Ada yang aneh dengan hubungan Doni dan Sinta di mata orang tua mereka, tak seperti kebanyakan pasangan pengantin baru yang biasanya mesra, mereka malah menunjukkan sikap sedang kesal berkepanjangan. Terutama Doni yang sepertinya punya ketidakpuasan tersendiri terhadap istrinya. Pasangan yang baru menikah dua bulan ini ternyata mengalami problem yang tabu untuk diceritakan kepada siapapun bahkan orangtua mereka sendiri. Apalagi kalau bukan urusan jurus-jurus cinta yang terlalu pribadi untuk dieksploitasi.
Masalahnya, Doni punya fantasi tersendiri dalam memainkan ‘senjatanya’ di depan istrinya. Dia ingin melakukan pemanasan dengan oral seks. Entahlah dari mana dia mendapat inspirasi seperti itu, mungkin sebelum menikah dia sering atau setidaknya pernah menyaksikan adegan pertarungan ranjang ala triple X baik itu dari internet maupun video porno yang sempat bebas dibeli di beberapa tempat di ibukota. Sehingga, ketika menikah dia ingin mempraktikkan jurus yang dipelajarinya secara tidak langsung itu kepada sang istri.
Sayangnya, Sinta sang istri merasa aneh dengan permainan itu. Maklumlah sebagai anak pengajian alumni pesantren yang jarang berinteraksi dengan hal-hal berbau porno ala kehidupan anak (salah) gaul membuatnya tabu melihat permainan yang aneh-aneh. Dia beranggapan gaya seperti itu tidak diperbolehkan, karena bertentangan dengan norma, bahkan mungkin saja bertentangan dengan agama.
Benarkah demikian? Salahkah si Doni melampiaskan birahinya kepada sang istri yang halal dengan gaya yang tak biasa ini? Yang pasti Doni memang salah karena pernah menonton film biru, tapi apa daya itu sudah terjadi, yang penting dia tidak mempraktikkannya di tempat-tempat yang haram. Lalu bagaimana Islam memandang gaya bercinta dan variasi tak biasa seperti ini? Dalam edisi kali ini kami mencoba mengetengahkan tuntunan syar’i berdasarkan Al-Qur`an dan hadits Nabi. Masalah yang seharusnya sudah dimengerti oleh pemuda maupun pemudi, bahkan juga oleh pasangan suami istri yang bisa jadi belum pernah mengetahui hal ini.
Agama Islam bukan hanya agama yang mengatur tata cara ibadah hamba kepada Tuhannya, melainkan juga segala aspek kehidupan, termasuk masalah seks. Masalah satu ini memang sangat pribadi, ya pribadi ketika melakukan, tapi dampaknya kadang terlihat keluar.
Kemaluan atau kehormatan dalam Islam adalah milik insan yang paling berharga, bahkan dalam beberapa kasus dia lebih dihargai daripada nyawa. Hubungan kelamin adalah fitrah manusia, bahkan fitrahnya makhluk hidup, sampai-sampai tumbuhan saja punya sifat untuk kawin.
Itulah sebabnya Islam sebagai agama yang komprehensif mengatur dengan memberikan batasan mana yang boleh dan yang dilarang ketika seseorang berhubungan suami istri.
Islam sendiri memberikan apresiasi kepada pasangan suami istri yang melakukan hubungan seks. Bahkan, kalau kita ingin bersedekah tapi tidak punya uang, ajak saja istri bercinta maka itu sudah termasuk bersedekah. Makanya kalau kebetulan ingin cepat pulang ke rumah dan ditanya oleh teman kenapa? Maka jawab saja ingin bersedekah. Bila dia sudah membaca tulisan ini insya Allah dia sudah mengerti maksudnya?
Seks kok sedekah?
Ya, perhatikan hadits berikut ini:
Dalam sebuah hadits dari Abu Dzar –radhiyallahu ‘anhu- Rasulullah SAW menjelaskan kepada para sahabat bahwa banyak perbuatan baik yang bisa dikategorikan sedekah, di antaranya beliau bersabda,
“Dalam setiap hubungan intim kalian (dengan istri) ada sedekah.”
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, masa sih seorang di antara kami sekedar melampiaskan syahwat kepada istrinya akan mendapatkan pahala?”
Beliau menjawab, “Bukankah kalau ia melampiaskannya kepada orang yang tidak halal dia akan mendapat dosa?! Nah, begitulah kalau ia melampiaskannya kepada orang yang halal maka dia akan mendapat pahala.”
