhammad) supaya dia mengertinya! Lalu ada Malaikat yang berkata: Bukankah dia sedang tidur?! Jawab yang lain: Bukankah sudah aku katakan; matanya saja yang tidur, namun hatinya sadar (dapat menangkap maksud dari berita ini). Maka para Malaikat itu pun berkata: Rumah itu diibaratkan dengan ‘Syurga’, dan orang yang mengundang itu ialah ‘Muhammad’ itu sendiri. Tegasnya, siapa saja yang mentaati Muhammad, maka dia mentaati Allah. Dan siapa saja yang mendurhakai Muhammad, maka dia mendurhakai Allah. Dan Muhammad itu adalah penengah (di antara Allah) dengan manusia! (Riwayat Bukhari) Ad-Darimi juga mengeluarkan cerita yang sama dari Rabitah Al-jarasyi ra. dengan maksudnya yang sama (kitab: Al-Misykah, hal. 21)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Hanyalah perumpamaanku dan perumpamaan apa yang diutus Allah kepadaku adalah perumpamaan seorang lelaki yang datang kepada suatu kaum, lalu dia berkata kepada mereka: Hai kaumku! Saya lihat dengan mataku sendiri, ada suatu bala tentara yang datang, dan saya adalah pemberi peringatan yang telanjang (dapat dimaksudkan: yang paling jujur), maka selamatkanlah diri kamu! Selamatkanlah! Kerana itu ada di antara kaumnya yang mentaatinya, maka dari sejak malam mereka telah keluar melarikan diri dengan secara teratur, hingga akhirnya mereka selamat. Ketika sekumpulan yang lain telah mendustakannya, dan mereka terus menetap di tempat mereka. Akhirnya, mereka sejak pagi buta telah diserang oleh bala tentara (musuh) itu, yang membinasakan mereka serta memukul bersih apa saja yang ada di hadapannya. Itulah dia perumpamaan siapa yang mentaatiku serta menuruti apa yang saya sampaikan kepadanya. Demikian pula perumpamaan siapa yang menderbakaiku serta mendustakan apa yang saya sampaikan kepadanya dari perkara kebenaran itu.’ (Riwayat Darimi).
Razin telah membawa suatu berita dari Umar ra. yang dirafakkannya kepada Rasulullah SAW sabdanya: Aku sudah menanyakan Tuhanku tentang perselisihan para sahabatku sepeninggalku, lalu Allah mewahyukan kepadaku, katanya: Wahai Muhammad! Sesungguhnya semua para sahabatmu itu dalam pandanganku adalah umpama bintang-bintang di langit, setengah mereka lebih teguh dari setengah yang lain, namun bagi setiap satu darinya ada cahayanya yang tersendiri. Maka barangsiapa yang mengambil sesuatu dari apa yang ada pada diri mereka tanpa memandang pada perselisihan mereka itu, maka dia itu dalam pandanganku berada di atas kebenaran. Kemudian Nabi SAW pun berkata: Para sahabatku itu seumpama bintang-bintang maka siapa saja dari mereka yang kamu ikuti, kamu akan mendapat petunjuk. (Jam’ul-Fawa’id 2:201)
Dari Al-Irbadh bin Sariyah ra. yang menceritakan suatu peristiwa, katanya: Pada suatu hari Rasulullah SAW telah mengimami kami satu shalat, dan sesudah selesai shalat, beliau lalu menghadapkan wajahnya kepada kami serta menyampaikan suatu pidato yang sungguh berkesan sekali pada diri kami, sehingga bercucuranlah air mata kami dan gemetarlah segala urat perut kami. Sehabis pidato itu, telah bangun seorang lelaki berkata: Ya Rasulullah! Seolah-olah pidato ini adalah suatu pidato terakhir untuk mengucapkan selamat tinggal! Jadi, apakah yang patut engkau pesankan untuk kami?! jawab beliau: Aku berpesan kepada kamu supaya bertaqwa kepada Allah, selalu mendengar perintah dan mentaatinya, walaupun yang memerintah itu seorang hamba habsyi (yang hitam warna kulitnya). Kerana sesungguhnya, siapa saja yang hidup di antara kamu sesudahku nanti dia akan melihat perselisihan-perselisihan yang banyak. Maka ketika itu, hendaklah kamu berpegang teguh kepada perjalananku dan pejalanan para Khulafaur-Rasyidin yang sudah tertunjuk (oleh hidayatku), hendaklah kamu berpegang kuat dengannya, dan gigitlah dia dengan gigi geraham kamu. Berhati-hatilah kamu dengan mengada-adakan (hukum) yang baru, kerana setiap hukum yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat! (Riwayat Tarmidzy dan Abu Daud)
