Kamis, 04 Oktober 2012

Mengeluh


Tidak bisa dipungkiri, makhluk yang namanya manusia pasti pernah mengeluh.  Disadari atau tidak, mengeluh sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup.  Hanya saja, frekuensi dan kualitas keluhannya yang membedakan antara satu personal dengan personal lainnya.  Biasanya perbedaan ini terkait dengan tingkat pemahaman dan cara pandang seseorang tentang suatu masalah yang sedang ia hadapi.  Sabar, ikhlas dan seberapa besar keinginan untuk merubah sebuah  keadaan menjadi lebih baik, biasanya akan meminimalisir keluhan.  Sebaliknya, sikap apriori, pesimis dan berburuksangka terhadap kejadian yang sedang menimpa secara otomatis akan memunculkan keluhan-keluhan yang alih-alih mendapatkan penyelesaian, malah akan menambah ruwet dan bisa jadi menambah masalah baru.

Mengeluh sejatinya perwujudan dari rasa tidak puas, tidak ikhlas menerima sebuah ketentuan yang terjadi, baik dari segi materi dan non materi.  Ketika sakit berkeluh-kesah, macet mengumpat, banjir atau kekeringan mengambinghitamkan orang lain.  Atau ketika ditimpa musibah menghardik Tuhan tidak adil, gaji kecil, belum punya rumah dan kendaraan pribadi acap menyalahkan suami (bagi para istri) atau anak-anak nakal dan bermasalah tidak jarang menyalahkan istri (bagi para suami).  Ya, sebagian contoh kecil tersebut adalah manifestasi dari rasa tidak puas. 

Belum lagi kita saksikan fenomena di negeri yang kita cintai ini.  Berita di televisi mayoritas menyuguhkan tentang aksi demo dan kekerasan, kerusuhan di mana-mana, tindak kriminal, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi-kolusi dan nepotisme dan banyak lagi yang kesemuanya menunjukkan pada satu hal: ketidakpuasan!  Sebuah potret masyarakat yang diwarnai dengan berbagai keluhan. Lalu, sebagai seorang yang mengaku muslim dan punya tuntunan yang jelas tentu saja kita tidak akan membiarkan diri kita terperosok lebih jauh ke dalam perbuatan yang sesungguhnya dibenci oleh Allah SWT.  Kenapa dibenci oleh Allah SWT? Karena sesungguhnya Allah SWT menyukai hamba yang senantiasa bersyukur dengan segala ketentuan dan bersabar ketika ditimpa sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan.

“Lihatlah orang yang dibawahmu dan jangan lihat orang yang diatasmu, hal itu lebih baik sehingga engkau tidak menyepelekan nikmat Allah.” (HR Muslim)

Melihat fakta yang mayoritas bahwa manusia tidak pernah lepas dari keluh-kesah maka sangat penting bagi setiap muslim/muslimah mempunyai manajemen yang tepat agar tidak terpeleset dalam keluh-kesah yang tidak diperbolehkan dan pandai menyikapi setiap kejadian yang dihadapi dengan mengacu kepada teladan kita Rasulullah SAW.

Mengeluh adalah indikasi tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT
Mengeluhlah hanya kepada Allah SWT
Membiasakan diri dengan mengeluh positif


Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya” (Qs An-Nahl 18).

Ketika seseorang hanyut dalam keluhan, pancainderanya pun tak mampu lagi memainkan perannya untuk melihat, mendengar, mencium dan merasakan nikmat yang bertebaran diberikan oleh Allah SWT tak henti-hentinya.  Hatinya serta merta buta dari mengingat dan bersyukur atas nikmat Allah yang tiada terbatas.  Itulah sifat manusia yang selalu mempunyai keinginan yang tidak terbatas dan tidak pernah puas atas pemberian Allah kecuali hamba-hamba yang bersyukur dan itu hanya sedikit.