(HR. Muslim, no. 1006 dalam shahihnya pada kitab Zakat).
Inilah uniknya Islam, yang menjadikan segala hal yang baik sebagai ibadah. Ibadah tidak hanya dalam hal-hal sulit, dalam kesenangan pun seseorang bisa meraih pahala, seperti pada hubungan suami istri yang bila dilakukan dengan niat menjalankan sunnah Allah di muka bumi akan diganjar dengan pahala.
Posisi dan Variasi
Dalam kaidah fikih, permainan ranjang adalah urusan dunia yang tunduk pada kaidah umum, “Lakukan selama tidak ada larangan”. Makanya, penting bagi setiap individu muslim mengetahui batasan mana yang tidak diperbolehkan, baik dalam hal alat, tata cara, sampai variasi dalam gaya berhubungan suami istri.
Allah Ta’ala berfirman, “Istri-istri kalian ibarat ladang bagi kalian. Datangilah ladang itu dari arah mana saja kalian inginkan.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 223).
Menurut para ulama tafsir ayat ini berarti membolehkan para suami bermain cinta dengan sang istri dengan gaya dan posisi apa saja, apakah dari depan, belakang, samping, atas atau bawah.
Islam membolehkan semua posisi dan variasi selama tidak ada larangan akan hal itu. Juga diperbolehkan berfantasi selama dalam batas yang dihalalkan, artinya jangan sampai berfantasi dengan menghayalkan wanita yang bukan istrinya, karena itu tidak boleh.
Tentang sebab turunnya ayat 223 surah Al-Baqarah di atas adalah sebagaimana diceritakan oleh salah seorang istri Rasulullah SAW, Ummu Salamah ra, Ketika orang-orang Muhajirin datang ke Madinah bertempat tinggal di kampung orang-orang Anshar. Mereka pun menikahi para wanita dari kalangan Anshar. Orang-orang Muhajirin ini biasa melakukan tajbiyah (dalam berhubungan seks) sedangkan orang-orang Anshar tidak terbiasa demikian. Lalu, salah seorang Muhajirin yang menikah dengan wanita Anshar ingin menggauli istrinya dengan posisi tajbiyah ini, tapi istrinya tidak mau. Sang istri kemudian mendatangi Rasulullah SAW namun dia malu bertanya langsung kepada beliau. Akhirnya, Ummu Salamahlah yang menanyakannya. Saat itulah turun ayat di atas. Lalu Rasulullah SAW mengatakan, ”Boleh saja asalkan di lubang yang sama (vagina).” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih, sebagaimana kata Syaikh Al-Albani dalam kitab Adab Az-Zifaf hal. 102-103).
Posisi tajbiyah yang dimaksud dalam riwayat ini ringkasnya adalah posisi yang dikenal orang dengan nama doggy style, atau nungging. Posisi ini boleh dilakukan dengan syarat penis hanya boleh masuk ke lubang vagina, bukan lubang anus.
Hal-Hal Terlarang Seputar Behubungan Intim
1. Anal seks.
Ini diharamkan berdasarkan ijmak ulama lantaran Rasulullah SAW melarang hal itu dalam hadits-hadits beliau, antara lain, dari Khuzaimah bin Tsabit bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang menggauli istri dari belakang. Semula Nabi SAW mengatakan itu halal, tapi setelah orang itu beranjak pergi beliau memanggilnya dan berkata, ”Bagaimana pertanyaanmu tadi? Di lubang mana? Apakah di lubang qubul (vagina) atau di lubang dubur (anus)? Kalau di lubang qubul meski dari arah belakang maka itu dibolehkan. Tapi kalau di lubang dubur maka itu tidak boleh. Sesungguhnya Allah tidak malu mengatakan kebenaran, janganlah kalian menggauli wanita di lubang duburnya.” (HR. Imam asy-Syafi’i dalam musnadnya, no. 1316, cetakan Dar Al-Fikr).
Bahkan, ancaman terbesar datang dari hadits Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa menyetubuhi wanita yang sedang haidh, atau melakukan anal seks, atau mendatangi peramal dan mempercayainya berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ad-Darimi).
At-Tirmidzi menerangkan maksud kata kafir di sini adalah pernyataan betapa bahayanya perbuatan itu, jadi bukan berarti kafir keluar dari Islam. (Lihat Sunan At-Tirmidzi nomor hadits 135).