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra. telah merafakkan bicara ini kepada Nabi SAW sabdanya: Aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan berada bersama-sama kamu. Tetapi aku mengingatkan kamu supaya mengikuti dua orang ini sepeninggalku. Lalu beliau menunjuk kepada Abu Bakar dan Umar radhiallahu-anhuma. Sambungnya lagi: Ambillah petunjuk yang diberikan Ammar, dan dengar apa yang dibicarakan Ibnu Mas’ud dan percayailah dia!(Riwayat Tarmidzy)
Dari Bilal bin Al-Haris Al-Muzani ra. bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnat (jalan) dari sunnatku yang telah ditinggalkan orang sepeninggalku, maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang mengamalkannya sesudah itu, tiada dikurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka (yang mengamalkannya itu). Dan barangsiapa yang mengadaadakan suatu bid’ah yang menyesatkan yang tiada diridhai Allah dan RasuINya, maka dia akan menanggung dosanya seperti dosadosa orang yang mengamalkannya, tiada dikurangi sedikit pun dari dosa-dosa orang yang mengamalkannya.’(Riwayat Tarmidzy) Ibnu Majah juga meriwayatkan suatu Hadis yang serupa ini dari Katsir bin Abdullah bin Amru, dari bapanya, dari datuknya.
Dari Amru bin Auf ra. bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Sesungguhnya agama (Islam) itu akan kembali ke Hijaz, sebagaimana ular yang kembali ke dalam lobangnya. Lalu agama itu akan tertambat di Hijaz umpama tertambatnya unta-unta di puncak gunung. Sesungguhnya agama itu lahir asing (tidak dikenali orang), dan dia akan kembali asing seperti mula lahimya. Maka berbahagialah orang-orang asing itu (yakni kaum yang bukan Arab), kerana merekalah yang akan membetulkan apa yang dirusakkan manusia dari sunnatku sepeninggalku nanti.”(Riwayat Tarmidzy)
Dari Abdullah bin Amru ra. bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Akan berlaku ke atas ummatku seperti mana yang berlaku ke atas kaum Bani Israel umpama sepasang sepatu, satu dengan yang lain, sampai terjadi di antara mereka orang yang mendatangi (melakukan zina) ibunya secara terang-terangan, demikian pula yang akan berlaku pada ummatku juga. Dan bahwasanya kaum Bani Israel akan terpecah-belah kepada tujuh puluh dua kaum, dan ummatku pula akan terpecah-belah kepada tujuh puluh tiga kaum, semuanya adalah di dalam neraka, kecuali satu kaum saja. Para sahabat bertanya: Siapa kaum itu, hai Rasulullah?! jawab beliau: kaum yang mengikutiku dan mengikuti para sahabatku!’ (Riwayat Tarmidzy).
Awal ku mulai mengenalmu
Lembar demi lembar buku tentangmu ku baca
Dengan penghayatan walau terkadang ada bagian yang ku
Lewati tanpa pemaknaan...

Tak jarang hati ini tersentuh
Mengikuti perjuangan hidupmu
Pujaan sahabat terhadapmu karena kasih mu
Ya Rasul.. Begitu agung dirimu

Pengorbananmu memperjuangkan Islam dan Umat mu ini membuatku bangga menjadi Muslim
Keagungan akhlakmu membuatku menjadikanmu kekasih hatiku

Ku mendambakan hari dimana ku bisa bertemu denganmu
Ku ingin menatap wajahmu.. Wajah yang sangat dirindukan semua makhluk
Mengobati kerinduanku akan sosokmu ya kekasih Allah
Meski ku tidak pernah bertemu dengan mu

Ya Rasulullah
Meski zaman-zaman tlah berlalu
Izinkanlah hamba berkhidmat kepadamu
Izinkan hamba yang hina ini
Melantunkan salawat kepadamu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment Using Facebook