Saat kita mengeluh: "Tidak mungkin"
Allah menjawab : "Jika Allah menghendaki sesuatu, cukup berkata jadi ! maka jadilah (Qs Yasin:82)

Saat kita mengeluh: " Saya Terlalu Lelah"
Allah menjawab : " Aku ciptakan tidurmu utk istirahat" (Qs: An-naba:9)

Saat kita mengeluh : " Saya tidak mampu"
Allah menjawab : " Allah tidak membebankan sesuatu pada seseorang melainkan sesuai dgn kemampuannya" ( Qs Al-baqarah : 286)

Saat kita mengeluh : "Saya stresssss"
Allah menjawab : " Hanya mengingat Allah maka hati menjadi tenang" (Qs Ar-radu:28)
Saat kita mengggerutu : " Tak ada gunanya"

Allah menjawab : "Maka barang siapa mengerjakan amal kebaikan seberat dzarah, niscaya ia akan melihat kebaikannya" (Qs Al-zazalah: 7)

Pada zaman Sayyidina Umar Al-Khatthab, ada seorang pemuda yang sering berdoa di sisi Baitullah yang maksudnya: “Ya Allah! Masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit.”
Doa beliau didengar oleh Sayyidina Umar ketika beliau (Umar) sedang melakukan thawaf di Ka’bah. Umar heran dengan permintaan pemuda tersebut. Selepas melakukan thawaf, Sayyidina Umar memanggil pemuda tersebut dan bertanya: “Mengapa engkau berdoa sedemikian rupa (Ya Allah! masukkanlah aku dalam golongan yang sedikit), apakah tidak ada permohonan lain yang  engkau mohonkan kepada Allah?” Pemuda itu menjawab: “Ya Amirul Mukminin! Aku membaca doa itu karena aku  takut dengan penjelasan Allah dalam surat al-A’raf ayat 10, yang artinya: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber/jalan) penghidupan. (Tetapi) amat sedikitlah kamu bersyukur” Aku memohon agar Allah memasukkan aku dalam golongan yang sedikit,  (lantaran) terlalu sedikit orang yang tahu bersyukur kepada Allah,” jelas pemuda tersebut.

Semoga kita menjadi hamba-hamba yang dikategorikan sedikit oleh Allah dalam ayat tersebut. Dengan selalu menjaga ikhlas dan sabar terhadap segala kejadian atau ketentuan yang diberikan oleh Allah.  Dan berprasangka positif bahwa apa yang telah terjadi adalah yang terbaik menurut Allah, sehingga hanya rasa syukur saja yang terlintas di benak, terucap di bibir dan terlihat dari tindakan karena sesungguhnya jika kita bersyukur maka Allah akan menambah nikmat-Nya dan jika kita ingkar, sesunggunya azab Allah sangat pedih (Qs Ibrahim 7).

Ketika sebuah kejadian yang tidak diinginkan menimpa seseorang, katakanlah ditimpa sebuah masalah yang berdampak menitikkan air mata, menyakitkan hati, membuat kepala berdenyut-denyut dan menjadikan seseorang itu merasa diberi ujian yang sangat berat dan tidak sanggup mengatasinya sendiri, sebuah tindakan manusiawi jika ia membutuhkan orang lain dalam penyelesaian masalahnya.  Lalu, benarkah tindakannya jika ia mengeluhkan masalahnya kepada orang lain?

Rasulullah SAW pernah mengalami sebuah kondisi yang jauh dari yang beliau inginkan.  Para kaum musyrikin mengabaikan seruannya dan juga mencampakkan Al-Quran. Mereka telah mengacuhkan Al-Quran dalam beberapa bentuk di antaranya: mereka tidak mau mengimani Al-Quran, mereka tidak mau mendengarkan Al-Quran, bahkan mereka menolaknya dan mengatakan bahwa Al-Quran adalah ucapan dan bualan Muhammad si tukang syair dan sihir. Kaum musyrikin juga berusaha untuk mencegah orang-orang yang berusaha mendengarkan Al-Quran dan dakwah Rasulullah SAW.
Dalam kondisi tertekan tersebut Rasulullah SAW  mengeluh dan mengaduh hanya kepada Allah SWT seperti yang terkandung dalam Al-Qur'an surat Al-Furqan 30, yang artinya:  “Dan berkatalah Rasul: Ya Tuhanku! Kaumku ini sesung­guhnya telah meninggalkan jauh Al-Quran”.