2. Oral Seks dengan menelan madzi
Oral seks masih menjadi kontroversi. Ada pihak yang membolehkannya, ada pula yang melarang. Alasan yang membolehkan adalah kembali ke hukum asal bahwa segala hal yang bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan ibadah ritual hukumnya halal, kecuali bila ada dalil yang melarang. Sedangkan mereka yang melarang mengatakan hal itu tidak pantas dan menjijikkan, serta bertentangan dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah di atas.
3. Pemanasan dengan menonton video porno
Letak keharamannya adalah pada menonton video porno itu sendiri. Siapapun bintang filmnya yang jelas diharamkan bagi seorang muslim melihat kemaluan sesama laki-laki apalagi wanita yang bukan istrinya. Dalam adegan blue film sudah pasti seseorang akan melihat kemaluan laki-laki maupun wanita. Lebih dari itu haram pula hukumnya laki-laki menonton aurat wanita selain kemaluan, termasuk gerakannya yang merangsang. Jadi, letak keharamannya adalah pada tontonan itu sendiri.
Lagi pula ini bisa membahayakan, jangan pada saat berhubungan seks baik si suami maupun si istri membayangkan bintang film yang baru saja ditontonnya dan itu jelas merupakan zina pikiran yang diharamkan.
4. Menyetubuhi istri yang sedang haidh atau nifas.
Bagi Anda yang istrinya sedang haidh maka hendaklah bersabar. Sepertinya semua kalangan juga melarang hubungan seks di saat si wanita sedang menstruasi dengan alasan kesehatan. Inilah salah satu mukjizat Al-Qur`an yang melarang hal itu 1400 tahun yang lalu.
Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama berdasarkan firman Allah,
”Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang haidh. Katakan, dia itu penyakit maka jauhilah wanita yang sedang haidh, dan jangan dekati mereka sampai mereka suci.” (Qs. Al-Baqarah: 222).
Selain itu juga ada hadits dari Abu Hurairah yang sudah disebutkan di atas ketika membahas larangan melakukan anal seks.
Kemudian, para ulama berbeda pendapat mengenai batasan mana yang dibolehkan ketika mencumbui istri yang sedang haidh, mengingat yang diharamkan hanyalah coitus atau memasukkan kemaluan. Bagaimana dengan bercumbu atau hal lain yang dapat memuaskan hasrat suami tanpa harus melakukan penetrasi?
Pendapat yang lebih kuat –insya Allah- adalah boleh mencumbu sang istri dengan syarat kemaluannya tak boleh terbuka. Ini berdasarkan hadits dari Aisyah yang mengatakan, ”Kalau aku sedang haidh maka Rasulullah SAW menyuruhku memakai sarung (menutup bagian kemaluan dan sekitarnya) lalu beliau mencumbuku.” (HR. At-Tirmidzi, no. 132, juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dengan menggunakan kata ganti orang ketiga).
Juga hadits dari Anas bahwa orang Yahudi tidak mau duduk bersama istrinya yang sedang haidh, bahkan tidak mau makan dan minum bersama mereka. Hal itu disebutkan kepada Nabi SAW, sehingga turunlah ayat 222 surah Al-Baqarah di atas dan beliau bersabda, ”Lakukan segala hal kecuali jima’ (bersetubuh).” (HR. Ibnu Majah dengan redaksi ini, no. 644).
Dalam riwayat Abu Daud dan Muslim disebutkan, ”kecuali nikah”. Artinya, boleh bercumbu tapi jangan sampai bersetubuh di kemaluan.
Dengan demikian bila ingin melampiaskan nafsu birahi padahal istri sedang haidh maka boleh melakukan cumbuan termasuk di dalamnya minta dimasturbasi oleh istri. Hal ini diperbolehkan asal jangan membayangkan wanita lain saat dimasturbasi oleh si istri. Berbeda dengan masturbasi sendiri yang kebanyakan ulama mengharamkannya kecuali darurat. Wallahu a’lam bish shawab.
Hal-Hal yang Dibolehkan Ketika Bercinta
1.Seperti bayi yang baru lahir.
Maksudnya tanpa selembar benang pun alias telanjang panjang, karena tubuh manusia tidak bulat.
Masalah ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Ada yang membolehkan ada pula yang tidak. Pendapat yang lebih kuat –insya Allah- adalah boleh, karena tidak ada dalil shahih yang melarang, sehingga dikembalikan ke hukum asal.
Ada beberapa hadits yang terkesan melarang bersetubuh dengan telanjang atau melihat kemaluan pasangan secara langsung, tapi kesemua hadits itu lemah sanadnya sehingga tidak bisa dijadikan dalil untuk mengubah hukum asal yang membolehkan.
Salah satunya adalah hadits yang berbunyi, ”Jika salah seorang dari kalian mendatangi (menyetubuhi) istrinya maka hendaklah dia bersembunyi dan jangan bertelanjang layaknya dua ekor keledai.”
Hadits ini diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ibnu Mas’ud, Ibnu Sarjis dan Abu Umamah, Utbah bin ’Abd As-Sulami. Kesemua riwayatnya disebutkan oleh Az-Zaila’i dalam kitabnya Nashb Ar-Raayah juz 12 hal. 28 – 30 (program maktabah Syamilah) dan dia menyebutkan semua jalurnya dan menjelaskan kelemahannya. Juga disebutkan oleh Al-Haitsami dalam kitabnya Majma’ Az-Zawa`id juz 4 hal. 293 – 294 dan dia melemahkan semua yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dan Al-Bazzar.
Sedangkan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menerangkan kelemahan beberapa jalurnya dan beberapa hadits lain yang juga melarang melihat aurat istri atau suami sendiri dalam kitab Adab Az-Zifaf, hal. 109 – 112.
Hadits lain yang senada adalah riwayat At-Tirmidzi, ”Janganlah kalian bertelanjang bulat, karena ada ada malaikat yang senantiasa tidak berpisah denganmu kecuali saat buang air dan ketika seorang laki-laki menyetubuhi istrinya. Karena itu, hendaklah kamu merasa malu dan hormatilah mereka.” Tapi hadits inipun dha’if karena dalam sanadnya ada Laits bin Abu Sulaim yang hafalannya bercampur di akhir umur, sehingga haditsnya tak bisa dipilah mana yang shahih dan mana yang tidak. (Lihat: Al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfat Al-Ahwadzi juz 7 hal. 111, dan Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil no. 64).
2.Oral seks terbatas.
Maksud dari terbatas di sini adalah jangan sampai menelan madzi yang najis sebagaimana telah diterangkan di atas. Namun perlu dipahami bahwa hal ini masih menjadi kontroversi, sehingga bila si istri merasa jijik, maka hendaknya si suami bijaksana dan tidak memaksakan kehendak. Tapi hasrat seks seorang wanita itu sebenarnya bisa dilatih dan di sinilah perlunya kebijaksanaan seorang pria sebagai pemimpin untuk membujuk istrinya bahkan di atas ranjang.
3.Boleh melakukan ’azl.
’Azl di sini artinya mengeluarkan mani di luar vagina. Caranya, ketika sudah mendekati orgasme si suami mencabut penis dan mengeluarkan maninya di luar. Tujuannya adalah supaya tidak terjadi pembuahan. Ini adalah cara kontrasepsi yang alami dan memang pernah dilakukan para sahabat Rasulullah saw di masa beliau masih hidup, sebagaimana perkataan Jabir ra, “Kami biasa melakukan ‘azl di saat ayat-ayat al-Qur`an masih aktif diturunkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Beberapa Tuntunan Sunnah dalam Bersetubuh
1.Membaca doa sebelum bersetubuh.
Membaca doa sunnah dilakukan ketika hendak bersetubuh, sebaiknya sebelum melepas kemaluan, atau ketika masih pemanasan. Doanya adalah:
اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْنتَنَا
Allaahumma jannibnasy syaithan, wa jannibisy syaithaana maa razaqtanaa
”Ya Allah, jauhkan kami dari syetan, dan jauhkan syetan dari apa yang Kau karuniakan kepada kami.”
Bila ditakdirkan punya anak dari hasil hubungan intim yang dibacakan doa seperti itu, maka dia tidak akan diganggu syetan selamanya.” (HR. Al-Bukhari).
2.Mandi besar atau berwudhu sebelum tidur.