Begitu pula dengan nabi Ya’qub dan Nabi ayub, sebagaimana firman Allah dimana Nabi Ya’qup berkata, yang artinya, Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya kepada Allah (Qs. Yusuf 86).

Dan Nabi Ayub AS, yang disebutkan Allah dalam firman-Nya, bahwa Ayub berkata, yang artinya: Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau (Allah) adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang (Qs Al-Anbiya’ 83).

Sebaiknya, mengeluhlah hanya kepada Allah SWT, karena sesungguhnya semua kejadian sudah menjadi sebuah ketentuan-Nya dan hanya Dia-lah sebaik-baik pemberi solusi.  Tetapi dalam kondisi-kondisi di mana seseorang mengeluh (sharing) tentang masalahnya kepada orang yang ia yakini amanah dan dengan catatan untuk mendapatkan penyelesaian, maka dalam hal ini sebagian ulama memperbolehkan.

Ibnu Qayyim dalam ‘Uddatu Ash Shabirin menyatakan bahwa menceritakan kepada orang lain tentang perihal keadaan, dengan maksud meminta bantuan petunjuknya atau pertolongan agar kesulitannya hilang,  maka itu tidak merusak sikap sabar; seperti orang sakit yang memberitahukannya kepada dokter tentang keluhannya, orang teraniaya yang bercerita kepada orang yang diharapkannya dapat membelanya, dan orang yang tertimpa musibah yang menceritakan musibahnya kepada orang yang diharapkannya dapat membantunya.


Mengeluh positif.? Spontan pasti muncul  pertanyaan ketika membaca sub judul berikut.  Iya, ternyata mengeluh tidak selalu berkonotasi negatif.  Tidak sabar menghadapi ujian, kurang ikhlas menerima ketentuan dan hasad/iri pada orang lain acap kali membuat diri menjadi tidak berdaya sehingga mengeluarkan kata-kata yang bermakna tidak puas yang merupakan perwujudan dari mengeluh.  Tetapi, jika seseorang hasad/iri terhadap kebaikan dan amal shalih orang lain yang membuat dirinya termotivasi untuk berbuat hal yang sama bahkan lebih tanpa mengurangi/menghilangkan kebaikan orang lain tersebut maka hasad model ini dikategorikan sebagian ulama sebagai hasad yang positif.

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majaziHasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh, yakni adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.

Jadi, marilah kita sama-sama membekali diri dengan ketaatan hanya kepada Allah SWT dengan cara senantiasa mendekatkan diri pada-Nya.  Tidak pernah puas untuk mengkaji ilmu-ilmu-Nya agar dalam setiap desahan nafas selalu mengaitkan dengan hukum-hukum-Nya. 

Ibnu Hajar menjawab, “Dengan kondisi seperti ini, saya dibanding dengan nikmat yang Allah janjikan di akhirat, seolah dalam penjara. Engkau dengan kondisi seperti itu, dibandingkan dengan siksa yang Allah ancamkan di akhirat nanti, sekarang berada di dalam surga.

Jika ada niat dan tekad dengan sungguh-sungguh, insya Allah ikhlas dan sabar akan menjadi perhiasan yang akan mewarnai akhlak kita sehari-hari dan kita dihindarkan dari lisan dan sikap yang sering berkeluh-kesah.  Cukuplah mengeluh positif dalam genggaman, yaitu mengeluh dalam rangka bermuhasabah dan berlomba-lomba dalam kebaikan sehingga dapat meraih derajat takwa yang sesungguhnya. 

Mughirah berkata; Mata Al-Ahnaf rusak penglihatannya, lalu dia berkata, “Penglihatanku sudah hilang semenjak empat puluh tahun yang lalu, tak pernah saya keluhkan kapada seorang pun. “
Syuraih A-Qadhi mendengar seseorang mengeluhkan kesusahannya kepada temannya, maka dia berkata kepadanya, ”  Wahai anak saudaraku, janganlah kamu mengeluh kepada selain Allah. Sesungguhnya orang yang dijadikan tempat mengadu tidak lepas dari perkara-perkara berikut ini :

IA TEMAN ATAU MUSUH. Jika dia teman, maka Anda telah membuatnya sedih dengan mengadu kemalanganmu kepadanya, dan jika di musuh, maka dia merasa lega karena penderiraanmu. “
Wahai orang yang bingung
sungguh kebingungan akan lepas
Bergembiralah barang sebentar
karena Allah yang membebaskan
Janganlah sekali-kali berputus ada,
karena Allah yang mengganjarnya
Jika kamu diuji, maka percayalah kepada Allah
dan ridhalah kepada-Nya
tidak lain adalah Allah
Jika Allah telah memutuskan,
pasrahlah terhadap kekuasaan-Nya
Tidak ada jalan bagi siapa untuk mengelak
dari apa yang telah dia tetapkan
Demi Allah, tidak ada bagimu selain Allah
cukuplah bagiku hanya Alah.

Pantaskah anda mengeluh? Padahal anda telah dikaruniai sepasang lengan yang kuat untuk mengubah dunia. Layakkah anda berkeluh kesah? Padahal anda telah dianugerahi kecerdasan yang memungkinkan anda untuk membenahi segala sesuatunya.

Apakah anda bermaksud untuk menyia-nyiakan semuanya itu? lantas menyingkirkan beban dan tanggung jawab anda? Janganlah kekuatan yang ada pada diri anda, terjungkal karena anda berkeluh kesah. Ayo tegarkan hati anda. Tegakkan bahu. Jangan biarkan semangat hilang hanya karena anda tidak tahu jawaban dari masalah anda tersebut.

Jangan biarkan kelelahan menghujamkan keunggulan kamu. Ambillah sebuah nafas dalam-dalam. Tenangkan semua alam raya yang ada dalam benak anda. Lalu temukan lagi secercah cahaya dibalik awan mendung. Dan mulailah ambil langkah baru.

Sesungguhnya, ada orang yang lebih berhak mengeluh dibanding anda. Sayangnya suara mereka parau tak terdengar, karena mereka tak sempat lagi untuk mengeluh. Beban kehidupan yang berat lebih suka mereka jalani daripada mereka sesali. Jika demikian masihkan anda lebih suka mengeluh daripada menjalani tantangan hidup ini?


Kemudian dia berkata, ” Lihatlah kepada mataku ini. ” Dia menunjuk salah satu matanya. ” Demi Allah, dengan mata ini saya tidak bisa melihat orang lain atau jalan semenjak lima belas tahun yang lalu. Tetapi tidak pernah saya kabarkan hal ini kepada seorang pun kecuali kepadamu saat ini. Tidakkah kamu mendengar perkataan seorang hamba yang saleh, seperti dalam firman-Nya,  ‘ Dia (Ya’qub) berkata, Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya. ‘ ” (Yusuf : 86)
Jadikanlah Allah sebagai tempat mengadu dan tempat menumpahkan kesedihanmu saat bendana menimpamu. DIALAH DZAT YANG LEBIH DEKAT UNTUK DIMINTA DAN DISERU.
Allah tidak menjadikan kemudahan SETELAH kesusahan atau mengikutinya, tetapi menjadikannya BERSAMAAN. Dia berfirman, ” Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. ” ( Asy-Syarh: 6 ) ” Sesungguhnya Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. ” (Yusuf: 100 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment Using Facebook