Biasanya seseorang langsung tidur sehabis ’bertempur’. Ini boleh saja, tapi sebaiknya langsung mandi malam itu juga sebelum tidur sebagaimana yang biasa dilakukan Rasulullah SAW. Aisyah ra, berkata, ”Rasulullah SAW bila dalam keadaan junub dan ingin tidur biasanya beliau terlebih dahulu berwudhu layaknya hendak shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Umar pernah bertanya kepada Rasulullah, ”Bolehkah seorang yang sedang junub langsung tidur?” beliau menjawab, ”Boleh, hendaklah dia berwudhu kalau dia mau.” (HR. Ibnu Hibban dengan redaksi seperti ini).
3.Bila hendak melakukan ronde kedua disunnahkan berwudhu terlebih dahulu.
Ini berdasarkan hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila salah seorang dari kalian menggauli istrinya, lalu hendak mengulangi lagi (ronde kedua) maka hendaklah dia berwudhu terlebih dahulu.” (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa`i, Ibnu Majah dan Ahmad). Dalam sebuah riwayat, hikmah dari wudhu ini adalah lebih meningkatkan kekuatan di ronde kedua.
4. Dilarang menceritakan proses hubungan suami istri.
Terkadang ada orang yang dengan bangga menceritakan bagaimana dia melakukan adegan ranjang dengan pasangannya, dan ini cukup sering terjadi baik oleh pria maupun wanita. Atau dia menceritakan bagian tubuh pasangannya itu.
Perbuatan ini jelas diharamkan dalam islam berdasarkan beberapa hadits yang mengecam hal ini, antara lain hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling tercela kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang menggauli istrinya kemudian menceritakannya (ke orang lain).” (HR. Muslim, no. 1437).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW mengumpamakan orang ini seperti syetan jantan dan betina yang berbuat mesum di tengah jalan di hadapan orang banyak.
Oral Sex ( seorang perempuan mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki sebaliknya) hukumnya haram dalam Islam.
Oral sex adalah terlarang mengingat:
Oral sex adalah terlarang mengingat:
- Allah berfirman, yang artinya: “maka setubuhilah mereka di tempat yang Allah perintahkan kepadamu.” (QS. Al-Baqoroh: 222). Tempat yang Allah perintahkan adalah farji dan bukan mulut.
- Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang-orang kafir, dan menyerupai orang-orang kafir adalah haram.
- Ini adalah perbuatan sebagian binatang. Ar-Rasul melarang untuk tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan. Apalagi hewan yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang muslim –dan keadaannya seperti ini- merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”
- Mulut adalah tempat yang mulia, seperti untuk berzikir, baca Al-Qur’an dan lain-lain, sedangkan farji adalah tempat yang kotor (tempat keluarnya air kencing dan madzi). Bagaimanakah tempat yang kotor diletakkan di tempat yang mulia? Atau sebaliknya.
- Dalil fitrah, oral sex adalah menjijikkan menurut orang-orang yang memiliki fitrah yang bersih dan berakal sehat.
- Karena ia (kemaluan suami) dapat memencar. Kalau memencar maka akan keluar darinya air madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu) masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan penyakit baginya.
- Berhubungan dengan selain dari tempat yang Allah halalkan baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”
Beberapa ulama yang berpendapat bahwa oral sex terlarang (baca: harom -ed) diantaranya Syaikh Al-Albani, Syaikh Bin Baz, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dan Syaikh Masyhur Al-Salman (lihat majalah Al Furqon, Gresik, ed. 3 th. III hal. 6).
Wajahnya Muram
Muhammad bin Zakariya menambahkan, “Barangsiapa yang tidak bersetubuh dalam waktu lama, kekuatan organ tubuhnya akan melemah, syarafnya akan menegang dan pembuluh darahnya akan tersumbat. Saya juga melihat orang yang sengaja tidak melakukan jima’ dengan niat membujang, tubuhnya menjadi dingin dan wajahnya muram.”
Sedangkan di antara manfaat bersetubuh dalam pernikahan, menurut Ibnu Qayyim, adalah terjaganya pandangan mata dan kesucian diri serta hati dari perbuatan haram. Jima’ juga bermanfaat terhadap kesehatan psikis pelakunya, melalui kenikmatan tiada tara yang dihasilkannya.
Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima’ juga diperintahkan Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).
Karena itu, pasangan suami istri hendaknya sangat memperhatikan segala unsur yang menyempurnakan fase ciuman. Baik dengan menguasai tehnik dan trik berciuman yang baik, maupun kebersihan dan kesehatan organ tubuh yang akan dipakai berciuman. Karena bisa jadi, bukannya menaikkan suhu jima’, bau mulut yang tidak segar justru akan menurunkan semangat dan hasrat pasangan. Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan merangsang gairah berjima’. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram diucapkan kepada selain istrinya.
Menurut ahli tafsir, ayat ini turun sehubungan dengan kejadian di Madinah. Suatu ketika beberapa wanita Madinah yang menikah dengan kaum muhajirin mengadu kepada Rasulullah SAW, karena suami-suami mereka ingin melakukan hubungan seks dalam posisi ijba’ atau tajbiyah.
Puncak kenikmatan bersetubuh tersebut dinamakan orgasme atau faragh. Meski tidak semua hubungan seks pasti berujung faragh, tetapi upaya optimal pencapaian faragh yang adil hukumnya wajib. Yang dimaksud faragj yang adil adalah orgasme yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri. Mengapa wajib? Karena faragh bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar islam, la dharara wa la dhirar (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib.
Namun, kepuasan yang wajib diupayakan dalam jima’ adalah kepuasan yang berada dalam batas kewajaran manusia, adat dan agama. Tidak dibenarkan menggunakan dalih meraih kepuasan untuk melakukan praktik-praktik seks menyimpang, seperti sodomi (liwath) yang secara medis telah terbukti berbahaya. Atau penggunaan kekerasaan dalam aktivitas seks (mashokisme), baik secara fisik maupun mental, yang belakangan kerap terjadi. Maka, sesuai dengan kaidah ushul fiqih “ma la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajibun” (sesuatu yang menjadi syarat kesempurnaan perkara wajib, hukumnya juga wajib), mengenal dan mempelajari unsur-unsur yang bisa mengantarkan jima’ kepada faragh juga hukumnya wajib.
Bagi kaum laki-laki, tanda tercapainya faragh sangat jelas yakni ketika jima’ sudah mencapai fase ejakulasi atau keluar mani. Namun tidak demikian halnya dengan kaum hawa’ yang kebanyakan bertipe “terlambat panas”, atau –bahkan— tidak mudah panas. Untuk itulah diperlukan berbagai strategi mempercepatnya.
Dan, salah satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh adalah pendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (isti’adah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh.
Ciuman dalam hadits diatas tentu saja dalam makna yang sebenarnya. Bahkan, Rasulullah SAW, diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima’. Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? …yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087).
Bau Mulut
Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’. Demikian Ibnu Taymiyyah berpendapat.
Syaikh Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari, “Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”
Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalm satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.
Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’ untuk mendesah. Karena desahan adalah bagian dari meningkatkan gairah. Imam As-Suyuthi meriwayatkan, ada seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun tatkala keesokan harinya sang qadhi mendatangi istrinya ia justru berkata, “Lakukan seperti yang kemarin.”
Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks. Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji. Bukan yang lainnya. Allah SWT berfirman, “Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” QS. Al-Baqarah (2:223).
Posisi Ijba’
Ijba adalah posisi seks dimana lelaki mendatangi farji perempuan dari arah belakang. Yang menjadi persoalan, para wanita Madinah itu pernah mendengar perempuan-perempuan Yahudi mengatakan, barangsiapa yang berjima’ dengan cara ijba’ maka anaknya kelak akan bermata juling. Lalu turunlah ayat tersebut.
Terkait dengan ayat 233 Surah Al-Baqarah itu Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan.
Muhammad Syamsul Haqqil Azhim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud menambahkan, “Kata ladang (hartsun) yang disebut dalam Al-Quran menunjukkan, wanita boleh digauli dengan cara apapun : berbaring, berdiri atau duduk, dan menghadap atau membelakangi..”
Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lagi-lagi terbukti memiliki ajaran yang sangat lengkap dan seksama dalam membimbing umatnya mengarungi samudera kehidupan. Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas serta diberi tuntunan yang detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiannya.
Seks indah penuh berkah, adalah seks yang memegang teguh prinsip syariat Islam tanpa harus bersikap kaku (rigid) dalam implementasinya, sehingga seks suami –istri tidak hanya sekedar terasa indah, tapi juga penuh berkah, di mana hubungan seks akan menjadi pengokoh hubungan suami istri, pencipta harmonis, dan penyemai ketenangan jiwa dalam rumah tangga.
Baca juga mengenai "Seks dan Manfaatnya" DISINI. Dan "Pendidikan Seks" DISINI. Ada juga loh tentang "Seks Bebas", baca deh DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar